Sekitar pukul sepuluh malam, ketika satu-persatu orang mulai meninggalkan ruang tengah sebagai tempat dilaksanakannya pertunangan yang luasnya serupa aula itu, Fatih justru mendapati Aluna tengah berada di dekat jendela. Gadis itu hanya terdiam sambil memandang ke luar sana. Wajahnya mendongak seperti menatap langit yang bertabur bintang-bintang kecil di atas sana.
Fatih menghampiri Aluna. Keberadaan mereka yang berada di dekat jendela seolah memisahkan diri dari keramaian yang saat itu perlahan-lahan pudar. Fatih tidak langsung mengajak Aluna bicara. Ia lebih memilih mengamati Aluna diam-diam. Memperhatikan bagaimana wajah Aluna yang biasanya terlihat pucat justru terpoles sedikit make up hingga memberikan sedikit warna pada dirinya.
Bohong bila dikatakan bahwa Fatih tidak mengetahui bahwa banyak hal yang tengah bersarang di kepala Aluna. Dari bagaimana cara gadis itu yang lebih banyak terdiam dan mengabaikan eksistensi orang-orang di sekitarnya saja sudah cukup membuat Fatih mengetahui bahwa Aluna sedang bergulat dengan pikirannya sendiri. Fatih tidak akan memaksanya. Sebagaimana yang ia katakan pada Raya dan Valice, ia juga tidak akan memaksa Aluna menceritakan apa yang tengah dipikirkannya saat ini.
Aluna memang sangat sulit untuk ditebak. Bahkan ketika hari pernikahannya ini, tidak ada yang tahu kalau Aluna masih sempat-sempatnya memikirkan siapa pembunuh dibalik kematian kakaknya. Selepas kepalanya terasa kembali pening, barulah Aluna berhenti. Ia membalikkan tubuhnya, awalnya berniat untuk segera beranjak dari sana dan masuk ke kamarnya. Namun ketika ia menemukan Fatih di sebelahnya dengan jarak yang cukup dekat, entah mengapa hal itu membuat jantungnya langsung berpacu dengan cepat. Begitupula kedua pipinya yang terasa memanas.
Melihat itu, Fatih mengulum senyumnya. Tangannya dengan beraninya menyentuh pipi gadis di sebelahnya yang memerah entah sebab apa. Buru-buru Aluna menepisnya dengan kasar hingga tangan Fatih tidak lagi berada di pipinya.
"Jangan kurang ajar," ucap Aluna dengan ketusnya. Ia hendak beranjak dari sana ketika panggilan Fatih terdengar.
"Aluna," panggil Fatih. Ia menyusul langkah Aluna yang kemudian hanya berselisih dua langkah darinya. "Apa ada sesuatu yang kamu inginkan?"
Aluna mengernyitkan dahinya. Pertunangan yang baru terjadi belum sampai dua puluh empat jam tetapi Fatih sudah bertanya-tanya seolah-olah lelaki itu akan menyerahkan semua miliknya bila Aluna memang menginginkannya.
"Saya memang hanya sopir. Tetapi saya akan berusaha untuk memenuhi apapun keinginanmu," tutur Fatih.
Lagi-lagi. Fatih membahas hal yang menurut Aluna tidak begitu penting. Ia bahkan tidak peduli apapun pekerjaan Fatih. Bahkan bila lelaki itu menganggur sekalipun, tidak ada pengaruhnya untuk Aluna, begitu menurutnya.
"Apa yang harus saya minta saat semuanya justru tersedia sebelum diminta?"
Kekecewaan lantas muncul dalam hati Fatih. Meskipun begitu, Fatih tidak mampu berbuat apa-apa. Ia harus mengakui bahwa ucapan Aluna memang ada benarnya. Orang yang memiliki kekayaan sebanyak Mama dan papanya memang tidak perlu diragukan lagi akan memberikan semua kebutuhan anaknya bahkan melebihi yang anak itu butuhkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M ALONE
Mistero / ThrillerSelf Injury, antisosial, dan trauma masa lalu semua itu Aluna miliki. Begitu banyak hal yang ia lupakan perihal masa lalu demi menjaga hari-harinya di masa kini agar tidak semakin terasa berat. Kesendirian, kesepian, serta kehilangan mampu membawany...