Lima

3K 155 5
                                    

"Nona Aluna sudah sadar?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nona Aluna sudah sadar?"

Suara itu terdengar di telinga Aluna sewaktu dirinya tengah berusaha membuka matanya yang sedang beradaptasi pada cahaya terang. Ia sempat merasakan pusing di kepalanya setelah berhasil membuka matanya. Oleh karena itu, ia menyempatkan diri memejamkan matanya lagi lalu membukanya kembali.

Aluna menemukan Bibi di sebelah kirinya setelah penglihatannya kembali pulih. Gurat cemas dan khawatir tergambar jelas dari wajah Bibi. Namun bukannya menjawab, Aluna malah beralih pada seorang dokter yang sudah sangat ia kenali di sebelah kanannya. Dokter yang selalu tersenyum ramah padanya hingga memberikan kehangatan pada hati Aluna setiap kali menemuinya.

"Bagaimana perasaanmu, Nak? Sudah lebih baik?" Umur dokter Adnan memang setara dengan papanya Aluna. Dibandingkan panggilan papanya untuk Aluna, panggilan dokter Adnan pada Aluna lebih hangat dan seperti seorang Ayah.

"Sudah lebih baik," jawab Aluna pada dokter Adnan.

Jawaban Aluna membuat dokter Adnan mengelus kepalanya pelan. Ia kemudian berujar, "kamu bisa menceritakan kesulitanmu pada dokter, Nak. Kamu tahu itu. Datanglah ke rumahku kapanpun kamu mau."

Selalu saja sama. Dibandingkan menyalahkan Aluna atas apa yang diperbuatnya, dokter Adnan lebih suka memberikan ruang untuk Aluna namun tidak melupakan perhatiannya pada Aluna. Dengan anggukan singkat, Aluna menjawabnya.

"Dokter pamit, ya. Jaga diri baik-baik," katanya lalu beranjak dari kamar Aluna.

Aluna bangkit dari posisi tidurnya dibantu oleh Bibi hingga ia beralih posisi menjadi terduduk. Ia menarik lengan bajunya ke atas dengan perlahan. Luka-lukanya telah diobati. Meskipun Aluna yakin bahwa luka-luka yang dirinya ciptakan pasti meninggalkan bekasnya di sana sekalipun darah tidak lagi mengalir darinya. Begitu pula telapak tangan kiri Aluna yang sudah diperban hingga menghambat sedikit pergerakannya.

"Aluna."

Panggilan itu membuat Aluna dan Bibi lantas menoleh pada pintu kamar. Dari sana, mamanya Aluna berjalan hingga sampai di sebelah Aluna. Ia memberikan isyarat kepada Bibi untuk keluar dari kamar yang kemudian langsung diturutinya tanpa berniat membantah.

"Bersiaplah," ujar mamanya. Hal itu mengingatkan Aluna pada perkataan Fatih sebelumnya yang juga menyuruhnya untuk bersiap.

Aluna tidak bisa menahan kerutan kening di dahinya. Ia bahkan tidak tahu apa yang harus dirinya persiapkan. Namun sudah dua orang yang memintanya untuk melakukan itu.

"Bersiap untuk apa?" tanyanya pada mamanya yang kini sudah duduk di tepi kasurnya.

Tangan mamanya yang terulur sempat membuat Aluna memundurkan tubuhnya. Namun mamanya yang ternyata hanya berniat meraih kepala Aluna untuk dielusnya membuat gerakan Aluna terhenti. Ia terlalu terkejut dengan gerakan tiba-tiba yang mamanya lakukan.

"Pertunangan kamu malam ini."

Sepertinya mamanya belum puas membuat Aluna terkejut dengan gerakan tangannya yang lembut di kepalanya. Mamanya juga memberikan informasi yang tidak kalah mengejutkannya untuk Aluna sampai gadis itu menyingkirkan tangan mamanya agar mamanya tahu seberapa tidak terimanya Aluna dengan informasi yang ia sampaikan.

I'M ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang