Tiga puluh enam

255 30 0
                                    

"Sampai kapan kamu menyuruh aku menunggu di sini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sampai kapan kamu menyuruh aku menunggu di sini?"

Aluna mengeratkan pegangannya pada kemoceng di tangannya. Menatap Alan dengan nyalang, memperhatikan lelaki itu agar tidak mendekat padanya. Ia melirik jam dinding yang telah lama berlalu tanpa mendapatkan jawaban yang diinginkan dari mulut Alan. Hari semakin lama semakin larut namun Alan tidak juga memberikan penjelasan yang ingin Aluna dengar. Ia selalu mengatakan hal yang sama membuat Aluna merasa penantiannya sia-sia.

"Aku sudah bilang, Aluna. Kafa tidak bersamaku. Tapi dia pasti datang ke sini untuk mencarimu," ujar Alan penuh keyakinan.

Lantai dua dari tempat hiburan malam Lanza nampak sepi tidak seperti terakhir kali Aluna datang ke sana. Benar-benar lain dengan lantai satu yang menunjukkan hiruk pikuk kehidupan malam orang-orang yang perlu hiburan.

Dan diantara banyaknya ruangan di lantai dua, ruang pribadi Alan salah satunya. Tempat dimana Alan menerima Aluna setiap datang ke Lanza. Namun tidak seperti sebelumnya, Aluna lebih waspada dengan mengikutsertakan kemoceng yang diambilnya di sudut ruangan —entah mengapa berada di sana— untuk berjaga-jaga.

"Sejak kapan kamu menaruh curiga sebesar ini padaku, Aluna?" Pertanyaan itu akhirnya lolos juga dari mulut Alan. Ia yang sejak tadi hanya berdiri di samping pintu dengan melipat tangannya dan bersandar ke dinding, memandang Aluna dari kejauhan.

"Sejak kamu berbohong mengenai Fatih yang membunuh seseorang. Itu benar-benar jahat, Alan," cetus Aluna. Sekali lagi ia melirik jam dinding di ruangan Alan, bersiap untuk pergi dalam waktu dekat.

"Tapi Fatih saat ini memang tidak bersamaku, Aluna." Alan menunjukkan raut wajah santainya tanpa terlihat terintimidasi sedikitpun. "Dia akan tiba sebentar lagi."

"Bagaimana kamu tahu?" Sejak tadi, Alan selalu mengatakan hal yang sama. Hal itu juga yang menyebabkan Aluna menurut untuk dibawa ke lantai dua selagi menunggu Fatih mengingat ia tidak menyukai suasana di lantai satu Lanza yang ramai.

"Sayang sekali Alana tidak lagi muncul, ya? Padahal dia sangat menyenangkan." Alan mengalihkan topik. Ia menimpalinya, "kamu sangat kentara membenciku, Aluna. Aku kecewa."

"Aku tidak pe—"

Dor,

Dor,

Dor!

"Aaaahhkkkk!"

"Tolong!"

"Sepertinya sudah datang," ujar Alan sambil menurunkan kedua tangannya. Membuka pintu ruangannya lalu mengulurkan tangan dan mengarahkan telapak tangannya ke bawah sambil menggoyang-goyangkan tangannya. "Ayo Aluna."

"Siapa? Kenapa dibawah sepertinya ribut sekali?" tanya Aluna tidak sabaran. Ia bangkit dari duduknya, melupakan eksistensi kemoceng yang kini tergeletak di atas meja kerja Alan.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang