Dua puluh enam

1.4K 72 1
                                        

Aluna melangkahkan kakinya untuk meniti tangga dengan langkah cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aluna melangkahkan kakinya untuk meniti tangga dengan langkah cepat. Semalaman ia tidak bisa tertidur untuk menunggu Fatih namun sampai malam menjadi larut pun, Fatih tidak kunjung menampakkan dirinya di hadapan Aluna. Jam tiga pagi Aluna baru mampu memejamkan matanya. Itupun setelah dibantu oleh obat tidur dari Bi Nah.  Alhasil, pagi ini Aluna bangun kesiangan. Sekitar jam sembilan Aluna baru melangkahkan kakinya ke lantai satu untuk mencari Fatih yang mungkin saja sudah pulang tanpa sepengetahuan Aluna.

"Kafa dimana, Bi?" tanya Aluna pada Bi Nah yang tengah sibuk membereskan rumah bersama para pelayan yang lain.

Bi Nah menghentikan kegiatan bersih-bersihnya. Meskipun begitu, ia tetap meminta para pelayan yang lain untuk meneruskan pekerjaan mereka. Sebelum menjawab Aluna, Bi Nah diam-diam mengambil napas dalam. Ekspresi wajahnya yang sama sekali tidak menunjukkan gurat kebahagiaan melainkan sebuah kerutan di dahi sebagai pertanda kekhawatiran membuat Aluna mematung di tempatnya.

"Nona Aluna mau sarapan apa? Biar Bibi siapkan." Bi Nah justru mengalihkan pembicaraan. Ia yang memang semenjak Aluna lulus sekolah terbiasa menyiapkan sarapan selepas Aluna bangun tidur agar tetap terjaga kehangatan makanannya kini berjalan menuju dapur.

"Kenapa Bibi mengalihkan pembicaraan?" tanya Aluna yang masih enggan beralih sebelum mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.

"Nona Aluna makan dulu, ya?" Bi Nah kembali bicara dengan kedua tangan yang sibuk mengambil bahan-bahan untuk Aluna sarapan. "Bibi yakin Mas Fatih akan pulang."

Bibi yakin Mas Fatih akan pulang.

Akan.

Sebuah kata untuk sesuatu yang terjadi di masa depan namun bagi Aluna kata tersebut hanyalah sebuah ucapan semu tanpa kepastian. Tidak ada yang tahu seperti apa masa depan. Juga tidak ada yang tahu apakah si akan itu terjadi di masa depan.

Aluna tidak puas. Ia bukan ingin ditenangkan ataupun diberikan keyakinan. Aluna hanya ingin diberi kepastian nyata oleh keberadaan Fatih di hadapannya saat ini. Bukannya merasa tenang oleh ucapan Bi Nah, Aluna justru semakin cemas. Ia juga tidak berselera untuk sarapan. Perutnya terasa kenyang sekalipun belum terisi nasi sejak kemarin sore.

"Aluna kenyang, Bi," ujar Aluna yang secara tidak langsung mengatakan bahwa Bi Nah tidak perlu menyiapkan sarapan.

Bi Nah menghentikan aktivitas gerak kedua tangannya. Ia menoleh pada Aluna yang dipikirkannya akan langsung kembali ke kamarnya tetapi justru masih berada di sana dengan tangan yang memainkan serbet di atas meja dapur.

"Bukannya sudah dua puluh empat jam berlalu, ya, Bi? Bukannya harusnya kita melapor ke polisi karena Fatih tidak kunjung kembali?" Ucapan Aluna yang serupa gumaman itu terdengar jelas di telinga Bi Nah.

Bi Nah menghela napas panjang. Ia kembali menghampiri Aluna lalu memeluknya erat. Pelukan yang erat yang entah mengapa berdampak luar biasa pada perasaan Aluna.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang