Self Injury, antisosial, dan trauma masa lalu semua itu Aluna miliki. Begitu banyak hal yang ia lupakan perihal masa lalu demi menjaga hari-harinya di masa kini agar tidak semakin terasa berat.
Kesendirian, kesepian, serta kehilangan mampu membawany...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Kenapa?" Mata Aluna terkilat marah. "Karena aku lebih percaya Alan dibandingkan orang yang merasa paling baik seperti Kafa."
Fatih mengusap wajahnya dengan gusar. Ia tidak percaya Aluna akan mengatakan hal itu. Tuduhan yang hari ini ia arahkan pada Fatih jelas membuktikan bahwa rasa percaya Aluna pada Fatih masih minim sekali.
"Ikut saya," ujar Fatih seperti tidak terbantahkan. Ia menarik tangan Aluna kemudian membawa gadis itu masuk ke dalam mobilnya. Dengan tergesa, Fatih menuju belakang kemudi untuk kemudian mulai menyetir.
"Mau kemana?" Kali ini pertanyaan yang sama lolos dari mulut Aluna. Ia menatap Fatih dengan curiga.
Tanpa menoleh sedikitpun pada Aluna, Fatih menjawab, "ke tempat dimana kamu akan dapat memastikan kalau saya seorang pembunuh atau bukan."
Fatih tidak bicara lagi selepas menjawab tadi. Pun dengan Aluna yang kini sibuk menduga-duga di dalam kepalanya perihal kemungkinan besar yang terjadi. Keduanya sama-sama larut pada pikiran masing-masing sampai mereka tiba di sebuah gedung pencakar langit. Di saat itu juga, Aluna harus berusaha menahan dirinya untuk tidak bertanya pada Fatih dan memilih mengikuti langkah lelaki itu memasuki sebuah perusahaan yang bertuliskan nama PT. Mahaprana di depannya.
"Aksa Fatih Adhitama. Bilang pada bos kamu." Hanya mengucapkan itu saja, dua orang resepsionis langsung mengangguk. Satunya mengambil telepon dengan cepat dan satunya lagi yang mengantarkan Fatih dan Aluna menuju salah satu ruangan dengan menaiki lift terlebih dahulu.
Begitu pintu lift terbuka, baik Fatih maupun wanita yang mengantar tadi langsung kembali melangkah hingga Aluna bersusah payah mengikutinya dengan kepala yang dipenuhi tanda tanya perihal tempat apa yang didatanginya saat ini. Ia yang seringkali tidak peduli pada pandangan orang lain bahkan sampai merasa risih pada beberapa pasang mata yang memperhatikan dirinya. Mungkin mereka keheranan melihat seorang gadis yang berpakaian seragam SMA memasuki perusahaan yang didominasi oleh laki-laki itu.
"Silahkan. Pak Rolfie ada di dalam," kata wanita yang mengantar Fatih dan Aluna tadi yang hanya mendapatkan anggukan dari Fatih.
"Ayo," ajak Fatih sambil menyelipkan jari-jari tangannya pada jari tangan Aluna. Ia berjalan memasuki sebuah ruangan disertai oleh Aluna.
"Waw, Capt. Ada apa dateng ke sini? Enggak ada flight?" Rolf menyambut kedatangan Fatih dengan tangan yang terbuka. Mereka langsung menyatukan sebelah tangan lalu menubrukkan bahu mereka satu sama lain sebagai sapaan.
Fatih tidak langsung menjawab Rolf hingga lelaki itu sendiri yang harus menyadari kehadiran Aluna di belakang Fatih. Ia menyapa, "hai, Aluna. Apa kabar?"
"Baik," jawab Aluna tanpa memberikan senyum sedikitpun mengingat pertemuan tertama kali dan terakhir kalinya dia dengan Rolf tidak berjalan dengan baik.
"Ada apa ini?" Setelah tidak mendapatkan jawaban, Rolf bertanya lagi. Ia menurut saat tiba-tiba Fatih menariknya menjauh sedikit dari Aluna kemudian berbisik padanya.