Seorang gadis kecil tengah bersenandung kecil dengan kedua tangan yang sibuk memainkan boneka miliknya. Seulas senyum manis tidak lepas dari wajahnya sekalipun ia hanya duduk sendirian di depan rumahnya. Di sebelah kanannya, tepat di atas meja sana, terdapat bunga mawar yang turut menjadi alasan mengapa senyumnya selebar itu meskipun beberapa hari terakhir ia kehilangan kabar dari orang yang paling dirinya sayangi.
Ia yang terus menerus menanyakan kabar sang kakak namun tidak kunjung mendapatkan jawaban dari Mama dan papanya seolah terbujuk hanya dengan boneka besar serta bunga mawar yang harum semerbak.
Di tengah ketenangannya, tiba-tiba saja ada sebuah tangan yang terasa dingin menyentuh kulitnya di cuaca yang cerah hari itu. Tangan itu menariknya dengan kencang dan membawa gadis itu masuk ke dalam rumah dengan langkah terburu-buru.
Rambut panjang yang berwarna hitam, tangan yang sepucat dan sedingin es, napas yang memburu serta langkah kaki yang serupa diseret menjadi penggambaran untuk seseorang yang menarik tangannya. Ia begitu terkejut begitu kedua matanya menangkap wajah seseorang itu yang ternyata adalah orang yang beberapa hari terakhir telah menghilang darinya.
"Kak Alana?" gumam gadis kecil itu. Ia hampir saja memekik keras karena melihat banyak luka di sekujur tubuh kakaknya. Begitu pula wajahnya yang terlihat banyak memiliki lebam serta mengeluarkan darah segar.
"Tunggu sebentar, Aluna." Perempuan bernama Alana itu membawa masuk Aluna ke kamarnya kemudian mengeluarkan sebuah benda yang ternyata adalah kunci. Ia mengunci pintu kamar lebih dulu sebelum akhirnya berlutut dan memeluk Aluna dengan erat. Isak tangis yang terdengar darinya tidak mampu tertahankan hingga Aluna mulai ikut mengeluarkan air mata.
Dengan bibir yang bergetar, Alana kembali bicara, "Kak Alana sangat merindukan Luna. Luna baik-baik aja, kan?"
Anggukan singkat menjadi jawaban dari Aluna untuk Alana. Ia yang masih sangat terkejut dengan kondisi kakaknya tidak mampu berbicara dan tubuhnya mulai gemetar. Ia ketakutan dan juga sangat cemas.
"Jaga diri Luna baik-baik, ya?" kata Alana dengan pelan bahkan serupa bisikan. Tatapannya yang mulai terlihat sendu dan terus-menerus tidak tenang karena menatap ke arah pintu seakan mengkhawatirkan sesuatu. Dirinya seperti sedang di kejar hingga mulai berbicara pada Aluna seolah pertemuannya kali ini adalah pertemuan berarti dan kemungkinan menjadi pertemuan terakhir mereka.
"Luna juga rindu Kak Alana. Kakak dari mana?" Akhirnya Aluna mampu membuka suaranya. Rasanya tidak nyaman saat beberapa kali kakaknya menoleh ke arah pintu dengan tangan yang gemetar sewaktu memegang lengan Aluna. Rasa takut yang terdapat dalam dirinya seakan mengalir melalui sentuhannya dari kulit dinginnya ke kulit Aluna.
"Kak Alana harus memastikan kamu baik-baik saja, Luna. Tidak ada waktu lagi. Dia akan bergerak cepat untuk kemari." Sebelum Aluna menyahut, Alana lebih dulu mencium keningnya. Ia lalu memeluk Aluna dengan sangat erat dengan tangis yang tidak kunjung berhenti. Begitu melepas pelukannya, Alana merapihkan rambut panjang Aluna dan tersenyum sebisanya meskipun dengan bibir yang masih pucat dan gemetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M ALONE
Mystery / ThrillerSelf Injury, antisosial, dan trauma masa lalu semua itu Aluna miliki. Begitu banyak hal yang ia lupakan perihal masa lalu demi menjaga hari-harinya di masa kini agar tidak semakin terasa berat. Kesendirian, kesepian, serta kehilangan mampu membawany...