00:01

68 20 2
                                    

3 September, 2019
23:05:07

"Dan benarkah itu?" Aeri tidak hanya bertanya dengan kata-kata; sepasang mata di balik bingkai merah kacamata itu ikut menunggu jawaban Chanyeol. "Apakah waktu akhirnya menyembuhkan hatinya?"

Chanyeol tersenyum miring, ironis. "Kalau waktu benar-benar bisa menyembuhkan, aku tidak akan duduk di sini menceritakan tragedi ini padamu sekarang."

Bibir bawah Aeri mencebik. Satu jari telunjuknya terangkat untuk menggosok-gosok matanya yang kelelahan setelah menatap layar laptop berjam-jam. "Jadi, bagaimana akhir ceritanya?"

Chanyeol membuka mulut, satu detik, sebelum menutupnya lagi. Dadanya nyeri. Bagaimana akhirnya? Bagaimana Chanyeol harus mengakhiri cerita ini?

Aeri menunggu, tapi Chanyeol tidak punya jawaban untuknya.

"Menurutmu bagaimana?" akhirnya Chanyeol balas bertanya. "Aku tidak kreatif. Mungkin idemu akan lebih baik."

"Hmm..." Aeri menggumam-gumam sambil berpikir. "Berapa kalipun mencoba, si pengendali waktu tidak pernah berhasil menyelamatkan gadis rumah sakit. Gadis rumah sakit akan tetap mati. Tapi, si pengendali waktu tidak bisa melakukan ini selamanya, kan?"

"Melakukan apa?" tanya Chanyeol.

"Memutar balik waktu kembali ke awal pertemuan, mencintai gadis rumah sakit sekali lagi hanya untuk kehilangan lagi," kata Aeri. "Kemampuannya mungkin luar biasa, tapi terbatas. Si pengendali waktu sudah mulai kehilangan dirinya sendiri saat itu. Badannya melemah, daya ingatnya bermasalah. Itu semua akibat pengendalian waktu. Ya, kan?"

"Mungkin."

"Apa yang akan terjadi kalau pengendali waktu mendorong dirinya sampai ambang batas?" tanya Aeri retoris. "Bagaimana kalau dia mencoba untuk menghentikan waktu, kali ini untuk selamanya?"

Mereka sama-sama diam selama beberapa saat.

"Aku tidak tahu," Chanyeol akhirnya menjawab. "Dia mungkin akan mati."

"Romantis," komentar Aeri.

Chanyeol seketika tertawa. "Benar sekali. Sejak Romeo dan Juliet, kematian sepasang kekasih jadi akhir yang paling sempurna untuk romansa tragedi."

Aeri menyengir enggan. "Sudahlah. Akan kupikirkan lagi akhir ceritanya besok pagi saja. Sekarang aku mau tidur."

Chanyeol mengerjap-ngerjap. Sekarang justru ia yang tidak mengantuk. "Tidur sekarang? Baru jam sebelas malam."

"Aku sudah melek dari jam tiga pagi, mengerjakan cerita yang tidak selesai-selesai," Aeri menggerutu sambil menutup laptopnya dan meletakkannya sembarangan di lantai, lalu menarik selimut sampai ke dadanya. "Kau tidak mau tidur? Bukannya besok kau harus bangun pagi-pagi sekali untuk acara amal itu?"

"Oh, ya?" Chanyeol mengecek jadwal di aplikasi kalender di ponselnya. Benar, ada jadwal pertunjukkan untuk acara amal besok. Sesungguhnya tanpa Lee Aeri (dan aplikasi di ponsel), Chanyeol tidak akan sanggup mengikuti kegiatannya sehari-hari. Ingatan jangka pendeknya rusak dan tidak pernah kembali seperti semula. "Oh, benar."

Aeri menguap keras-keras—suaranya seperti lembu. "Letakkan gitarmu dan tidur."

"Seperti ibu-ibu saja," gumam Chanyeol.

"Apa katamu?" balas Aeri galak.

"Sebentar lagi," kata Chanyeol lebih jelas. "Tidur saja duluan."

"Hm-mm. Selamat malam, Parkchan."

"Selamat malam."

Tapi, lama setelah Aeri tertidur, Chanyeol masih terjaga. Pikirannya masih mengambang pada langit senja yang dipandanginya dari atas atap rumah sakit jiwa. Ingatan jangka pendeknya mungkin payah, tapi ingatan jangka panjangnya tanpa cela. Chanyeol tidak akan pernah melupakan setiap detik, setiap menit yang pernah dilaluinya dan diulangnya ratusan kali. Chanyeol tidak akan pernah melupakan seperti apa langit, seperti apa cuaca yang dirasakan kulitnya saat itu.

Terutama Chanyeol tidak akan pernah melupakan Danbi.

Sudah berapa lama sejak Chanyeol kehilangan? Enam tahun? Tujuh tahun? Chanyeol tetap hidup tanpa daya selama itu, jadi kenapa hatinya masih sakit? Kenapa waktu tidak menyembuhkannya?

Butuh berapa lama lagi sampai segalanya akan baik-baik saja?

Pada satu titik setelah melewati kematian Danbi yang tidak terhindarkan untuk kesekian kali, Chanyeol kehilangan kemampuannya untuk mengendalikan waktu. Chanyeol tidak bisa menghentikan dukanya, juga tidak bisa lagi lari kembali ke masa ketika ia bisa memeluk Danbi. Sejak itu, waktu hanya punya satu pengaturan—maju. Dan, Chanyeol dipaksa untuk bangun dan mengikutinya.

Sekarang, Chanyeol menyadari mungkin itu bukan karena ia tidak mampu. Ia hanya takut.

Chanyeol takut harus kehilangan sekali lagi. Chanyeol takut melihat Danbi yang hidup dan menyadari bahwa waktu yang mereka miliki bersama ada batasnya.

"Apa yang akan terjadi kalau pengendali waktu mendorong dirinya sampai ambang batas? Bagaimana kalau dia mencoba untuk menghentikan waktu, kali ini untuk selamanya?"

Selamanya...

Sampai kapan 'selamanya' bisa bertahan?

Chanyeol mengulurkan tangannya dengan ragu-ragu untuk merapikan anak-anak rambut di dahi Aeri yang tertidur pulas. Seolah-olah dirinyalah yang sekarang bisa melihat masa depan; Chanyeol yakin ada kehidupan yang luar biasa yang menunggu Aeri.

Walaupun Chanyeol tidak akan ada di sini untuk menyaksikannya.

Selamat tinggal.

Sekarang Chanyeol akan berlari sampai ke batas itu dan melampauinya.

Time BeingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang