25 Oktober, 2012
09:46:55Hari ini mereka mencoba memberikan selembar foto pada Danbi; potret berisi Chanyeol, Jongdae, dan Baekhyun yang diambil di akademi, untuk melihat apakah Danbi mungkin bisa mengenalinya di sana. Yang terjadi adalah foto itu kembali pada Chanyeol dengan tidak utuh—bagiannya tersobek, meninggalkan Jongdae dan Baekhyun saja.
"Kami masih mencari tahu apa yang terjadi padanya." Bahkan kepala perawat sudah kehabisan ide. "Mungkin akan butuh waktu. Bersabarlah."
Tidak. Chanyeol tidak punya waktu untuk bersabar. "Aku akan bicara dengannya lagi."
Kepala perawat menautkan alis. Ia mungkin keberatan, tapi mereka sama-sama tidak tahu apalagi yang bisa dilakukan. Tidak pernah ada orang yang begitu keras kepala menolak ingatan. "Jangan terlalu memaksakan diri."
Chanyeol kembali ke kamar sempit itu lagi. Danbi sedang duduk di pojok ruangan lagi. Beberapa hari ini Chanyeol tidak diizinkan melihatnya dulu karena kondisi emosional Danbi tidak stabil, dan kunjungan terakhir Chanyeol sama sekali tidak membantu.
Keadaan Danbi waktu itu dan sekarang tidak berubah. Tetap buruk. Dada Chanyeol sesak oleh rasa bersalah. Ia yakin ini salahnya. Permainannya dengan waktu secara tidak langsung mungkin telah merusak gadis itu. Sekarang Chanyeol tidak tahu bagaimana memperbaikinya.
"Hai, aku datang lagi."
Chanyeol membawa gitar. Ia duduk sedekat mungkin dengan Danbi di pojok ruangannya. Mungkin kalau ia memainkan lagu, seperti pertemuan mereka yang pertama, Danbi akan mengingatnya lagi.
Tidak ada yang terjadi. Keajaiban itu memang omong kosong.
"Apa kau tahu siapa namamu?" Chanyeol membuka pembicaraan.
Danbi mengetuk-ngetukkan kukunya ke atas lantai, meniru gerakan semut beriring. Tuk tuk tuk tuk.
"Namamu Danbi," Chanyeol menjawab sendiri setelah beberapa lama. "Tadinya Ryu Danbi, tapi aku memberimu nama keluarga baru. Nah, kau tahu tidak siapa namaku?"
Ada dengung samar dari mesin penghangat ruangan, selebihnya tidak ada apa-apa lagi.
"Aku suka bernyanyi untukmu," Chanyeol menepuk-nepuk lekukan gitar di atas pangkuannya. "Kau bilang suaraku bagus, kan? Aku juga..." Kata-katanya berhenti ketika Chanyeol menyadari bahwa tidak banyak yang bisa ia ingat. Semuanya samar-samar.
Danbi menyenandungkan You Are My Sunshine dengan sangat pelan dan patah-patah selagi melakukan entah apa yang ia lakukan, "The other night dear as. I lay sleeping. I dreamed I held. You in my arms."
Chanyeol tahu ia menghabiskan hampir seluruh waktunya di sini bersama gadis itu, tapi untuk apa dan kenapa—tidak tahu. Rasanya seperti sedang menggenggam pasir, ingatan-ingatan itu lolos dari sela-sela jarinya selagi ia berusaha mencengkeramnya lebih kuat.
"But when I awoke. Dear. I was mistaken. So I hung my head and. I cried."
Chanyeol tidak benar-benar berpikir. Ia menarik lengan Danbi agar gadis itu menghadapnya. "Sadarlah, Ryu Danbi! Apa kau tidak ingat padaku sama sekali? Ini aku. Aku Chanyeol."
Danbi mencoba menarik tangannya dari cengkeraman Chanyeol. Kepalanya tertunduk dalam-dalam.
Chanyeol meraih satu tangan Danbi dan meletakkannya di pipinya. "Lihat aku. Lihat mataku. Ini aku. Kau bisa melihatku, kan? Kau bisa menyentuhku? Aku nyata. Aku di sini. Kumohon."
Suara Chanyeol pecah karena putus asa. Napas Danbi putus-putus karena ketakutan. Tangannya yang dingin dan kurus gemetar di dalam pegangan Chanyeol. Chanyeol nyaris bisa melihat benang kewarasannya yang getas sebentar lagi akan putus jika didesak lebih jauh.
Kepala perawat berderap masuk dengan langkah tergesa-gesa dan memisahkan mereka. Ia menghardik Chanyeol dengan wajah merah padam, "Apa yang kau pikir sedang kau lakukan?"
Kepala perawat mengusirnya, dan Chanyeol tidak punya pilihan selain menurut.
***
Sebenarnya Chanyeol sudah mencoba memutar waktu kembali—dan tidak berhasil. Ia tidak tahu kenapa, dan ia tidak bisa bertanya pada siapa-siapa. Mungkin kemampuan ini punya masa dan sekarang sudah habis. Mungkin Chanyeol tidak lagi berhak atas kendali pada waktu.
Tidak.
Chanyeol hanya tidak berusaha cukup keras. Pasti ada jalan keluar dari sini. Chanyeol akan memperbaiki keadaan atau sekalian mati selagi mencoba.
Rasanya sakit sekali. Chanyeol tidak bisa terbiasa bahkan walaupun ia melakukan ini jutaan kali lagi. Tapi, kenyataan bahwa Danbi tidak mengingatnya, terlebih lagi penolakan gadis itu terhadapnya, jauh lebih tidak tertahankan dibandingkan rasa sakit ini.
Jika Chanyeol tidak bisa mundur satu hari, ia akan mundur satu minggu. Jika satu minggu juga tidak bisa, ia akan mencoba satu bulan. September. Agustus. Juli. Tahun. Dekade. Chanyeol tidak peduli ke titik mana ia melemparkan diri. Ia akan mengulang sejauh mungkin demi menemukan Danbi lagi.
Pada detik-detik ketika rasa sakit terasa akan meledakkan tengkoraknya, terbesit di dalam kepala Chanyeol bahwa; inilah alasannya. Selama bertahun-tahun ia bertanya-tanya untuk apa kendali atas waktu diletakkan di dalam genggamannya. Sekarang sepertinya ia mengerti. Siapapun atau apapun yang memberikan anugerah sekaligus kutukan ini pasti sudah tahu bahwa suatu saat nanti Chanyeol akan membutuhkannya. Mereka tahu Chanyeol akan mempertaruhkan seluruh kehidupannya untuk hari ini.
Chanyeol harus mendapatkan Ryu Danbi kembali.
Rasa sakit itu menghilang dalam gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Being
FanfictionKemampuan untuk mengendalikan waktu tidak bisa menyelamatkan Park Chanyeol dari perpisahan.