"Jadi, apa yang kau lakukan disini?" Tanya lelaki itu. Dekapannya melonggar seiring gadis yang berada dipelukan nya bergerak menggeliat.
"Umm, tidak ada."
Zea menjawab singkat. Merasa malu akibat kedapatan menangis tersedu-sedu di hadapan orang lain. Belum lagi posisi tubuhnya yang bahkan sedetik yang lalu berada di dalam pelukan laki-laki jangkung yang kini turut duduk di sampingnya. Rasa-rasanya jantungnya hendak melompat dari tempatnya.
"Kau tidak akan menangis di sini kalau tidak punya masalah. Cerita saja kalau kau mau. Santai saja," Ucap lelaki itu lagi.
Zea menggeleng. Tidak mungkin kan dia bercerita tentang keluarganya. Tidak akan ada yang percaya tentang itu. Akan lebih bijak jika dia menyembunyikannya saja dan menelan semuanya sendirian.
"Kau sendiri kenapa malam-malam begini ke sini, Fred? Ku pikir Mr. Filch tidak akan keberatan memberimu detensi kalau mendapatimu."
Fred nampak meluruskan kakinya yang sedari tadi tertekuk, punggungnya bersandar pada tepian dinding, "kalau begitu jangan berisik biar tidak ketahuan." Jawabnya singkat.
Terserah dia saja lah, pikir Zea. Gadis itu sedikit memperbaiki rambutnya yang tertiup angin.
"Sebenarnya aku masih malu bertemu denganmu, Zea. Dari tadi siang aku berpikir aku akan menghindari mu saja kalau bertemu. Tapi aku malah mendapatimu di sini, sedang menangis pula." Jelas Fred. Sesuatu nampak mengganggu pikirannya. Wajahnya terlihat sedikit memerah.
"Kenapa kau berpikir ingin menghindari ku? Perasaan aku tidak melakukan apa-apa, " Balas Zea. Ada rasa tidak terima saat Fred mengatakan ingin menghindarinya.
Tidak boleh. Fred adalah satu-satunya teman yang ia punya, selain Remus tentunya.
"Astaga, kau benar-benar tidak tahu atau memang sengaja melupakannya? Demi jenggot Merlin, aku saja masih sangat malu saat menatapmu."
Zea menggaruk kepalanya, "kau ini ngomong apa sih?"
"Kejadian di kamar mandi laki-laki tadi pagi menjelang siang."
Zea meremang. Dia mengingatnya. Jadi lelaki yang tidak sengaja ia temui di bilik kamar mandi itu Fred? Wajahnya langsung memerah begitu saja saat mengingat hal itu, ia benar-benar tidak sengaja menginterupsi kegiatan sakral dari seorang Fred Weasley di kamar mandi.
Ughhh, Peeves sialan. Itu semua gara-gara hantu jahil itu.
"Tolong jangan salah paham, Fred. Aku tidak seperti itu. Aku bukan orang yang mesum tau."
Fred mengangkat satu alisnya, "kalau kau mau melihatnya bilang saja padaku, Zea. Menerobos ke kamar mandi laki-laki terlalu berisiko."
Refleks Zea memukul lengan lelaki itu, sementara Fred tertawa dengan puas sesaat setelah menggoda gadis di depannya.
"Aku bukan seperti itu, Jahe! Aku benar-benar tidak sengaja. Itu semua gara-gara Peeves. Dia mengejek Remus saat Remus mengajar. Lalu aku mengejarnya, berusaha memberinya pelajaran. Tapi dia malah masuk ke dalam kamar mandi laki-laki. " Zea bercerita dengan penuh emosi. Dia belum bertemu dengan Peeves sejak tadi siang. Lihat saja kalau ia menemukan hantu itu, dirinya tidak akan membiarkan hantu tersebut hidup dengan tenang. Yah walaupun secara teknis Peeves sudah jadi hantu sih. Artinya dia memang sudah mati bukan?
"Hahaha, baiklah aku percaya padamu bocah," Balas Fred sambil tergelak. Dirinya tidak akan memungkiri cerita Zea tentang kejahilan Peeves. "Jahe? Kau memanggilku jahe?" tanyanya.
"Rambutmu," Zea menunjuk ke arah rambut terang milik Fred. "Warnanya hangat, jahe kan hangat. Jadi rambutmu seperti Jahe karena rambutmu berwarna hangat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Descendant
FanfictionZeannes Jade Xavore. Seorang animagus yang mengambil wujud elang berekor emas. Dirinya tentu bukan sengaja menjadikan tubuhnya sebagai animagus, melainkan memang sudah menjadi kemampuan spesial yang turun menurun dari keluarganya. Saat dirinya berus...