XXXIV. Misi 7 Potter

182 34 5
                                    

Dan selama liburan musim panas terjadi, Zea kembali berada di sana, markas Orde of Phoenix yang baru di Burrow. Segalanya berjalan seperti biasa. Fred dan George yang semakin sibuk dengan toko lelucon, Rapat orde yang semakin sering dilakukan menjelang rencana pemindahan Harry dari Privet Drive ke Burrow, Molly yang selalu sibuk menyiapkan makanan bagi keluarga dan anggota orde yang bisa datang kapan saja, serta kedatangan Hermione.

Ya, gadis itu memutuskan untuk tetap tinggal. Tekadnya untuk menemani Harry dalam perburuan Horcrux sudah bulat. Ia bahkan memanipulasi ingatan kedua orang tua muggle nya dan datang ke Burrow dengan hati yang mencelos luar biasa. Meskipun begitu, gadis itu tetap teguh untuk membantu Harry, sahabatnya.

Zea tengah membantu Molly membersihkan piring bekas makan malam saat Remus memanggilnya. Para anggota orde sekali lagi baru saja melakukan rapat. Beberapa langsung pergi setelah selesai, namun beberapa tetap tinggal hingga makan malam, termasuk Remus dan Tonks.

"Zea, bisa aku berbicara sebentar?" Remus berdiri di samping Zea yang masih asik berkutat dengan wastafel dan piring-piring kotor.

"Tentu saja. Bicaralah Remus." Jawab Zea.

"Kurasa jangan di sini. Di halaman belakang?"

Zea mengernyit. "Kenapa harus di halaman belakang?"

"Aku perlu sedikit privasi, Zea." Kata Remus. Zea menebar pandangannya. Di sana memang masih ramai oleh anak-anak Weasley yang tengah asik bermain catur sihir.

"Baiklah. Ayo."

Setelahnya Remus berjalan mendahului Zea menuju taman belakang. Mereka berdua duduk di sebuah batang pohon yang tergeletak begitu saja di sana. Batang pohon itu ditumbuhi oleh jamur-jamur liar. Zea harus membersihkannya sebentar sebelum duduk.

"Bagaimana sekolahmu?" Remus mulai membuka suara.

"Baik. Aku lulus OWL. Tapi aku tidak akan melanjutkan NEWT ku rasa." Jawab Zea. Remus mengangguk.

"Karena Harry eh?"

"Ya. Dia bilang dia harus menyelesaikan apa yang telah dimulai oleh Dumbledore. Aku harus menemaninya kan? Tak ada yang bisa menjamin apa yang akan terjadi pada Harry dalam perjalanannya." Jawab Zea lagi. Gadis itu untuk sesaat menikmati terpaan angin malam yang membelai wajahnya dengan lembut.

"Kau benar-benar telah tumbuh menjadi gadis pemberani, Zea. Sungguh." Remus bergerak mengelus rambut ikal Zea yang masih saja terlihat indah. Sedangkan Zea tersenyum manis sebagai reaksi.

"Kau mengajakku ke sini hanya ingin mengatakan itu?"

Remus sedikit gugup setelahnya. Laki-laki itu menggaruk pipinya yang dipenuhi bekas luka cakaran. "Tidak. Um, sebenarnya ada hal lain." Ucap Remus.

"Hal lain seperti apa?"

Remus semakin terlihat gelisah. Laki-laki itu menghembuskan nafas perlahan sebelum menghadap ke arah Zea.

"Zea. Di masa-masa sulit seperti ini, mungkin agak sedikit gila untukku mengatakannya. Tapi, aku ingin meminta izin padamu. Aku mencintai Tonks, dan aku ingin menikahinya. Bagaimana menurutmu?"

Zea membulatkan kedua matanya. Mulutnya terbuka membentuk huruf O besar. Remus semakin bergerak gelisah karena Zea tidak menunjukkan respon baik seperti yang ia harapkan. Gadis itu justru melongo seperti seseorang yang bodoh dan melotot pada Remus.

"Remus kau bercanda?!"

"Sudah ku bilang kan ini gila? Apa menurutmu pernikahan kami harus di undur saja sampai situasi sudah aman?" Tanya Remus.

"Tidak, bodoh! Kau tidak lihat bagaimana bola mataku hampir keluar saat kau mengatakan berita gembira ini? Kau tentu harus menikahi Tonks secepatnya. Ah demi jenggot Merlin, do'a-do'a ku terkabul."

Last DescendantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang