Pria terhebat

9 3 8
                                    

"Aku akan terlambat menjemputmu, jangan kemana-mana, dan tunggu aku sejenak!"

Pesan singkat Nola terima disela penjelasan Guru tentang penjabaran turunan fungsi aljabar. Kombinasi huruf-huruf dan beberapa simbol yang pernah Nola jumpai berpuluh tahun lalu akhirnya ia jumpai kembali.

Perempuan itu menghela napas panjang dan mulai meletakkan dagunya di atas meja. Pandangannya tetap mengarah pada Guru mencoba memahami apa yang beliau sampaikan.

Ia tak dapat berbaring di ranjang empuknya dengan cepat siang ini. Harus menunggu Keil menjemputnya, padahal ia sudah merasa sangat ingin berbaring.

Senyum jahil terkembang di bibir mungilnya saat pandangannya terarah pada garis punggung Yosi yang setia memunggunginya. Tak mungkin bocah itu membalik badannya sesering mungkin saat jam pelajaran tiba walau ia mengaku sangat tertarik pada Nola.

Nola memilih mengirim pesan pada Yosi dengan hati-hati. Sang penerima pesan menoleh sekejap padanya dengan tersenyum paksa. Namun, tetap terlihat manis.

"Mau main denganku sepulang sekolah?"

Satu kalimat Yosi terima dari Nola cukup membuatnya membelalakkan mata sekejap. Ia bergegas membalasnya tanpa berpikir dengan hati-hati pula.

"Boleh. Tapi? Apa dibawah pengawasan kakakmu? Itu sedikit menguji nyali."

Balasan kembali Nola kirim dengan pandangan yang tetap waspada pada guru.

"Tentu tidak, kakakku tak dapat menjemputku tepat waktu kali ini. Kita bisa main dahulu."

"Lalu bagaimana kalau kakakmu datang saat Kau tak berada di sekolah? Itu akan menjadi bencana besar." Balas Yosi.

"Biar aku yang mengurusnya. Kau tenang saja. Aku hanya butuh jawaban iya atau tidak, jadi bagaimana?"

Sedikit berpikir akhirnya Yosi membalas dan manerima ajakan perempuan yang berada di belakangnya.

Kesepakatan mereka dapatkan, sedetik kemudian mereka saling tersenyum singkat.

~~

Hiruk pikuk aktivitas di sebuah pasar tradisional membuat Nola dan Yosi larut dalam kebahagiaan. Sesekali senyum bahagia terukir dari kedua bibir mereka saat melihat apa yang menurut mereka menarik perhatian mereka melupakan ancaman yang menghadang, kemurkaan Keil.

Stan penjaja mie ayam bakso adalah tempat mereka melepas rasa lapar setelah lelah berjalan. Dua porsi Mie ayam bakso sudah tersaji di hadapan mereka beberapa menit setelah mereka memesannya. Kepulan asap dan aroma yang menguar membuat mulut mungil Nola tak sabar ingin melahapnya.

Tak puas hanya dengan menyantap hidangan pada umumnya, rencana gila Nola melintas di kepalanya tiba-tiba.

"Mau bertanding denganku?" tantang Nola dengan senyum menantang pada Yosi.

Yosi menatap tak percaya pada Nola yang memusatkan perhatiannya pada mangkuk lain yang berisi sambal merah menyala di antara mangkuk Mie ayam bakso mereka. Seolah mengerti dengan apa yang Nola maksud, Yosi hanya tersenyum penuh keyakinan menjawabnya.

Untuk beberapa saat situasi masih terkendali sebelum buliran-buliran keringat muncul di atas pelipis mereka berdua dengan disusul suara menahan pedas dari bibir mereka. Sekuat tenaga mereka saling bertahan dari sengatan terbakar pada papila-nya. Sebuah hadiah menarik harus mereka perjuangkan.

Nola menantang Yosi dengan memakan seporsi Mie ayam dengan takaran sambal yang ia tentukan. Jika bocah itu menang melawannya, perempuan itu setuju untuk menjadi pacar Yosi. Namun, jika Nola yang menang. Yosi harus setuju dengan Nola yang menganggap bahwa hubungan mereka harus tetap berjalan secara perlahan. Tak ada pacaran. Namun, bocah itu tak boleh menjahuinya.

The PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang