Empat belas

1.6K 81 0
                                    

"Nasi gorengnya enak, Bi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nasi gorengnya enak, Bi. Besok buatkan Aluna yang seperti itu lagi."

Meskipun sudah beberapa hari terakhir nafsu makan Aluna naik dengan pujian yang tiada kunjung berhenti untuk Bi Nah atas masakan buatannya, tetapi saja mengagetkan kala Bi Nah mendengar pujian yang diberikan Aluna. Begitu pula orang tua Aluna yang pagi itu turut sarapan di meja makan sebelum kembali sibuk dengan pekerjaan mereka.

Aluna hendak beranjak dari meja makan saat tiba-tiba Wanda berbicara, "kamu sedang ujian nasional kan, Aluna. Bagaimana? Apakah ada kendala?"

Mendengar itu, Aluna hanya menoleh sekilas. Ia mengambil tas sekolahnya yang berada tidak jauh darinya. Inginnya ia tidak perlu menjawab pertanyaan basa-basi dari mamanya. Namun entah mengapa hari itu ia menjawab.

"Apa peduli Mama?" Lagi-lagi, Aluna bersikap ketus pada mamanya.

Tidak diam saja, Rudi—papanya segera melotot marah pada Aluna diikuti bentakannya, "Aluna!"

Tanpa berbicara apapun lagi, Aluna keluar dari rumahnya untuk menghampiri Mang Udin. Sikapnya yang tidak acuh tanpa Aluna sadari memberikan dampak yang besar untuk mamanya.

Bukan. Bukan kekecewaan pada Aluna yang terkesan kurang ajar. Melainkan pada dirinya sendiri yang tidak mampu memberikan perhatian penuhnya pada putri satu-satunya.

***

"Itu Rafi, kan? Belum sembuh juga dia. Aku denger dia kena begal makanya sampai kena luka tembak gitu."

Aluna mengikuti arah pandang Valice dan Raya saat itu. Kedua matanya menemukan Rafi yang tengah duduk di tepi lapangan sambil mengamati timnya yang tengah bermain basket. Di tangan lelaki itu ada sebotol air minum, sebagaimana dirinya yang selalu saja kelihatan tidak pernah lupa membawanya.

"Kenapa enggak lapor polisi aja, ya? Sampai kena luka tembak gitu padahal." Raya berkomentar. Ia lalu berkata, "samperin, yuk. Penasaran aku mau tanya-tanya."

Valice mengangguk. Mungkin biasanya, Aluna akan memilih pergi dari sana. Namun entah mengapa kali ini, ia ikut berjalan menghampiri Rafi bersama Valice dan Rafi.

"Hai, Fi. Sendirian aja," sapa Valice lebih dulu. Diikuti oleh Raya, "masih belum bisa main, Fi?"

Rafi memberikan anggukan kepalanya. Ia menjawab, "tinggal masa pemulihan aja. Lagipula gue udah enggak tanding lagi. Udah ada junior-junior yang gantiin."

"Masih ngilu gue walaupun enggak lihat lukanya," ungkap Raya yang masih enggan berhenti mengobrol dengan Rafi.

Lain dengan Raya, Valice justru mendekatkan tubuhnya pada Aluna lalu berbisik, "tumben Rafi enggak nyapa kamu, Aluna?"

Sebenarnya, hal itu juga menjadi pertanyaan Aluna untuk saat ini. Lagi-lagi ia menjumpai hal yang aneh akhir-akhir ini. Sekitar dua hari yang lalu, Aluna bertemu dengan Zivan. Lelaki itu yang biasanya mengajak Aluna berbicara tentang banyak hal dengan Aluna, kali itu langsung berbalik badan sewaktu melihat Aluna berjalan tidak jauh darinya. Lalu Zav yang biasanya tidak henti-hentinya memanggil Aluna, kemarin kala Aluna menunggu Mang Udin menjemput dan bertemu Zav, jangankan memanggil, tersenyum pada Aluna pun tidak Zav lakukan.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang