00:14

55 17 0
                                    

?? ???, ????
--:--:--

Chanyeol tidak pernah membayangkan akan ada hari di mana ia membuka mata dan tidak mengenali waktu—seumur hidup dirinya dan waktu sudah menjadi satu—tapi hari ini ia tahu bahwa itu mungkin terjadi.

Ia membuka mata, dan bingung.

Chanyeol berada di kamar asramanya. Sampai sejauh itu ia tahu. Ia tidak tahu kenapa atau bagaimana ia berada di sini. Ia tidak tahu jam berapa sekarang, atau hari apa. Ia tidak tahu di mana seharusnya ia berada sekarang. Ia tidak tahu apa yang terakhir ia lakukan. Pikirannya berserakan.

Chanyeol ketagihan bermain dengan waktu, sampai waktu bergantian mempermainkannya.

Ryu Danbi. Seharusnya Chanyeol pergi menemuinya. Ia baru menyelesaikan kelasnya. Apakah ia sudah pergi menemui Danbi?

Pertunjukan di rumah sakit. Pertunjukan terakhir, kata Baekhyun... mereka seharusnya menghadiri pertunjukan itu. Besok. Atau hari ini? Hari apa sekarang?

Ponsel. Chanyeol mencari ponsel. Benda itu syukurnya ada di saku celananya. Ketika mengeluarkan ponselnya, ia tidak sengaja ikut mengeluarkan sepotong kertas merah muda pucat yang familiar. Chanyeol butuh beberapa saat untuk mengenali gelang kertas dari rumah sakit. Itu seharusnya gelang identitas Danbi.

Benar, itu milik gadis itu. Ada nama kecil dan nama keluarganya yang dicoret-coret. Entah kenapa dan bagaimana gelang rumah sakit itu ada di sakunya.

Ponselnya mati. Chanyeol mencoba menyalakannya tanpa hasil. Kehabisan baterai. Sudah berapa lama sejak terakhir kali benda itu menyala?

Chanyeol mencari kabel pengisi daya sebelum menyambungkannya ke stop kontak listrik. Butuh beberapa saat sampai layar ponselnya menyala lagi. Selagi menunggu, Chanyeol mengangkat kepala ke arah jendela sempit di dinding kamarnya. Sinar matahari di luar menunjukkan bahwa saat itu pasti setidaknya sudah tengah hari. Chanyeol tidak bisa mengira-ngira. Ketidaktahuan ini mengesalkan. Ia tidak biasa merasa buta.

Baru saja mendapat jaringan kembali, ponselnya langsung bergetar. Chanyeol melihat nama kontak Jongdae di layar sebelum menerima panggilan tiba-tiba itu.

Jongdae menyerbunya bahkan tanpa berkata 'halo', "Astaga, baru kau jawab teleponmu sekarang? Ke mana saja kau? Apa yang terjadi? Kau membuat semua orang ketakutan. Di mana kau sekarang?"

Sudah berapa lama tepatnya Chanyeol tidak bicara dengan orang lain? Sampai mendengar suara Jongdae lewat telepon seperti ini saja membuat kepalanya berdenyut-denyut. "Aku juga tidak yakin," gumamnya sambil memijat-mijat pangkal hidungnya.

"Tidak yakin? Apanya yang tidak yakin?" balas Jongdae berapi-rapi. "Empat hari, Park Chanyeol. Orang tidak bisa menghilang begitu saja selama empat hari. Jawab dulu pertanyaanku, di mana kau sekarang?"

Kata-kata itu seperti sambaran petir di kepala Chanyeol. "Berapa lama katamu?"

"Empat hari."

Jantung Chanyeol serasa dicengkeram. "Jam berapa sekarang?"

"Sekitar jam delapan, kurasa?" jawab Jongdae, berhenti sejenak seolah sedang mengecek. "Oh, sudah delapan lewat dua puluh ternyata. Kenapa? Kau baru sadar kau kesiangan?"

Chanyeol mengabaikan gurauannya. "Tanggal berapa sekarang?"

"Sembilan belas Oktober."

Sembilan belas! "Bagaimana dengan kunjungan ke rumah sakit?"

"Kau tahu-tahu muncul setelah menghilang tanpa jejak selama berhari-hari, dan hal pertama yang kau tanyakan adalah tugas itu? Kau sungguh penuh dedikasi." Jongdae tertawa dari ujung lain sambungan.

Chanyeol tidak ikut tertawa. "Bagaimana kunjungannya?" ulangnya.

"Yah, aku dan Baekhyun sudah menyelesaikan pertunjukkan terakhir itu cuma berdua," Jongdae menjawab. Ia akhirnya menyadari Chanyeol tidak sedang berminat bercanda. "Kau menghilang terlalu mendadak, sulit mencari gitaris pengganti di hari H. Jadi, kami lanjut saja."

"Pertunjukannya lancar?"

"Lumayan. Oh, kau ingat gadis itu? Yang suka memelototimu itu."

Chanyeol bersumpah jantungnya nyaris berhenti ketika mendengar Jongdae menyebut-nyebut Danbi. "Kenapa? Dia ada di sana, kan?"

"Tentu saja ada. Malahan dia mendadak kambuh di hari pertunjukkan."

Napas Chanyeol tercekat di tenggorokan. Kambuh? Ia berusaha menelan agar bisa bertanya, "Kambuh bagaimana maksudnya?"

"Aku dan Baekhyun baru saja akan mulai bernyanyi, lalu kulihat dia menatapku. Omong-omong, kau benar soal tatapannya. Memang seram. Pokoknya dia menatapku, jadi aku melambaikan tangan ke arahnya. Lalu, tahu-tahu dia histeris. Seluruh rumah sakit heboh."

Tarik napas. Chanyeol harus bernapas. "Histeris?"

"Iya. Dia menjerit-jerit, entah menjeritkan apa. Kata-katanya tidak jelas. Setidaknya butuh tiga orang perawat untuk mengendalikannya. Mengerikan."

"Lalu bagaimana?"

Jongdae terdiam sejenak. "Aku dan Baekhyun buru-buru mulai bernyanyi supaya suasananya membaik. Mereka membawa gadis itu masuk. Katanya—"

Chanyeol tidak mendengarkan sisa ceritanya. Dengan sambungan telepon belum juga diputus, ia sudah menyambar tas dan melangkah lebar-lebar meninggalkan asrama. Ia sudah pernah melihat sekilas Danbi histeris. Itu terjadi pada masa lalu yang telah berubah. Imaji mengerikan itu tidak pernah meninggalkan ingatannya, tidak peduli sebaik apa ia mengubah kejadian.

Empat hari. Chanyeol kehilangan empat hari tanpa ia sadari. Apa yang sedang terjadi padanya?

Tapi, Chanyeol menyingkirkan masalah itu ke sudut lain dalam kepalanya. Pikirannya dipenuhi kabut rasa cemas untuk hal lain. Danbi. Chanyeol harus menemui Danbi.

Time BeingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang