Pergi

936 38 10
                                    

Di bawah lampu jalankan yang sepi serta rintikan hujan yang kian turun secara teratur. Alya duduk sendiri, memandangi kakinya yang kini digenangi oleh air di jalanan itu. Berteman dengan mendali yang masih terkalung di lehernya.

Suara langkah mendekat menatap tak sanggup paras gadis cantik yang harus ia tinggalkan. Apalagi ia tak pernah bercerita kepada Alya jika akan pergi sejauh ini.

Satya mau mengatakan hal itu, tetapi  tak ingin membuat Alya bersedih sebelum perlombaan ini.

2 hari yang lalu

"Iya mas. Satya sehat, kamu gimana? "

"... "

Dina mengangguk, dan tersenyum. Sesekali menatap foto keluarga yang terpampang jelas di depannya itu.

".... "

"Iya, aku pikir sudah waktunya kita kembali lagi seperti dulu."

Terdengar, suara, samar samar diujung zana, dan dina kembali tersenyum.

".... "

"Aku akan bicarakan hal ini kepada Satya. Sampai jumpa. "

Tut...

Dina memutuskan sambungan telfon lalu memandangi putranya yang masih setia menyantap makan malamnya. Dengan langkah pelan Dina mendudukan diri di hadapan Satya.

Sudah hampir lima tahun dan terasa singkat jika dipikirkan penuh jauh. Merawat putra semata wayangnya sendiri setelah perceraian lima tahun yang lalu, banyak hal bersama Satya yang sudah ia lewati. Apalgi Satya tumbuh tanpa papanya. Tanpa kasih sayang papanya. Tapi hal itu tak menjadikan Satya kehilangan sosok tersebut. Meski pernah bertemu lewat ponsel, setidaknya Satya masih bisa saling bertukar pikiran.

Tetapi setelah hari ini, Dina menyadari. Sudah waktunya ia kembali seperti dulu. Setidaknya demi Satya. Dina tidak ingin melihat putranya terus bergelut dalam masalah yang pernah ia alami. Dina ingin Satya bisa bahagia. Mungkin kehidupan di New York akan jauh lebih baik. Ibu mana yang ingin anaknya terus terusan berada di pihak yang di salahkan. Apalagi masuk ke dalam  masalah keluarga Abimanyu. Tidak! Dina tidak akan membiarkan orang yang sudah membunuh sahabatnya itu membunuh putranya juga. Dina tau bagaimana sifat Abimanyu. Cukup! Cukup Salva yang menjadi korban, tidak anak anaknya atau pun Satya.

Satya merasa diperhatikan lantas menghentikan aktivitas makan malam ya.

"Ma? " Panggil Satya "mama mikirnya apa? "

Dina tersenyum dan menggeleng pelan. "Enggak, mama nggak nyangka aja, anak mama udah besar. "

Satya tersenyum dan melanjutkan aktivitasnya lagi. Satya kira Dina sedang dalam tekanan. Tidak salah kan jika Satya bertanya.

Apa mungkin aku bicara sekarang ya?, batin Dina bertanya.

Dina menggelengkan kepalanya, kenapa ia harus berfikir. Jika untuk kebaikan Satya kenapa Dina masih bingung.

"Satya " Panggil Dina membuat Satya menoleh.

"Iya ma. "

"Kamu kangen papa nggak? " Tanya Dina memastikan.

"Kangen lah ma. Memang kenapa? " Tanya Satya balik.

"Kamu mau kan jika kita tinggal sama papa lagi? "

Satya menatap mamanya dalam "siapa yang nggak mau kalau kita kumpul lagi. Lagian Satya udah lama nggak kontakan sama papa. "

Dina mengangguk, baguslah jika Satya berfikir begitu.

Alya Dairy[END✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang