00:37

71 18 7
                                    

12 Juni, 2012
06:55:55

Masih pagi. Terlalu pagi untuk pengunjung. Tapi, Chanyeol menolak untuk dihentikan. Ia akan memaksa kalau memang perlu.

Gadis itu ada di halaman belakang, duduk di bangku taman favoritnya di bawah pohon apel. Ia tidak pernah tahan gerahnya berada di dalam kamar, tapi juga tidak suka kulitnya diterpa panas matahari. Jadi di bangku inilah ia menghabiskan waktu. Ia bisa duduk di sana sepanjang hari selama musim panas.

Chanyeol berhenti berjalan tepat di hadapannya. Danbi mengangkat kepala begitu menyadari kedatangannya. Mata mereka berserobok.

"Hai," Chanyeol memulai percakapan pertama mereka setelah bertahun-tahun. "Kau akan berpikir aku gila, tapi aku tahu siapa kau dan apa yang kau lihat."

Chanyeol mengenali perasaan heran dan curiga yang dilontarkan gadis itu lewat tatapannya.

"Namamu Danbi, dan kau bisa melihat masa depan setiap orang lewat mata mereka. Tapi, kau tidak akan bisa melihat masa depanku," lanjut Chanyeol tenang. "Karena aku berbeda. Aku datang dari masa depan."

Danbi mengerjap-ngerjap takjub seolah ia baru menyadari perbedaan itu—bahwa ia tidak bisa melihat masa depan Chanyeol lewat matanya.

"Apa kau tidak ingin tahu siapa aku?"

Kedua alis Danbi bertaut, tapi ia tidak terlihat takut. Ia juga tidak berusaha menghindar. "Siapa kau?"

"Aku adalah laki-laki yang akan membuatmu jatuh cinta."

Kedua mata Danbi membulat, dan detik berikutnya ia meledak tertawa. Segelintir orang di sekitar mereka yang sedang mencari udara segar pagi menoleh dan menatap mereka berdua mencela. Dasar dua orang sinting, barangkali begitu pikirnya.

"Dan, aku akan jatuh cinta padamu juga," Chanyeol melanjutkan dengan cengiran lebar di wajahnya. "Perasaanku padamu sangat, sangat kuat sampai-sampai membuatku bisa memutar balik waktu."

Punggung tangan Danbi menghapus air mata yang keluar dari ekor mata karena terbahak-bahak. "Kau pasien baru, ya?" balasnya setelah derai tawanya agak mereda. "Apa kau akan menempati kamar kosong di sebelah kamarku?"

"Namaku Park Chanyeol," Chanyeol mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan. "Senang bertemu denganmu. Lagi."

Danbi berdiri dari kursinya dan menyambut uluran tangannya. "Iya, iya. Senang bertemu denganmu juga."

Tangan gadis itu dingin dalam genggamannya. Secara naluriah, Chanyeol melangkah maju selangkah lebih dekat dan melingkarkan kedua tangannya pada bahu Danbi. Memeluknya tubuhnya yang tulang terbungkus kulit erat-erat.

Lalu, waktu berhenti di sana.

Chanyeol merasa kepalanya akan meledak. Telinganya berdenging keras. Rasanya seperti seseorang baru saja mengulurkan tangannya ke dalam dada Chanyeol dan meremas jantungnya keras-keras sampai akan pecah. Tapi, Chanyeol bertahan. Ia tidak akan melepaskan waktu. Ia tidak akan melepaskan Danbi sekali lagi.

Ia akan melemparkan dirinya melewati ambang batas.

Darah menyembur dari lubang hidung dan telinganya sederas air keran. Sekujur tubuh Chanyeol perih terbakar. Rasa sakit ini melebihi apapun yang pernah Chanyeol alami. Bola matanya serasa akan melompat keluar dari tempatnya. Tulang-tulangnya pasti sudah berubah menjadi serbuk. Chanyeol tidak bisa bernapas. Paru-parunya pasti sudah mengerut sampai habis. Ditimpa reruntuhan gedung pencakar atau tercerai-berai di atas rel kereta cepat yang sedang melaju tidak akan semenyakitkan ini.

Tapi, Chanyeol tidak akan melepaskannya. Chanyeol akan menahan waktu di sana selamanya. Mereka akan tetap bersama.

Selamanya.

Lalu, kegelapan yang menyelimuti Chanyeol pudar. Penglihatannya dibutakan oleh cahaya putih. Semuanya putih.

Seiring dengan itu, rasa sakitnya pun lenyap. Kosong. Hilang bersama dengan keberadaan Chanyeol.

Selamanya.

Time BeingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang