00:32

200 37 8
                                    

26 Juni, 2012
12:18:20

Chanyeol baru akan menyelinap keluar dari aula untuk mengejar gadis itu dan menuntut penjelasan ketika Baekhyun menghalangi langkahnya. "Sudahlah, biarkan saja dia."

"Ini harus dihentikan," desis Chanyeol dengan rahang terkatup rapat. "Dia memperlakukanku seolah-olah aku tidak normal. Kalau ada yang tidak normal di sini, itu dia."

"Dia hanya menatapmu," bantah Baekhyun tenang. "Mereka semua begitu. Tentu saja mereka menatap, kita kan tampil untuk mereka."

"Kau harus melihat wajahnya. Itu menakutkan. Apa sih masalahnya denganku?"

Baekhyun menghela napas. Chanyeol semakin kesal. Baekhyun tidak mengerti. Tentu saja ia tidak mengerti. Bukan Baekhyun yang ditatap sepanjang waktu seolah-olah ia adalah objek observasi yang menarik bagi orang gila.

"Mungkin dia suka padamu," Baekhyun mencoba bergurau.

"Amit-amit," umpat Chanyeol, jelas tidak terhibur dengan ide sampah semacam itu. "Aku harus bicara dengannya. Pergilah duluan dengan Jongdae. Aku segera menyusul."

Baekhyun memanggilnya, tapi Chanyeol sudah melangkah lebar-lebar keluar dari aula. Ia menemukan punggung gadis itu di koridor. Dari arahnya, ia yakin gadis itu bermaksud pergi ke halaman belakang.

Chanyeol mencegatnya dan membentak, "Hentikan itu."

Gadis itu mengangkat kepala, tampak agak terkejut dengan kemunculannya yang tiba-tiba, tapi air mukanya sekejap berubah kembali normal. "Hentikan apa?"

Bisa-bisanya ia masih bertanya? Beraninya? "Memelototi orang," sembur Chanyeol. "Apa kau pernah mengenalku di suatu tempat?"

"Tidak," jawab gadis itu setelah beberapa saat. "Kurasa tidak."

"Tepat sekali, dan kau tidak punya alasan untuk mengenalku. Berhenti menatap, orang aneh. Ini bahkan tidak lucu, ini kurang ajar. Berhenti menatapku selama aku masih bicara baik-baik."

"Aku tidak—"

"Tidak menatapku? Tidak bermaksud kurang ajar?" Chanyeol bisa dibilang meludahkan kata-katanya ke wajah gadis itu. "Aku tidak peduli kau waras atau tidak, aku tetap tidak suka ditatap."

Gadis itu mengatupkan bibirnya rapat-rapat, kepalanya teleng sedikit ke kiri seolah ia sedang mempertimbangkan sesuatu. "Kau benar-benar tidak bisa dibaca."

Chanyeol meletakkan kedua tangannya di pinggang, "Kau punya masalah apa sebenarnya? Oh, aku tahu." Ia menyambar pergelangan tangan kanan gadis itu dengan kasar untuk melihat gelang rumah sakitnya. "Coba kita lihat... gangguan kecemasan, paranoid? Pantas saja kau selalu kelihatan seperti pesakitan. Otakmu mungkin terus-terusan berpikir kalau-kalau orang-orang ini akan membunuhmu, ya, kan?"

Gadis itu menarik tangannya kembali dengan kasar. Kedua bola matanya bergetar pelan. "Cukup."

Selama sedetik, Chanyeol merasa ia sudah kelewatan, tapi ia melipat tangannya di dada dan menelan bulat-bulat dorongan untuk meminta maaf. "Kau lihat? Begitulah rasanya—"

Chanyeol tidak sempat menyelesaikan kata-katanya karena gadis itu tahu-tahu mendorongnya dan berderap meninggalkan koridor itu. Pandangan terakhir yang Chanyeol lihat adalah gadis itu—Danbi, menurut nama yang tertulis pada gelangnya—memeluk dirinya sendiri dan menghilang di ujung koridor.

Ini tidak pernah terjadi.

Time BeingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang