"Aku mencintaimu," seloroh Nola yang tengah tertangkap basah menusuk-nusuk dada berotot milik Keil tanpa seijin yang punya. Jari telunjuknya masih erat ada di genggaman pria itu.
"Terimakasih," jawab Keil dengan tersenyum kaku. Ia melepaskan genggamannya dengan kasar.
"Kenapa Kau ada di sini?" tanya Nola mengalihkan pembicaraan.
"Kau tak ingat?" tanya Keil memastikan apa benar perempuan di sampingnya tak membual. Keil memangkas jarak antara wajahnya dengan wajah perempuan di depannya.
Nola sedikit berpikir mengingat apa yang terjadi semalam. Wajahnya meredup seketika mengingat kembali mimpi buruknya. Mimpi yang sudah lama hilang dalam tidur malamnya. Peristiwa memilukan yang memisahkan ia dan ayah tercinta dan tak jarang terbawa dalam alam bawah sadarnya.
"Maaf," lirih perempuan itu seraya menundukkan pandangannya. Satu kalimat itu mungkin yang pantas ia berikan untuk menjelaskan segalanya pada Keil.
"Mimpi buruk, ayah- dan api," ujar Keil mencoba mengingatkan kembali perempuan itu untuk menggalinya lebih dalam.
"Ah, mungkin karena Yosi dan aku menyinggungnya kemarin. Sehingga terbawa dalam tidurku." Jawab Nola dengan mengubah posisinya menjadi duduk canggung.
"Apa yang kalian singgung?" telisik Keil lebih dalam. Ia menyatukan kedua telapaknya dan ia gunakan untuk bantalan kepalanya. "Kau tak mau membaginya denganku juga?" imbuh Keil santai, dengan pandangan penuh selidik pada perempuan yang kini duduk memunggunginya.
Nola menggelengkan kepalanya pelan dan tersenyum getir.
"Baiklah, aku menghormati privasimu. Aku juga tak mau ikut campur lagi jika sesuatu terjadi padamu lain kali." Ucap Keil yang kini bangkit dari posisi tidurnya, berdiri tegak di samping ranjang membelakangi Nola.
Sedikit berpikir Nola berniat ingin membaginya dengan Keil. Namun, ia memilih mengurungkan niatnya tak ingin membuka luka lama itu kembali. "Di mana beruangku? Aku ingin menjadikannya teman tidur semalam. Aku jadi bermimpi buruk karena itu." Kilah Nola mengalihkan pembicaraan.
"Kau benar-benar tak melihatnya?" Keil menoleh tak percaya. Kedua matanya melirik ke arah almari yang menjadi tempat bersemayamnya sang beruang Nola.
"Kau hanya ingin memeluk bocah ingusan itu. Bukan beruangmu, jangan banyak mencari alasan." Gumam Keil dengan melangkah menuju pintu.
Saat jarak hanya beberapa langkah dari pintu, ia berbalik dan menatap Nola yang kini terlihat jelas tengah berwajah muram.
"Akan kuganti beruangmu itu dengan yang lain. Aku hanya tak mau Kau memikirkan bocah ingusan itu tanpa kenal waktu, Alona."
Nola bergeming tak menanggapi Keil, ia hanya menatap kosong pemandangan di luar jendela. Bahkan saat Keil berdiri tegap menatap perempuan itu dengan iba untuk beberapa saat perempuan itu tak memyadarinya.
"Aku sudah menghubungi pihak sekolah, Kau tak dapat sekolah karena tak enak badan." Terang pria itu sebelum benar-benar meninggalkan kamar Nola.
"Terimakasih," jawab Nola lirih, tanpa mengalihkan perhatiannya pada pemandangan di tengah bingkai jendela berwarna coklat muda itu. Setetes air bening kembali mengalir di pipi lembut Nola.
~~
Ada yang berulah di pasar tradisional dekat sekolah Nola. Mereka merusuh di saat malam hari. Ada beberapa pertokoan yang menjadi korbannya. Salah satunya adalah klien kita. Bereskan!
Keil mengunci ponselnya dan memasukkan ke dalam saku celananya setelah membaca dan memahami apa yang King kirim untuknya.
Ada pemandangan yang cukup menyita perhatiannya di luar. Yosi dengan menenteng kantung plastik hitam celingukan di area parkiran cafe dengan sesekali pandangannya tertuju pada ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Partner
ActionLuka kehilangan cinta pertama sebagai anak perempuan, memaksa Alona memasuki sebuah organisasi bernama Kingston demi sebuah imbalan akan titik terang di balik kematian sang ayah. Dalam menjalankan misi-misinya perempuan 30 tahun itu harus bersaing...