Empat puluh delapan

351 30 2
                                    

"Aluna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aluna."

Sekali lagi, Rolfie datang ke rumah Aluna tanpa keberadaan Fatih di sana. Kali ini, Rolfie tidak datang sendirian. Ada seorang gadis cantik berambut pendek yang berada di sebelahnya. Bibirnya merah ranum, lain sekali dengan Aluna yang sangat pucat tanpa make-up.

"Silahkan duduk," ujar Aluna, mempersilahkan kedua tamunya masuk.

Rolfie masuk lebih dulu. Lain dengan sosok dibelakangnya yang justru mendekati Aluna. Ia meraih tangan Aluna lalu memeluknya dengan erat. Sangat erat sampai Aluna hanya mampu diam tak berkutik.

"Ya, udah." Perkataan Rolfie membuat gadis yang memeluk Aluna akhirnya melepaskan pelukannya. Ia tersenyum pada Aluna hingga mau tidak mau, Aluna membalasnya.

"Ini, Aluna."

Selepas ketiganya duduk, Rolfie menyodorkan sebuah benda. Bentuknya persegi, berwarna biru tua dihiasi dengan warna gold yang membuat benda itu terlihat elegan. Benda yang dibungkus plastik transparan itu diterima Aluna dengan segera.

Undangan pernikahan.

Rolfie dan Sonya.

Aluna mengigit bibirnya. Perlahan-lahan, ia mengusahakan diri agar tetap tersenyum. Meskipun sulit, seulas senyum tetap hadir di wajahnya.

Bukan, bukan karena Aluna tidak turut bahagia atas pernikahan mereka. Bukan karena Aluna yang merasa iri karena kebahagiaan mereka. Bukan juga karena Aluna merasa marah pada mereka berdua yang dengan tega-teganya bahagia di masa-masa sulit Aluna dan Fatih.

Melainkan karena senyuman yang telah lama tidak hadir di wajah Aluna. Karena sebuah senyum yang akhir-akhir ini sangat sulit untuk terbit dengan tulus. Saking sulitnya, Aluna sampai lupa kapan terakhir kali ia benar-benar melakukan hal itu setelah kepergian Fatih kali ini.

"Selamat, ya. Kalian patut bahagia," ucap Aluna yang tanpa sadar membuat pasangan di hadapannya terdiam cukup lama.

Perempuan bernama Sonya yang sebelumnya duduk bersebelahan dengan Rolfie, kini beranjak. Ia menghampiri Aluna, duduk di sebelahnya, kembali menggenggam tangan Aluna dengan erat seolah menguatkannya.

"Terima kasih," tuturnya.

"Terima kasih banyak untuk semuanya." Ia berbisik dengan suara yang gemetar.

Aluna menggelengkan kepalanya dengan pelan. Ia membalas genggaman Sonya dan berkata, "tidak perlu berterima kasih. Bukan saya yang memberikan kamu kebahagiaan. Memang sudah waktunya kalian merasakan itu."

Mendengar jawaban Aluna, tangis Sonya pecah. Ia sekali lagi memeluk Aluna dengan isakan tangis yang kuat hingga memenuhi rumah Aluna. Membuat siapapun yang menyaksikan kejadian itu hanya diam mematung, memilih tidak ikut campur.

Terkecuali Rolfie yang juga memahami seberapa kuatnya Aluna menahan diri dan emosinya dari terakhir kali pertemuan mereka. Ia hanya bisa berucap dan memanggil nama belakang Sonya, "Ya, udah."

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang