Zea sedang membereskan kopernya saat suara teriakan bersahut-sahutan terdengar dari arah kamar Fred dan George. Zea yang kamarnya berada di lantai tiga harus naik satu lantai untuk dapat melihat apa yang terjadi di sana.
"Cukup sudah! Kesabaran ku sudah habis! Kalian benar-benar bebal, tidak bisa diberi tahu. Sudah berapa kali ku bilang agar kalian berhenti melakukan ini?" Suara Molly yang cempreng terdengar mengerikan saat tengah murka.
"Mom, kami mencoba mendapatkan penghasilan. Lagi pula kami menyukainya. Apa yang salah?" Ucap Fred membantah. Sementara George menatap nanar pada abu bekas perkamen pesanan mereka yang telah terbakar habis. Nampaknya Molly mencoba menggagalkan usaha mereka untuk menjual barang-barang prank lagi.
"Apa yang salah? Apa kau mabuk saat ini? Kau tidak sadar burung hantu Hogwarts mengirimkan surat peringatan padaku lebih deras daripada air yang mengalir? Benar-benar!"
"Mom! Kami hanya ingin membantu menghasilkan uang!" Jawab Fred. Lelaki itu berteriak. Tak lagi bisa menahan emosi.
"Menghasilkan uang adalah tanggung jawab ayahmu. Kalian hanya perlu bersekolah dan menyiapkan diri untuk bekerja dengan di kementerian!"
Molly nampak kehilangan kesabaran. Direbutnya beberapa permen lidah liar, coklat pembuat muntah, tongkat sihir imitasi, dan alat-alat lain yang difungsikan untuk prank. Wanita itu kemudian membanting barang-barang itu begitu saja. Ia berhasil menginjak beberapa permen dan coklat. Menyebabkan lantai kamar kedua anak kembarnya menjadi kotor dan rusuh.
"Mom. Apa-apaan sih?!" George langsung menghambur menuju lantai. Menatap sendu pada hasil karya keduanya yang telah hancur.
"Itu peringatan terakhir dariku. Singkirkan semua barang-barang tidak berguna ini. Aku ingin melihat semuanya bersih besok!" Ucap Molly. Ibu tujuh anak tersebut langsung melangkah turun dengan emosi yang masih meledak-ledak, melewati Zea yang mematung di ambang pintu begitu saja.
"Hey, perlu bantuan George?" Ucap Zea sambil menuju ke arah George yang masih terduduk di lantai. Sementara Fred terduduk di tempat tidur sambil memijit pangkal hidungnya dengan pelan.
"Tak perlu, Zea. Aku bisa." Ucap George lemah. Tangannya mengumpulkan beberapa barang yang masih bisa terselamatkan.
"Tak apa. Aku akan membersihkannya. Duduklah. Kau pasti terkejut kan?" Ucap Zea dengan perhatian. George memilih mengalah. Lelaki itu tidak bergeming namun tidak lagi memunguti barang-barang buatan mereka.
"Aku sungguh tidak mengerti. Kenapa mom melarang kami sampai seperti ini. Tujuan kami baik, Zea. Kami hanya ingin membantu menghasilkan uang." Jawab Fred. Lelaki itu nampak sama putus asanya dengan George.
"Iya aku tahu. Mungkin Molly hanya khawatir atas pendidikan kalian. Tahun depan sudah tahun terakhir bukan? Bertahanlah sebentar lagi." Ucap Zea. Keduanya masih murung, nampak tidak terpengaruh. Gadis itu kembali memutar akalnya, mencari cara agar kedua lelaki identik di depannya bisa kembali tersenyum. Merasa lebih baik, setidaknya.
"Begini saja, kalian tidak perlu membuang produk kalian." Kata Zea. Fred dan George melirik dengan lemah.
"Mom akan memeriksa kamar ini besok pagi. Bagaimana bisa tidak di buang?" Ucap salah satunya.
"Taruh saja di tas dan letakkan di samping koper ku. Ketika Molly bertanya aku akan mengatakan bahwa tas itu adalah milikku. Ku rasa Molly tidak akan begitu saja membukanya." Jelas Zea. Hal ini sekaligus membuat keduanya sedikit nyengir.
"Kau akan mendukung kami? Begitu?" Fred berseru dengan senang.
"Tentu saja. Asal kalian tidak akan melibatkan ku dalam masalah besar dengan Molly setelahnya. Ibumu sangat menyeramkan jika sedang marah." Ucap Zea sambil tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Descendant
FanfictionZeannes Jade Xavore. Seorang animagus yang mengambil wujud elang berekor emas. Dirinya tentu bukan sengaja menjadikan tubuhnya sebagai animagus, melainkan memang sudah menjadi kemampuan spesial yang turun menurun dari keluarganya. Saat dirinya berus...