"Kenapa Bibi melihat saya sampai seperti itu?"
Sarapan pagi ini diawali dengan para pelayan yang pura-pura melewati ruang makan hanya untuk melihat wajah Fatih. Bahkan Bi Nah yang baru saja meletakkan menu sarapan di atas meja membutuhkan waktu lama sampai piring itu benar-benar diletakkan di sana. Apalagi Mang Udin yang seharusnya berada di depan rumah justru berada di dapur sambil melihat Fatih dari kejauhan.
"Maaf Tu—"
"Mas Fatih." Fatih lebih dulu menyela. "Seperti dulu, panggil saya dengan sebutan itu." Tanpa ada penekanan sama sekali, Fatih mengatakan hal itu.
"Ah, iya. Mas Fatih." Bi Nah mengulangi. Ia beranjak dari ruang makan menuju dapur yang hanya tersekat oleh dinding tanpa pintu.
"Kafa," panggil Aluna yang membuat Fatih menoleh selagi tangannya mengoleskan selai pada roti yang akan menjadi menu sarapannya pagi ini.
Fatih menjawab lebih dulu, "Iya?" Sebelum akhirnya ia memasukkan sebagian roti itu ke dalam mulutnya dalam porsi yang besar.
Dibandingkan Fatih yang sudah melahap sarapannya, Aluna justru tidak menyentuh sereal miliknya sama sekali. Ia menatap suaminya dengan lekat meskipun yang ditatap terlihat tidak menyadarinya.
"Kenapa Kafa menuruti Alan?"
Dari sekian banyaknya pertanyaan yang muncul di kepala Aluna, pertanyaan itu akhirnya lolos dari mulutnya mewakili semuanya. Butuh banyak keberanian untuk mengungkapkannya karena Aluna merasa, ia tetap harus menjaga perasaan Fatih yang sebenarnya pun masih belum menerima dirinya sepenuhnya.
"Wajah ini, saya membencinya karena kamu justru melihatnya. Bukan melihat saya."
Meskipun Fatih mengucapkan kalimat itu dengan kedua mata yang terpejam kala terbaring di sebelah Aluna, namun Aluna memahami seberapa sulitnya hal ini untuk Fatih. Oleh sebab itu, Aluna masih tidak memahami. Mengapa yang sebegitu sulitnya harus tetap Fatih turuti?
"Karena ... "Fatih menjeda ucapannya sampai roti di dalam mulutnya telah ditelan. "Mereka tidak akan mengizinkan saya pergi bila saya tidak menuruti keinginannya."
Cara bicaranya santai namun dari jeda sebentar itu, Aluna bisa melihat tatapan mata Fatih yang menyendu karenanya.
"Mereka?" tanya Aluna. Ia pun sadar kalau topik yang ia bicarakan saat ini terlalu sensitif. Aluna pun tahu bahwa semua orang yang ada di rumah itu, ikut mendengar pembicaraan mereka.
"Orang-orang Alan. Anak buahnya," jawab Fatih. Ia yang sudah menghabiskan seluruh rotinya kini bicara lagi yang Aluna yakini sebagai upaya untuk melarikan diri dari pembicaraan, "saya akan menemui Rolf hari ini."
"Rolf sudah tahu juga?" Aluna bertanya lagi.
Fatih mengambil jaket kulit yang sempat ia sampirkan di kursi ruang makan. Ia menyondongkan tubuhnya ke depan untuk meraih rambut Aluna dan mengelusnya pelan. "Belum. Saya memberitahu kamu dulu karena merasa, bila kamu saja tidak akan percaya maka orang lain pun pasti sulit percaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M ALONE
Mystery / ThrillerSelf Injury, antisosial, dan trauma masa lalu semua itu Aluna miliki. Begitu banyak hal yang ia lupakan perihal masa lalu demi menjaga hari-harinya di masa kini agar tidak semakin terasa berat. Kesendirian, kesepian, serta kehilangan mampu membawany...