Luka

6 2 7
                                    

Hawa dingin ruangan yang biasa membuat penghuninya nyaman untuk melakukan aktivitas, kini tak lagi dapat membantunya. Berbulir-bulir keringat dingin muncul tanpa terkendali di dahi Gery sang pemilik ruangan kerja itu. Nama Kingston bukan nama asing dikalangan pebisnis. Tak ayal jika Gery pun bereaksi demikian rupa saat mendengarnya. Nyawa sudah seperti mainan bagi mereka.

"Di sana bukan tempat yang layak untuknya, karena itu bukan wilayahnya. Kau tak tau itu wilayah siapa?" Kei melangkah lebih dekat dengan Gery yang memunggunginya.

Dari balik mantel tebal yang melindungi tubuh kekarnya sebuah senjata api Kei keluarkan dengan perlahan. Berlanjut dengan menempelkan benda itu ke sebelah kepala Gery.

"KINGSTON.....," bisikan El penuh ancaman terdengar ngeri di sebelah telinga Gery.

Tubuh Gery semakin gemetar, buliran keringat dingin semakin menjadi memenuhi dahinya. Pria itu merasa tengah dalam masalah besar.

"Aku tak mau melihat dia berkeliaran kembali di sana." Kei semakin menekankan senjatanya perlahan pada kepala Gery yang bergetar hebat. "Jika aku masih mendengar dia ada di sana dan berulah-."

"Bukan hanya lembaran foto yang akan kami kirim kepadamu." El menyahut dan bersandar dengan angkuhnya di pojok meja kerja Gery. Memainkan cangkir kopi milik Gery, tersenyum remeh pada cangkir putih tulang dengan hiasan kuning emas di bibirnya.

"Kau dapat meminum kopi kesukaanmu dengan mudah. Bahkan berbotol-botol air mineral tersedia di meja tamumu," terang El dengan mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Jemarinya menyentuh bibir cangkir yang tinggal separuh isinya. "Saudaramu meminta paksa setetes air pada orang kami. Sungguh ironis. Kau, tak kasian padanya?" tanya El penuh mendrama.

"Dia yang memintaku mempekerjakannya. A- pa boleh buat. Hanya posisi itu yang pantas untuk pengacau sepertinya," terang Gery dengan terbata.

"Pengacau?" El memiringkan kepala menatap bodoh Gery seakan penuh tanya. "Kau meletakkan seorang pengacau di wilayah Kingston?"

"Ah- bukan begitu maksudku," kilah pria itu merasa ada yang salah dengan perkataannya. "Aku hanya-, argggggghhhh-" erangan kesakitan keluar dari bibir Gery.

Dengan sigap sebelah tangan Kei yang bersarung hitam membungkam mulut Gery agar tak ada lagi yang dapat keluar dari mulutnya.

Sementara matanya terpejam menahan kesakitan. Sebelah tangan Gery memegang pergelangan tangannya yang lain, mecengkeram kuat berharap rasa sakitnya berkurang saat darah mengucur deras dari sela-sela jemarinya.

Pisau buah yang semula berada di antara buah-buahan segar. Menancap tegap di punggung tangan Gery meninggalkan tumpukan buah yang berada di atas meja.

El tersenyum menjengkelkan menatap pria yang tengah kesakitan itu.

"Kupikir, Kau tak akan bertindak saat hanya ucapan yang Kau dengar." El tersenyum kecut dengan mengelus lembut gagang pisau, menggesernya perlahan.

Erangan kesakitan Gery semakin terdengar ngilu di balik jemari Kei. "Kau benar-benar ingin mengacau dengan Kingston. Memilih lawan yang salah sangat berbahaya, Pak Kepala! Seragammu akan berlumur dengan darah." Lirih El dengan menjiwit jijik seragam Gery bagian lengannya.

El meletakkan selembar kertas yang berisi perjanjian dengan kata Kingston sebagai kepala surat. Berisi kalimat agar Gerry menarik seluruh orang-orangnya dari wilayah Kingston dengan cepat. El merapikan kertas perjanjian dengan manis. Menyentuhnya lembut bak menyentuh benda berharga.

Perempuan itu tersenyum manis menatap Gerry yang kesakitan, mengangguk lembut seolah memberi perintah pada pria di hadapannya agar segera menyelesaikan urusan itu.

The PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang