XVI. Turnamen Triwizard

256 48 2
                                    

"Jadi, bagaimana disana?"

Zea, Harry, Ron, dan Hermione tengah duduk di salah satu kompartemen Hogwarts Express sejak beberapa saat yang lalu. Mereka bertiga masih saja membahas penyerangan yang terjadi kemarin, membuat Zea tidak tahan untuk tidak turut bergabung dalam pembicaraan tersebut.

"Mengerikan, Zea. Mengerikan. Ledakan dan api di mana-mana, para Death Eaters memunculkan diri, dan yang paling mengerikan adalah munculnya Death Mark di langit. Aku masih merinding setiap mengingatnya." Jawab Ron.

Zea mengangkat salah satu alisnya, bingung. "Aku tahu tentang Death Eaters tentu saja. Tapi bagaimana Death Mark itu?"

"Tanda itu menggantung begitu saja di langit. Berwujud seperti tengkorak besar berwarna hijau. Dari lubang mulutnya keluar asap hijau berbentuk ular raksasa. Sangat mengerikan." Hermione turut menjelaskan. Ekspresinya tak kalah ngeri. Berbeda dengan Harry, ekspresi lelaki itu nampak mengeras.

"Apa menurut kalian Lucius Malfoy adalah salah satu bagian dari Death Eaters yang menyerang kemarin?" Tanya Harry. Baik Ron maupun Hermione terdiam. Sedangkan Zea menatap dengan tambah kebingungan.

"Kau bilang Malfoy? Kau tidak asal menuduh kan Harry? Maksudku, tuduhan itu hal yang serius." Zea menatap Harry dengan ragu. Bukan jadi rahasia lagi kan jika dirinya dan anak tunggal Lucius menjadi musuh sejak tahun pertama dimulai.

"Aku tidak sepenuhnya menuduh, Zea. Hanya mencurigainya." Harry berkata dengan mantap. "Kami bertemu dengan Draco Malfoy kemarin. Anak itu mengatakan hal aneh seolah-olah dia telah mengetahui sesuatu tentang penyerangan itu sebelumnya."

Zea masih tidak mengerti, gadis itu lantas menoleh pada Ron dan Hermione untuk mencari pembenaran atas ucapan Harry. Keduanya mengangguk mengiyakan.

"Yah apapun itu, kalian masih belum memiliki bukti. Jangan ungkapkan tuduhan kalian ini pada orang lain kecuali padaku." Ucap Zea. Gadis itu bukannya melindungi Malfoy, hanya saja teman-temannya itu akan mendapat masalah jika menuduh begitu saja, apa lagi menuduh keluarga Malfoy. Jauh di dalam lubuk hatinya, gadis itu hanya ingin menjalani masa sekolahnya yang terlambat dengan tenang.

Pintu kompartemen mereka bergeser begitu saja. Mereka berempat menoleh, mendapati Seamus dan Dean berdiri di ambang pintu.

"Hai Zea." Kata Dean. Zea membalas sapaan dari lelaki bertubuh sedikit gelap tersebut.

"Zea, kau baik-baik saja kan? Tidak terluka? Penyerangan kemarin sangat brutal, banyak orang berlarian dengan panik. Lihat tanganku, bekas terinjak orang." Seamus menunjukkan punggung tangannya yang nampak lecet dan memar.

"Aku tidak datang ke sana kok. Jadi aman-aman saja." Jawab Zea. Seamus mengangguk dan tersenyum. "Syukurlah. Aku sangat mengkhawatirkan mu."

"Kami pergi dulu kalau begitu. Kami akan mencari wanita ber troley. Mau membeli sedikit cemilan." Kata Dean. "Sampai jumpa di Hogwarts."

Dan serentak, Zea, Harry, Ron, dan Hermione mengucapkan 'sampai jumpa' kembali pada Dean dan Seamus.

"Ku lihat Seamus memang menyukaimu, Zea." Ucap Ron. Zea tersenyum, "mungkin. Tapi dia tidak memiliki kesempatan ku rasa." Jawab gadis itu.

"Kau tidak menyukainya ya?" Harry turut bergabung dalam percakapan itu.

"Bagaimana aku bisa menyukainya? Aku sudah punya pacar." Zea menjawab dengan tersenyum mengembang. Sedangkan ke tiga temannya menatap dengan penasaran.

"Siapa? Katakan pada kami." Ucap Hermione, Zea hanya menggeleng. "Kalian akan tahu sendiri nanti." Kata Zea, disambut gelitikan tidak terima dari ketiga temannya yang membuat gadis tersebut tertawa kegelian.

Last DescendantTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang