Tiga puluh

1.4K 75 0
                                    

"Sudah puas, Capt? Kalau belum, saya masih sanggup memberikan lawan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sudah puas, Capt? Kalau belum, saya masih sanggup memberikan lawan. Tidak ada tamu istimewa malam ini."

Alan Zaverd. Lelaki yang malam itu mengenakan setelan jas berwarna abu-abu gelap, menyeringai pada Fatih. Orang yang Fatih tunggu, akhirnya muncul juga. Hanya saja, diwaktu yang tidak tepat. Fatih kembali mengerang kesakitan.

"Haruskah saya memberi waktu untuk kapten Fatih istirahat? Saya tidak suka bersaing dengan lawan yang lemah." Alan meremehkan. Dia memberi seringai miring

Alis Fatih bertautan. Sangat kentara sekali kalau ia tersinggung dengan ucapan Alan. Fatih berusaha bangkit dari duduknya meskipun harus berpegangan pada tembok. Ia mengangkat dagunya seakan ikut mengangkat harga dirinya agar tidak terlihat rendah seperti sebelumnya.

"Hmph." Fatih menghembuskan napas kasar sekaligus menahan tawanya. "Tamu spesial yang anda maksud itu adalah pembeli senjata gelap, kan?"

Serangan lisan kini berbalik Alan hingga senyum lelaki itu mendadak pudar. Fatih tersenyum puas melihat raut wajah terkejut yang terlihat pada Alan melalui kedua alisnya yang terangkat secara bersamaan.

"Harusnya orang bertanya-tanya kenapa club malam berada di sudut gang yang sepi, kecil, sempit dan tersudut ini. Pagi hari dari jam delapan sampai jam lima sore tempat ini adalah sebuah kafe biasa. Lalu dari jam sembilan sampai jam tiga pagi, tempat ini langsung berubah menjadi sebuah club malam yang ternyata adalah markas dan pusatnya perdagangan senjata gelap. Lebih tepatnya, di lantai dua tempat ini adalah dimana transaksi pembelian itu terjadi." Tidak main-main, Fatih mengungkap informasi yang ia dapat dari anak buah Rolf sebelum mereka menghilang.

"Bahkan bila saya mendatangi anda bukan untuk Aluna, saya bisa mendatangi anda atas dasar negara. Para petugas kepolisian yang bertanya-tanya darimana pelaku pembunuhan mendapatkan senjata api padahal mereka adalah warga sipil, akan menemukan jawabannya," lanjut Fatih.

Bukannya terlihat panik atau ketakutan, Alan malah tertawa kencang sekali hingga mengagetkan Fatih. Ia lalu berkata, "lakukan saja semau Anda, Capt. Itu bukan masalah besar."

Fatih mendecih. "Berapa jumlah yang anda berikan pada orang yang seharusnya menjaga negara ini?"

"Anda tidak perlu tahu. Sudah menjadi kewajiban untuk mereka menjadi alat negara. Itu artinya, alat untuk para rakyatnya juga, kan?" Alan menyeringai lebar sambil melipat kedua tangannya di depan dada, merasa menang.

Fatih tertawa sangat lepas. Ia pun tidak menyangka bisa tertawa bebas seperti itu di saat menegangkan seperti sekarang. Baginya, perkataan Alan sangat lucu karena salah kaprah. "Ini sebabnya, kalau belajar mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sewaktu sekolah itu yang benar."

"Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum. Itu ada dalam pasal 30 tentang hak dan kewajiban warga negara," tutur Fatih dengan menekankan pada kata 'menegakkan hukum'.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang