Empat puluh

318 27 0
                                    

"Papa katanya mau bertemu Kafa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Papa katanya mau bertemu Kafa."

Empat kata yang keluar dari bibir Aluna selepas makan malam itu mampu membuat tubuh Fatih membeku sesaat. Ia kembali menggerakkan tubuhnya dan menolehkan kepala pada Aluna yang saat itu tengah menonton televisi sambil melipat kedua kakinya di atas sofa.

Fatih menghela napasnya. Ia sangat tahu kalau saat ini Aluna tengah mengalihkan pandangannya agar tidak bertatapan langsung dengan Fatih.

"Kapanpun itu, saya siap bertemu dengannya. Saya rasa, wajar bila beliau ingin memastikan sendiri apakah saya benar-benar suami kamu," jawab Fatih dengan mantap. Ia mengambil posisi berbaring di atas pangkuan kaki Aluna yang tengah bersila.

Mendengar jawaban Fatih, Aluna akhirnya menatap suaminya. Ia mengulum senyum tipis dengan jari-jari tangannya yang mulai sibuk memainkan rambut Fatih.

"Sangat sulit untuk kembali ke sini, Luna. Saya sempat khawatir tidak bisa menepati janji saya kepada kamu untuk kembali," tutur Fatih.

Aluna lagi-lagi terdiam. Bungkamnya ia yang cukup lama membuat Fatih harus mendongakkan kepalanya untuk melihat ekspresi wajah Aluna.

Sangat sulit bagi Fatih untuk mengartikan ekspresi wajah Aluna saat ini. Bukan karena posisinya yang tidak berhadapan langsung dengan Aluna. Namun lebih daripada itu. Banyak sekali emosi yang tergambar pada raut wajah Aluna.

"Maaf, Nona, Mas Fatih. Ada Tuan Rudi di depan."

Ucapan Bi Nah yang tiba-tiba membuat Fatih bangkit dari posisinya. Pun dengan Aluna yang lantas mengernyitkan dahi.

"Tapi ini sudah malam. Hujan pula. Kenapa Papa memaksakan diri untuk datang hari ini?" tanya Aluna sekalipun ia yakin bahwa Bi Nah tidak tahu menahu perihal alasan papanya berbuat seperti itu.

"Saya akan menyiapkan teh hangat untuknya. Apa Nona dan Mas Fatih juga ingin saya siapkan minuman hangat?" tanya Bi Nah, sesuai dugaan Aluna ia tidak menjawab pertanyaan Aluna yang tidak diketahuinya.

"Siapkan untuk Kafa juga, Bi. Saya tidak perlu," ujar Aluna sambil menarik lengan sweater rajut yang dipakainya agar menutupi telapak tangannya yang terasa dingin dan bangkit dari duduknya. Diikuti Fatih yang melangkah di belakang Aluna.

"Papa, ini sudah malam. Kenapa tidak besok saja? Hujan pula." Aluna tidak sabaran untuk menegur papanya yang kini duduk di sofa. Pakaiannya terlihat lebih santai tanpa kemeja maupun jas yang biasa membalut tubuhnya. Hanya baju lengan panjang dan celana cokelat muda miliknya.

Rudi memberikan senyuman singkat di wajahnya untuk Aluna. Ia berdiri menyambut uluran tangan Aluna yang kemudian memeluknya erat. Hubungan yang semakin akrab dapat terlihat dari sapaan mereka saat ini hingga membuat Fatih ikut tersenyum.

Tidak bertahan lama senyuman di wajah Fatih karena selepas Aluna melepas pelukannya, Rudi mengarahkan matanya yang tajam pada Fatih seolah mengintimidasinya. Hal itu membuat tubuh Fatih menegang serta menelan ludah gugup. Ia bahkan tidak mampu membuka mulut untuk menyapa mertuanya.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang