Pagi ini aku berangkat sendiri. Tanpa Nathan yang menjemputku. Meski dia telah menunggu di depan rumah. Aku tetap kukuh untuk berangkat sendiri dengan menaiki angkot yang biasa aku naiki saat sebelum Nathan menjadi pacarku.
Meski aku tau, besarnya egoku mengalahkan segelaamya. Bahkan aku terkesan tak berhati untuk Nathan. Walaupun aku tau kita sudah berjanji bahwa kita tak akan bertengkar lagi.
Tapi aku hanya ingin menjauh sebentar aja sampai aku bisa melupakan rasa sakit yang tak berkesudahan.
Di sepanjang koridor aku hanya terfokus pada langkah kakiku yang terus melangkah tanpa berhenti. Banyak siswa yang menyapaku namun aku urungkan untuk membalas sapaan mereka. Hari ini memang aku terkesan cuek dan aneh.
"Kamu mau jadi apa!!!! Kemarin kamu hancurin piala di ruang BK. Sekarang kamu hilangin modem yang isinya soal ujian!!!! Mau kamu apasih!!!!.."
Suara bising itu mengalihkan pandangan Alya yang tengah fokus pada langkahnya.
"Jika kepala sekolah tau!!!! Apa yang akan saya katakan!!!!" Guru itu memegang kepalanya pusing.
Aku melihat gadis berkacamata itu tengah menundukkan kepalanya takut. Sepertinya dia telah melakukan sebuah kesalahan yang fatal sehingga guru BK memarahinya.
Oh ya aku baru ingat, aku harus cepat ke kelas sebelum Nathan menemukan keberadaanku.
Dengan cepat aku melangkahlah kakaiku menuju kelas. Kelas kini nampak sudah ramai dengan beberapa siswa yang telah fokus pada bukunya. Alya baru ingat jika hari ini ada ujian bilologi. Dan jangan khawatir Alya telah menyiapkan semuanya dengan matang.
"Alya" Panggil Salva yang baru juga sampai dikelas.
Ku balikkan badanku menatap Salvatore yang tengah memghampiriku. Tapi pandanganku langsung menangkap Nathan yang berdiri di ambang pintu sembari memandangiku dengan tatapan bersalah.
Aku hanya menggelengkan kepala pertanda tidak. Nathan tak ku izinkan masuk. Aku masih belum bisa bertemu dengannya saat ini.
"Alya... Tumben lo dateng siang?" Tanya Salva heran.
"Gue kejebak macet." Tutur Alya dengan mata yang masih setiap menatap Nathan.
"Kejebak macet? Tapi _
"Udah sal, lo mau berdiri ajak atau mau duduk. Lima menit lagi usah mau masuk bel pertama."
Salva hanya mendengus kesal. Sebenarnya perkataan itu ditujukan agar Nathan segera pergi meninggalkan kelas Alya.
" Gue pikir cepat dari pada terlambat." Kata Alya memandang Nathan.
Nathan merasa bahwa ucapan Alya benar. Nathan memang tak bisa menjadi pacar yang bisa diandalkan. Nathan langsung pergi dengan pandangan yang dipenuhi oleh rasa bersalah.
. . . .
Bel pulang berbunyi. Alya memutuskan untuk pulang cepat. Sebisa apapun Alya harus menghindar dari Nathan. Alya tergesa-gesa membereskan bukunya yang berserakan diatas meja.
Salva yang melihat Alya terburu-buru langsung menarik Alya untuk duduk kembali.
"Alya lo kenapa sih? Gue perhatiin dari tadi lo kayak berusaha untuk hindari Nathan? Lo ada masalah sama dia?"
"Emm.. Gue ada urusan lo bisa pulang bareng aja sama Nathan gue nggak bisa." Alya langsung meraih tasnya dan keluar dari kelas.
Barulah beberapa langkah Alya meninggalkan kelasnya itu, suara seseorang menghentikan langkahnya.
"Alya. Kalau lo ngindarin terus... Buat apa kita pacaran?" Pekik Nathan di sisi koridor yang telah sepi.
Alya membalikkan badannya dan menatap Nathan yang perlahan mulai maju. Hingga Nathan benar-benar berada tepat dihadapan Alya.
"Kalau lo cuma cari untung dibalik hubungan kita. Lebih baik kita udahan Nath. " Ucap Alya dengan tatapan yang berlinang air mata.
"Lo terlalu cepet ambil kesimpulan yang lo nggak tau sebenenernmya gimana?" Ketus Nathan
"Gue tau. Gue tau semuanya, dan nggak perlu lagi buat gue tau kalau lo cinta sama Salva." Alya langsung berlari pergi meningalkan Nathan yang terpaku disana.
Entah kenapa kali ini Nathan tak bisa mengejar Alya. Apa Nathan masih memiliki rasa sama Salva?. Pertanyaan yang konyol. Salva adalah masa lalu Nathan yang tak pernah Nathan dapatkan sampai sekarang.
Nathan sendri belum bisa melupakan hari dimana dirinya mengatakan cinta kepada Salva dan berakhir penolakan. Walaupun Nathan tau, kehadiran Alya justru membuat Nathan sedikit menyadari bahwa cinta tak bisa dipaksakan. Tapi cinta butuh pengorbanan dan perjuangan.
Seperti Alya yang harus Nathan perjuangkan hingga akhir masanya. Biarlah Alya yang menjadi senja untuk Nathan bukan Salva. Karna nathan tau, Alya akan selalu ada untuknya. Jatuh bangun impian nathan selama ini merupakan dukungan Alya. Hanya gadisnya itu.
"Ayo pulang," Ajak Salva yang baru saja tiba dengan tangannya merangkul lengan Nathan.
Nathan tersenyum dan melangkah untuk menuju parkiran sekolah.
Tanpa Nathan sadari, Alya belum sepenuhnya pergi dari tempat itu. Alya menatap nanar nathan yang rela Salvatore menggeliat di dekatnya. Jemari Alya meremas kuat, seolah cemburu melihat kejadian didepan matanya.
Jangan lupa vote ya guys..
Btw daringnya gimana?
Authornya udah selesai nih. Tinggal tunggu besok hihihihihi
KAMU SEDANG MEMBACA
Alya Dairy[END✔]
Teen FictionAlya Almariella, gadis kutu buku yang sangat cantik. Namun kecantikannya itu telah dimiliki oleh seorang kapten basket bernama Nathanio Dirgantara. Cowok tampan nan manis, pewaris tunggal Dirgantara Corp's. Namun Hubungan mereka terbentang oleh sebu...