15 Oktober, 2012
15:21:06"Hei, Chanye—wow, ada apa denganmu?" Baekhyun menghentikannya di depan kelas dan seketika terperanjat ketika mendongakkan kepala untuk menatapnya.
Chanyeol mengerjap-ngerjap. "Kenapa aku?"
"Sudah berapa lama kau tidak tidur?" Baekhyun berdecak-decak. "Kau kelihatan parah sekali."
Chanyeol membetulkan letak ransel gitar yang menggantung di satu bahunya. "Hm-mm. Aku agak sibuk."
"Rasanya tugas kita tidak sebanyak itu sampai kau harus begadang terus menerus."
"Ada urusan lain," jawab Chanyeol samar-samar.
Sudah berapa lama ia tidak tidur? Chanyeol tidak tahu. Ia tidak butuh tidur. Ia sudah menghapus tidur dari dua puluh empat jamnya setiap hari selama satu bulan terakhir. Tidur jadi terasa tidak penting kalau Chanyeol bisa langsung melompatinya dan lebih cepat kembali bersama Danbi. Pada titik ini, sepertinya hanya soal waktu sampai Chanyeol akan menghapus waktu untuk kelas-kelasnya juga.
Ia tidak peduli lagi. Bahkan rasa sakit tidak mengganggunya lagi. Bayangkan—Chanyeol memiliki seluruh waktu di dalam genggamannya. Sakit hanyalah harga yang tidak seberapa untuk menebus keinginannya.
Baekhyun menyilangkan tangan di dada sambil memicing penuh selidik menatapnya. "Kerja paruh waktu?"
Chanyeol sebenarnya tidak suka berbohong—sekali berbohong, ia harus terus berbohong. Tapi, ia mengangguk. Mengangguk tidak bisa dibilang berbohong. Mengangguk lebih mudah daripada menjelaskan sesuatu yang akan terdengar seperti omong kosong.
Baekhyun menerima jawaban itu tanpa banyak bertanya. "Pantas saja kau tidak pernah nongkrong lagi sekarang. Kupikir ada apa."
Chanyeol menyengir salah tingkah. "Aku akan main kapan-kapan," gumamnya.
Baekhyun menyipitkan mata dan mencondongkan badan ke depan sedikit untuk melihat lebih jelas. "Apa jangan-jangan kau sakit?" tebaknya.
"Hanya capek," bantah Chanyeol cepat.
"Yah, kalau kau bilang begitu." Baekhyun mengangkat bahu. "Jangan terlalu memaksakan diri. Awas nanti tiba-tiba kau mati."
"Tidak mungkin. Aku ini manusia super." Chanyeol memaksakan tawa hampa. Percakapan ini sudah membuang waktunya yang berharga. Ia ingin mengakhirinya sekarang. "Sampai besok, kalau begitu."
"Besok?" Baekhyun mengerutkan dahi bingung, tapi detik berikutnya ia mengerti. "Oh, besok. Waktunya kunjungan rutin ke rumah sakit."
"Iya, besok." Kaki Chanyeol sudah berputar, tidak sabar ingin beranjak dari tempatnya berdiri. "Jam 8 pagi seperti biasa."
Baekhyun mengangguk-angguk, tidak antusias. "Benar. Akhirnya penampilan terakhir, ya?"
Chanyeol yang sudah siap untuk berlari, lengket di tempat ketika mendengar ucapan Baekhyun. "Terakhir?"
"Iya. Sudah empat bulan lebih, kan?" balas Baekhyun, menyengir miring. "Tidak terasa, ya. Padahal awalnya kita semua tidak tertarik menyelesaikan tugas bodoh ini, dan tiba-tiba saja sudah selesai."
Baekhyun menepuk-nepuk bahunya sebelum meninggalkannya. Chanyeol menyingkirkan perasaan tidak enak yang meliputinya dan bergegas balik kanan.
Lalu, Chanyeol tidak ingat apa-apa.
-------
setengah cerita ini ditulis waktu umurku 21, dan tiba-tiba aja sejak saat itu udah 4 tahun berlalu, jadi sebagian awal cerita ini akan terkesan muda dan childish, dan mulai dari sini sampai akhir nanti ceritanya hanya berisi angst-dramatis-tragis-ala-ala ahahahahah bye
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Being
FanfictionKemampuan untuk mengendalikan waktu tidak bisa menyelamatkan Park Chanyeol dari perpisahan.