"Putus asa sekali, ya, Capt. Biar sekalian saya buat putus cinta."
Alan Zaverd.
Seseorang yang telah masuk dalam list orang dalam pengawasan Fatih kini masuk dalam deretan nama orang-orang yang ingin Fatih potong lidahnya agar tidak melulu berbicara omong kosong.
"Seharusnya anda percaya pada firasat anda yang selalunya tepat sasaran, Capt." Langkah Alan semakin mendekat. Seringai yang tidak pernah pudar untuk ia tunjukkan pada Fatih kini terlihat seakan menunjukkan bahwa dirinya telah menang. Ia mengangkat dagunya tinggi-tinggi dan mulai berjalan memutari Fatih —entah apa tujuannya.
"Dimana Aluna?!" bentak Fatih selepas Alan menurunkan sapu tangan yang membekap mulut Fatih, yang sama sekali tidak membuat Alan merasa takut. Ia kemudian mengancam," jangan main-main dengan saya."
Tawa renyah Alan terdengar. Sama sekali tidak dipaksakan namun jelas terasa aneh karena di situasi menegangkan seperti saat ini, lelaki itu bisa-bisanya tertawa selepas itu seakan tidak mempunyai beban hidup.
"Captain harusnya tahu di posisi mana saat ini." Alan berhenti melangkah. Ia berdiri di sebelah kanan Fatih sambil menyandarkan tangan kirinya pada sandaran kursi yang didudukin Fatih. "Posisi yang diintimidasi atau yang mengintimidasi."
Fatih tidak bisa menyangkal bahwa ucapan Alan kali ini ada benarnya. Dalam posisi terikat, sangat berbahaya bila Fatih berbesar kepala di hadapan musuh. Karena Fatih tidak bisa berbuat apa-apa ataupun menghindar bila Alan menyerangnya sewaktu-waktu.
Sayangnya, Fatih enggan menyerah. Ia terus menarik ikatan talinya dengan kuat agar terlepas sambil berkata, "anda menipu saya, kan?"
Alan tertawa lagi hingga membuat Fatih muak mendengarnya. Jika saja Fatih dalam posisi bebas, sudah ia pukul wajah Alan agar tidak lagi terlihat sesenang itu. Dengan langkah yang pelan namun tanpa rasa takut sama sekali, Alan berjalan menuju kursi yang ada di dekat pintu. Ia duduk di sana sambil memainkan potongan kayu bagian kursi yang sepertinya terlepas dari kursinya. Ukurannya cukup besar dan kuat. Ada beberapa paku di kayu itu yang kemudian dicabuti satu persatu oleh Alan dengan mudahnya.
"Miris sekali hidup anda." Fatih masih tidak mau menyerah untuk membuat Alan kesal. "Harus, ya, anda mengincar istri orang saking kesepiannya diri anda?"
Alan yang sebelumnya sudah fokus pada kayu di tangannya, melihat Fatih lagi. Sudut bibir kirinya terangkat dengan tangan yang menjatuhkan kayu besar itu. Ia justru membawa bagian kecil kayu yang sebesar jari telunjuk dengan ujung yang lancip di tangannya. Kali ini, Alan berjalan mendekat pada Fatih lagi.
"Anda benar." Bukannya menyangkal, Alan malah menyetujuinya. Jaraknya yang semakin lama semakin dekat pada Fatih membuat tubuh Fatih menegang. Ia berhenti berupaya membuka tali di tangannya dan berfokus mendengar kemana kaki Alan melangkah.
Saat sedang fokus, tiba-tiba saja ada sebuah benda yang menyentuh pipi Fatih membuat Fatih mematung. Lancip dan kuat. Benda itu menempel erat saat si pemegang semakin menekannya. Hingga akhirnya terdengar suara Alan yang terdengar sangat dekat seakan-akan lelaki itu berbicara di samping telinga Fatih, "saya juga tidak tahu, bagaimana bisa gadis yang selalunya saya temani kala keluarganya tidak memperdulikannya justru melupakan saya begitu saja dan kembali pada lelaki munafik seperti anda, Capt."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M ALONE
Mystery / ThrillerSelf Injury, antisosial, dan trauma masa lalu semua itu Aluna miliki. Begitu banyak hal yang ia lupakan perihal masa lalu demi menjaga hari-harinya di masa kini agar tidak semakin terasa berat. Kesendirian, kesepian, serta kehilangan mampu membawany...