Dua puluh delapan

1.4K 71 1
                                    

Aluna menghela napasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aluna menghela napasnya. Sudah selama tiga jam ia berada di balkon kamarnya. Tidak ada yang ia lakukan kecuali duduk di atas kursi dengan kedua tangan yang berada di atas meja. Tangan kanannya sejak tadi membuat goresan melalui pensil di atas buku sketsanya. Kali ini, bukan sebuah desain baju yang ia buat melainkan hanya sebuah goresan abstrak yang menciptakan warna abu-abu hitam dari pensil yang dipegangnya.

Pikiran Aluna yang tengah kalut membuatnya tidak mampu memikirkan desain seperti apa yang akan dibuatnya kali ini. Meskipun belum selihai para desainer, tetapi menggambar desain baju biasanya menjadi kesenangan tersendiri untuk Aluna. Apalagi bila membuat sketsa gaun yang selalu membuatnya puas setiap menyelesaikan desainnya.

Sayangnya untuk kali ini, jangankan untuk menggambar, memikirkan sketsanya saja tidak Aluna lakukan. Tangannya terus-menerus bergerak pada permukaan buku yang sama dan membentuk lingkaran yang semakin lama semakin besar hingga terlihat seperti benang-benang kusut serupa pikiran Aluna saat ini yang terus berputar pada hal yang sama tanpa ujung.

Hanya Fatih. Masih Fatih. Juga selalu Fatih.

Rasa takut, khawatir dan kecewa menyatu padu hingga membuat Aluna merasa kesal. Ia yang merasa takut kehilangan Fatih menjadi sadar bahwa peranan Fatih sebenarnya telah menjadi bagian penting untuk hidupnya sejak lama. Ia yang merasa khawatir pada kondisi Fatih karena kabar yang tidak kunjung didapatnya membuat Aluna mengerti seberapa berharganya kondisi Fatih yang baik-baik saja baginya. Juga rasa kecewa yang hadir dalam hatinya kala mengingat janji Fatih bahwa ia tidak akan meninggalkan Aluna dan akan terus ada di sisinya namun tidak lelaki itu tepati dan malah menghilang seenaknya.

Semua itu yang tidak bisa terpenuhi dan hanya sebuah angan-angan membuat Aluna kesal sendiri karena tidak mampu menemukan penyelesaiannya.

Karena hanya Fatih yang mampu memberikan penyelesaian dari itu semua, hanya keberadaannya di hadapan Aluna.

Namun itulah yang mengherankan. Fatih yang berjanji dengan penuh keyakinan tidak akan mengingkarinya, bagaimana bisa menghilang seolah-olah melepaskan tanggung jawab? Padahal lelaki itu tidak pernah pergi dari Aluna sejak dia menjalani pertunangan dengan Aluna kecuali untuk urusan pekerjaannya. Kali ini, bahkan Aluna harus turut mengkhawatirkan profesi Fatih yang bisa jadi kacau balau karena kepergiannya. Fatih begitu menyayangi dan menyukai pekerjaannya. Rasa-rasanya cukup riskan bila Fatih pergi tanpa memberikan kabar apa-apa.

Ada perasaan yakin di dalam hati Aluna bahwa Fatih tidak mungkin sengaja menghilang begitu saja — entah sejak kapan rasa percaya yang begitu besar itu hadir dalam diri Aluna untuk Fatih.

Mungkin sejak Aluna yang mendapatkan kepastian dari Rolf — teman Fatih — bahwa Fatih sama sekali tidak membunuh orang. Ia memang menyekap tiga serangkai — Zivan, Zav, dan Rafi — namun penyelesaian baik-baik sudah menjadi jalan keluarnya. Padahal saat itu ketika Aluna mendapatkan informasi dari Alan bahwa Fatih telah membunuh orang, Aluna sudah bersiap memutuskan hubungan mereka bila itu benar-benar terjadi.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang