XI. Menjelang Liburan

357 72 1
                                    

Semester kali ini terasa sangat singkat namun berkesan bagi Zea. Ia telah menyelesaikan detensinya bersama Draco beberapa minggu yang lalu. Lelaki itu tidak hanya mengejari Zea membuat Monstatorem Potion, namun juga mengajari gadis Gryffindor itu membuat potion yang lain. Profesor Snape benar, lelaki itu tidak hanya menyebalkan namun juga jenius.

Pelajaran-pelajaran lain dibantu oleh Hermione, Harry, Ron, Fred dan George, bahkan Percy. Zea tidak menyangkal bahwa keluarga Weasley memiliki kecerdasan yang lumayan juga. Tidak sepintar Hermione, tapi tetap saja masing-masing di antara mereka memiliki potensi masing-masing. Misalnya Percy jago di bidang Aritmatika, Ron di bidang Spell, Fred dan George di pelajaran terbang dan Quidditch, dan juga Ginny. Jangan lupakan gadis yang selalu 'on-fire' satu itu.

Luka-luka di tubuh Zea juga sudah sembuh sepenuhnya. Pulih cukup cepat untuk ukuran luka separah itu. Namun satu hal yang masih menganggu pikiran Zea adalah, Remus belum mengirimkan surat untuknya sejak sepotong perkamen yang lelaki itu tinggalkan padanya sesaat sebelum meninggalkan Hogwarts tanpa berpamitan.

Gadis itu kembali memakan pudingnya dengan bersungut-sungut. Memikirkan Remus memang selalu sukses membuat gadis itu uring-uringan sepanjang hari.

"Bisakah kau makan dengan wajah biasa saja. Kau selalu saja menampilkan wajah kusut mu setiap kali makan malam." Ucap Fred.

"Aku memikirkan Remus, Fred. Awas saja kalau bertemu nanti, aku akan memberinya pelajaran." Ucap Zea sambil menyuapkan satu sendok penuh puding berwarna merah muda ke dalam mulutnya.

"Dia mungkin sibuk. Lagi pula ada kami, apa bedanya." Balas Fred. Zea hanya mengendikkan bahu, "kau tidak akan pernah mengerti." Ucap gadis itu.

Ginny yang baru saja datang langsung duduk di dekat Zea. Menyela gadis berambut ikal itu dengan kakak laki-lakinya. Wajahnya berbinar-binar, nampak tengah sangat bahagia.

"Tebak lah apa yang membuatku bahagia." Katanya sambil senantiasa tersenyum.

"Mom memberikanmu uang saku lebih?" Sahut George. Ginny menggeleng.

"Kau menang lotere?" Fred menyambung. Ginny tetap menggeleng.

"Kau... Kau dapat hadiah uang dari seseorang?" Timpal George. Ginny menggeleng lebih kuat, "kalian ini kenapa sih? Pikiran kalian tidak jauh-jauh dari uang ya?" Ucap Ginny dengan kesal.

Zea mendengarkan kakak beradik tersebut dengan malas, "kau punya pacar baru lagi ya?" Tebak Zea dengan asal. Sedangkan Ginny langsung berteriak dengan semangat.

"Hei, dari mana kau tahu?"

"Menebak saja. Tingkah laku orang kasmaran kan selalu begitu. Aneh, seperti dirimu saat ini." Ucap Zea. Gadis itu kembali menyendok kan pudingnya yang tinggal seperempat.

"Lelaki mana lagi sekarang?" Fred menanyai Ginny dengan nada serius. Sepasang kembar itu mungkin saja terlihat cuek dan menyebalkan, namun jika itu menyangkut Ginny, mereka akan berubah layaknya monster yang posesif.

"Ravenclaw. Ah dia sangat manis." Ucap Ginny dengan mata berbinar.

"Siapa namanya?"

"Apa dia baik?"

"Apa dia pintar?"

"Yang terpenting, apakah dia kaya?"

Kedua lelaki dengan wajah identik tersebut menyerang Ginny dengan berbagai pertanyaan. Zea memilih tidak memperhatikan. Gadis itu fokus untuk menghabiskan makanannya sebelum Hermione datang dengan setumpuk buku di tangannya.

"Yang benar saja Hermione, kau membawa buku di saat kami semua sedang makan?" Ucap Ron yang saat itu duduk di samping kiri Zea.

"Memangnya kenapa? Kita sebentar lagi ujian, Ron. Uhh, rasanya aku sangat stres." Balas gadis dengan rambut mengembang itu.

Last DescendantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang