*Bocah

35 6 2
                                    

Langit menggelap hembusan angin malam semakin menusuk tulang siapa saja yang masih menikmati pemandangan malam di sepanjang sungai tepian kota.

Kedua jarum jam berputar bertemu pada angka sebelas pada alat pengukur waktu yang tertempel di dinding dalam cafe.

Pemandangan malam hari terpampang memanjakan mata. Sunyi menenangkan hati. Tapi tidak bagi salah satu pengunjung cafe malam itu. Perempuan berambut coklat kehitaman dengan penampilan sedikit berantakan duduk dengan gelisah. Punggungnya menegang sebelah tumitnya bergerak naik turun.

Berkali-kali ia mengangkat ponsel dan meletakkannya kembali. Saat layar terbuka gambaran dirinya yang tengah tersenyum manis di samping pria yang tersenyum hangat terlihat dengan jelas. Nampak serasi dan penuh gairah.

Rei, nama kontak yang berada di barisan teratas riwayatnya melakukan obrolan. Jemari Vona menyentuh nama itu dengan tidak sabar hingga luput beberapa kali percobaan.

Beberapa deret pesan di kirim kontak bernama 'Rei'.

"Mari bertemu, ada yang ingin aku perjelas segera denganmu Vona."

Vona membalasnya dengan lokasi pertemuan dan waktunya. Sebuah cafe outdor yang menyuguhkan pemandangan di malam hari dari atas ketinggian adalah pilihannya, gedung berlantai tiga. Entah untuk yang keberapa kali perempuan itu memilih tempat itu untuk berjumpa dengan Rei.

Jemari Vona masih menggulir layar secara vertikal berkali-kali me-review obrolan-obrolan mereka diwaktu lalu. Ia menghentikan membaca pesan-pesannya setelah sampai pada pesan terakhir yang ia kirimkan dengan emot hati berwarna merah dan bekas kecupan berwarna senada.

Ikon telpon di pojok kanan atas ia sentuh juga setelah ragu untuk beberapa waktu.

Layar menunjukkan detik panggilan terhubung setelah tulisan memanggil menghilang bersahutan dengan kata "Halo" di ujung sambungan.

Vona menghembuskan napas panjang setelah matanya menangkap sosok kekar di hadapannya dengan ponsel masih menempel di telinga kanannya melangkah ke arahnya.

Ingatan perempuan itu kembali beberapa waktu lalu di sebuah halte bus. Tangan pria misterius menyelipkan secarik kertas di sela jemari lentiknya.

Kau ketahuan.

Perempuan itu terkejut dan celingukan mencoba mencari seseorang yang bisa menjelaskan. Waktunya akan tiba. Namun, di luar prediksinya akan secepat itu. Ia masih nyaman bermain-main dengan pria penuh pesona seperti Rei. Kini ia harus bersiap dengan berbagai kemungkinan yang akan ia hadapi sebagai konsekuensi.

Kei menutup sambungan dan melangkah maju ke arah Vona dengan kasar, meletakkan ponselnya di atas meja dengan sembarangan.

Tangan kekarnya menyentuh kepala kursi dan menggesernya mundur. Mendudukkan diri dan membuang pandangannya ke arah lain seakan muak dengan sesuatu.

"Kau sudah menghubungiku seakan aku sangat tak tau aturan. Kau hanya datang lebih awal dariku." Kei mengeluarkan sebatang rokok dari tempatnya dan mulai membakar dengan pematik.

Kepulan ia semburkan ke arah depan tak menghiraukan ada perempuan yang tengah menunggunya dengan sabar.

Kei menatap perempuan di hadapannya dengan lebih serius setelah memisahkan batang rokok dari bibirnya. "Kau masih ingin berada di sampingku atau tidak? Aku merasakan ketulusanmu saat bersamaku. Kurasa kejadian sore tadi akan sering Kau jumpai. Kau akan banyak mengalah pada orang yang kuanggap lebih penting darimu." Pandangan Kei tertuju pada jemarinya yang menyentil sisi batang rokok yang mulai berabu hingga luruh meninggalkan bara tembakau.

Kei mendongak karena merasa tak juga mendengar jawaban dari perempuan di hadapannya. Menatap penuh intimidasi mencari jawaban dari sang teman kencannya.

The PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang