Dua puluh

1.6K 81 0
                                    

"Ayo, Aluna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ayo, Aluna."

Bukan hanya tidak makan tetapi Aluna juga tidak bisa tidur semalaman suntuk hingga Fatih terus berada di sisinya untuk menenangkan Aluna. Pemakaman yang dilakukan keesokan harinya sangat menguras emosi dan tenaga Aluna hingga sewaktu hendak memberontak saat Fatih mengajaknya pulang karena tidak ingin beranjak dari makan mamanya sekalipun pemakaman telah selesai, Aluna tidak mampu. Ia akhirnya hanya bisa menuruti Fatih yang membawanya pulang ke rumah dengan menaiki mobil yang tentunya dibawa oleh Mang Udin.

"Mama." Semalaman Fatih mendengar panggilan yang sama yang keluar dari mulut Aluna. Suhu badan Aluna yang terus meningkat membuat Fatih semakin cemas.

"Luna, ikhlaskan, ya? Kamu pasti bisa," ucap Fatih sambil sesekali mengelap keringat dingin yang mengalir di pelipis Aluna dengan sapu tangan yang dibawanya. Wajah istrinya kini terlihat sangat pucat hingga Fatih pun melupakan bahwa dirinya sendiri juga merasa lelah.

"Mama ... " Aluna berbicara setengah berbisik. " ... pintu kamarnya ... terbuka."

Fatih mengernyitkan dahinya, heran. Ia lantas bertanya, "kenapa, Luna?"

"Pintunya terbuka itu artinya ... Mama juga berharap supaya ada orang yang masuk untuk menghentikan aksinya." Aluna kembali terisak. Air matanya yang tidak mengering meskipun semalaman keluar kini kembali mengalir di wajah Aluna sekalipun kedua mata Aluna telah memerah karena banyak menangis.

Kini hanya penyesalan yang tersisa. Hal itu membuat Fatih mencoba memahami sepedih apa perasaan Aluna saat ini. Setelah bertahun-tahun lamanya Aluna jarang bertemu mamanya dan justru di setiap pertemuan hanya pertengkaran yang terjadi, pasti banyak sekali penyesalan di hatinya. Penyesalan yang datang tanpa mampu diperbaiki karena waktu yang tidak bisa diulang.

"Mama sudah istirahat. Ia sudah tidak lelah lagi, Luna. Saya yakin itu." Fatih menarik dengan pelan kepala Aluna untuk bersandar di bahunya. Ia lalu mengelusnya dengan lembut hingga perlahan-lahan Aluna memejamkan matanya.

Bersamaan dengan itu, Fatih ikut memejam.

***

"Mas Fatih. Nona Aluna ...."

Kala sore menjelang malam, tiba-tiba Fatih dikejutkan Bi Nah dari tidurnya. Ia yang baru bisa memejamkan mata setelah semalaman begadang merasakan pusing di kepalanya begitu di paksa terbangun secara tiba-tiba.

"Kenapa, Bi?" tanya Fatih dengan panik. Ia mengusap wajahnya dengan tangan agar kesadarannya segera kembali sepenuhnya.

"Pi-pisaunya ... " Bi Nah yang kelihatan cemas menjadi sulit untuk berbicara dengan lancar. "Pisau di dapur hilang."

Buru-buru Fatih berlari ke kamar Aluna tidak peduli kakinya yang harus berkali-kali tersandung saat menaiki tangga. Tanpa meminta izin lebih dulu, Fatih masuk ke kamar Aluna untuk mengecek kondisi istrinya.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang