Kesepuluh bocah nakal yang awalnya mengepung Nola, kini berlutut berjejer dengan kedua tangan di atas dengan beberapa luka di wajah. Meja yang semula menjadi tempat duduk si bocah mesum, kini menjadi tempat duduk Keil yang tengah menghitung bungkus rokok hasil rampasannya.
"Berapa bungkus kalian merokok dalam sehari?" tanya Keil yang jemarinya masih sibuk menghitung batang-batang rokok yang tersisa utuh.
Kesepuluh bocah tidak ada yang membuka mulut. Mereka hanya saling lirik ngeri antara satu dengan yang lain. Mengingat beberapa waktu lalu bagaimana Keil seorang diri dengan mudah memegang kendali atas serangan kesepuluh bocah itu.
Keil tak banyak membuat mereka terluka. Namun, pukulan dan tangkisan yang ia berikan rasanya cukup membuat mereka jera akan perbuatannya.
Nola mondar-mandir di balik jejeran kesepuluh bocah dengan sebuah balok kayu di tangannya. Memukulkan ringan pada sebelah tangannya. Wanita itu bersiap memukul siapa saja yang berani membantah atau melawan. Balok kayu ia letakkan di pundak bocah mesum dengan pukulan ringan.
"Kau tak mau menjawabnya? Bukankah Kau ketua gengnya?" satir Nola di belakang telinga sang bocah.
"Tiga, Bang," jawab bocah itu dengan gagap.
"Kalian masih terlalu dini untuk berhubungan dengan nikotin. Apalagi untuk menjadi seorang playboy. Kalau ingin bertarung, jangan dengan yang lebih lemah. Itu pecundang namanya. Apa lagi dengan seorang perempuan." Papar Keil panjang lebar bak seorang guru. Tak lupa jemarinya menekan sisi kanan kaca matanya yang bergeser. Ia berlagak menjadi pria bijak.
"Berjanjilah agar tak berulah kembali seperti berandalan. Aku tak akan segan mematahkan kaki atau tangan kalian jika kalian melakukannya lagi." Tegas Keil.
Pukulan ringan Nola berikan tiga kali pada meja usang untuk menarik perhatian kesepuluh bocah.
"Apa kalian mengerti dengan yang kita maksud?" Nola bertanya pada kesepuluh bocah karena ia yang kini menjadi pusat perhatian mereka.
Tak mendengar satu jawaban pun. Nola memukul meja lebih keras hingga bocah-bocah itu tersentak.
"Mengerti." Kata mereka serempak.
Keil bangkit dari duduknya dan membakar semua bungkus rokok yang ia sita di depan mereka dengan santai. Menyisakan abu dan membuat kesepuluh bocah yang menatapnya tak rela.
Selesai berurusan dengan berandal-berandal kecil itu, Keil beranjak dengan Nola dan Yosi mengekor di belakangnya.
"Untung aku lekas datang menjemputmu. Kalau tidak, aku tak tau keributan apa yang akan Kau timbulkan," tutur Keil yang menghentikan langkahnya sejenak.
"Bagaimana Kau tau jika aku di tempat itu?" tanya Nola pada Keil.
"Bocah ini kebingungan saat aku tiba di sini." Keil mengacungkan telunjuknya pada Yosi yang kini meringis.
"Kau?" Nola menoleh pada Yosi penuh haru.
"Aku melihatmu berjalan mengekor salah satu di antara mereka, kurasa ada yang tak beres. Maka aku mengikuti kalian secara diam-diam. Namun, aku tak bisa menolongmu seorang diri. Aku kembali dan mencari pertolongan. Tak kusangka kakakmu sendiri yang hanya bisa kutemui," terang Yosi dengan malu-malu.
"U... u, manisnya. Kebetulan yang sangat manis, kalian bertemu secara natural. Aku jadi tak perlu saling memperkenalkan kalian dengan rumit," jawab Nola dengan gemas. Bibirnya mengerucut kecil, kedua tangannya mengerat di hadapan Yosi meraup sebelah tangan anak laki-laki itu.
Sebelah tangan lain yang tak kalah kekar mengurai raupan jemari Nola pada Yosi.
Keil menatap Yosi tajam. "Kalian berpacaran?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Partner
ActionLuka kehilangan cinta pertama sebagai anak perempuan, memaksa Alona memasuki sebuah organisasi bernama Kingston demi sebuah imbalan akan titik terang di balik kematian sang ayah. Dalam menjalankan misi-misinya perempuan 30 tahun itu harus bersaing...