El menatap malas Kei yang kini berada di hadapannya. Berdiri tegak dengan angkuhnya, mantel hitam selututnya menampakkan sisi misteriusnya.
El mendengkus, tak merespon panggilan Kei bukan tindakan yang tepat rupanya. Nyatanya pria itu kini berdiri di hadapannya dan siap memberinya petuah.
"Aku sedang tak berminat berdebat denganmu." Ucap perempuan itu setengah hati. "Pulanglah dahulu! biarkan aku menghirup udara segar sejenak."
El membuang muka malas, sedetik kemudian kedua matanya mendelik menyadari ada yang tak beres."Tunggu, Kau melacak ponselku?" tanya perempuan itu.
"Ya, agar Aku tau saat Kau akan melarikan diri." Kei duduk tak mengindahkan tatapan El yang menatap tak percaya padanya.
Sebelah tangan Kei merogoh saku mantel dan menyodorkan kopi kaleng dengan bulir di sekelilingnya, sementara yang lain ia gunakan untuk membuka kaleng miliknya.
-
Sebatang rokok di mulut Kei terbakar sempurna dalam sekali percobaan. Kepulan asap kemudian mengepul sempurna beberapa saat di udara. Kei menatap asapnya yang mulai terurai di udara.
"Dari mana saja Kau seharian ini?" tanya pria itu dengan angkuhnya. "Kau terlihat sangat kacau. Mau berbagi denganku? Aku siap mendengarmu."
El menoleh heran pada pria di sampingnya. Seketara itukah wajahnya, sehingga pria di sebelahnya mengetahui apa yang tengah ia rasakan.
Hembusan napas kasar setelah satu tegukan kopi mengaliri tenggorokan El terdengar sangat berat. Ia kini menatap pria di sebelahnya dengan melas.
"Kekecewaan terbesar sangat menyakitkan, saat semua itu ternyata datang dari yang selama ini kita yakini dan percaya," rancau El penuh kekecewaan. "Apa Kau pernah dikhianati?" tanya El berat.
Kei menatap tak percaya perempuan yang tengah merancau di sampingnya.
"Kau bertanya pada siapa?" satire Kei dengan wajah tak percaya.
El tersenyum kaku. "Oh ya, Aku melupakan kini tengah berbicara dengan siapa. Itu sudah jadi makananmu. Jadi begini rasanya." Ucap perempuan itu getir. El meneguk kopinya kembali dan menghela napas lebih dalam. Memandang langit yang kini menggelap sempurna.
Lampu-lampu jalan sudah bersinar dengan terangnya. Hawa semakin menusuk tulang. Namun, perempuan yang tengah kecewa itu belum ingin beranjak.
Kei menatap El penuh selidik. Perempuan di sampingnya yang belum mau membagi seutuhnya. "Seseorang mengkhianatimu?" selidik Kei hati-hati.
El hanya menatap kepulan asap yang Kei ciptakan dengan melas berlanjut menatap sang pencipta asap. Kepalanya mengangguk beberapa kali secara perlahan, bibir mungilnya mengerucut sempurna. Matanya sayu bersiap menumpahkan air matanya.
Perempuan itu menekan-nekan dadanya lebih dalam, pria di sampingnya hanya diam menatap penuh selidik. Kei menepuk lembut punggung El beberapa kali berharap dapat mengurangi sakitnya.
"Itu sangat tidak membantu." El menoleh sekenanya ke arah bagian tubuh yang di tepuk oleh Kei.
"Bagaimana aku harus menghiburmu?" tawar Kei tanpa pikir panjang.
Sedikit berpikir, senyum lebar El terkembang seketika. Ia kini menatap girang pria di sampingnya.
**
Alunan lagu yang mendayu-dayu di antara lampu yang temaram sangat tak cocok untuk berada dalam kondisi mabuk berat seperti yang tengah seseorang alami.
Kei mengedarkan pandangan keseluruh sudut ruangan, wajahnya gelisah bercampur kesal. Matanya tak juga mememukan sosok yang harus ia urus detik itu juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Partner
ActionLuka kehilangan cinta pertama sebagai anak perempuan, memaksa Alona memasuki sebuah organisasi bernama Kingston demi sebuah imbalan akan titik terang di balik kematian sang ayah. Dalam menjalankan misi-misinya perempuan 30 tahun itu harus bersaing...