00:13

53 18 0
                                    

19 Oktober, 2012
09:11:48

"Kami tidak tahu apa yang memicu episode ledakannya kali ini," kepala perawat menjelaskan dengan tenang dan hati-hati pada Chanyeol sambil berjalan di koridor. Wanita menjelang usia paruh baya ini sudah begitu lama menghadapi pasien-pasien yang membutuhkan penanganan khusus. Pembawaannya diatur untuk selalu penuh kendali.

"Episode pertamanya terjadi sewaktu seorang suster berusaha membantunya mandi. Danbi mengamuk begitu menatap gadis itu," kenang si kepala perawat. "Menampar, menjambak, memukul-mukul, menjerit, 'Jangan, jangan coba-coba, jangan lakukan itu' berulang kali. Kami harus menyuntiknya dengan obat penenang untuk mengendalikannya, sebelum dia mencelakakan dirinya sendiri tanpa sengaja."

Chanyeol menelan ludah. Dadanya nyeri. "Seringkah hal seperti itu terjadi?"

"Episode ledakannya? Tidak. Tidak sama sekali. Ini baru yang ketiga selama tujuh tahun terakhir, jika ingatanku benar. Karena begitu jarang, sulit menentukan apa sebenarnya yang menjadi masalahnya.

"Ryu Danbi adalah pasien yang istimewa," kepala perawat melanjutkan. "Pada hari kami menerimanya pertama kali di sini, umurnya baru tiga belas tahun. Dibanding pasien-pasien lain, dia sangat tenang. Begitu tenang sampai rasanya menakutkan. Tidak ada yang tahu bagaimana menanganinya. Dia lebih banyak diam, hanya sesekali keluar dari kamar untuk berkeliling. Kadang-kadang aku mendengarnya menggumam-gumam sendirian. Dia tidak mau berinteraksi dengan siapa-siapa. Masih begitu muda, tapi seperti orang tua yang sudah mengalami seluruh kehidupan.

"Kau adalah orang pertama yang kehadirannya bisa dia terima," kepala perawat mengakhiri ceritanya. "Perilakunya berubah drastis sejak dia berteman denganmu. Dia lebih responsif jika ditanya, dan makannya lahap. Beberapa minggu lalu kita bahkan dikejutkan oleh suara tawanya. Gadis baik."

Langkah keduanya terhenti sejenak di depan pintu kamar Danbi yang tertutup.

"Dia tidak bereaksi pada apapun sejak empat hari yang lalu. Dia nyaris tidak makan dan minum. Dia menolak bergerak dari tempatnya. Kau yakin mau menemuinya sekarang?"

Chanyeol menggangguk. Kepala perawat dengan enggan membukakan pintu.

"Usahakan untuk tidak membuatnya terkejut. Aku yakin kau tidak ingin menyaksikan proses penyuntikan obat penenang padanya."

"Suster," Chanyeol menahan diri sejenak sebelum berjalan masuk, "maaf, apa dia masih bekerja di sini? Suster yang membantu Danbi yang tadi kau ceritakan."

"Oh." Air muka kepala perawat itu diliputi duka selama sejenak. "Dia bunuh diri sekitar lima tahun yang lalu. Gadis malang. Kehidupan sungguh terlalu kejam padanya."

Kepala perawat menepuk pelan lengan Chanyeol sebagai bentuk dukungan sebelum membiarkannya masuk dan menutup pintu kamar.

Danbi tidak menunjukkan tanda-tanda menyadari kedatangan orang lain di dalam kamarnya. Ia duduk di pojok ruangan menghadap tembok. Chanyeol memerhatikan gadis itu sedang menggerak-jerakan telunjuknya di permukaan dinding seolah-olah sedang menggambar sesuatu.

Butuh seluruh pengendalian diri agar Chanyeol tidak mengguncang-guncang bahu Danbi agar gadis itu sadar. Ini salah. Gadis itu tidak linglung. Gadis itu tidak gila.

"Kau sedang apa?"

Kata-kata Chanyeol canggung. Danbi bergeming memunggunginya, seolah ia tidak mendengar apa-apa.

Chanyeol beringsut ragu-ragu lebih dekat padanya. "Kau tidak mau melihatku? Padahal aku sudah lari begitu jauh hanya untuk bertemu denganmu."

Sekarang Chanyeol ikut menekuk lutut untuk duduk di sebelah Danbi. Danbi menoleh dengan takut-takut, memicing penuh selidik seolah ia adalah hal paling ganjil yang pernah ditemukannya. Tatapan itu—asing, sinis, tidak familiar—membuat jantung Chanyeol berdenyut nyeri.

Danbi tidak mengenalinya.

"Ini aku, temanmu Chanyeol. Park Chanyeol. Aku berbagi nama keluargaku denganmu, kau ingat?"

Chanyeol mendongak saat Danbi berdiri, lantas tertatih-tatih ke sudut ruangan yang lain dan kembali berjongkok menghadap tembok seperti sebelumnya. Melihatnya berjalan, Chanyeol menyadari ada banyak lebam di kaki Danbi dan caranya berjalan terlihat seperti pergelangannya menahan sakit. Gadis itu pasti cedera saat mengamuk.

Chanyeol ikut berdiri dan menghampirinya sekali lagi. "Aku datang untuk bernyanyi di sini setiap minggu dengan dua orang temanku, Baekhyun dan Jongdae. Kau ingat mereka? Baekhyun yang kurus, pendek, suka melucu. Jongdae yang punya alis seperti ini." Ia meletakkan kedua jari telunjuknya di dahi untuk meniru alis Jongdae.

Danbi membuang muka. Ia bersenandung patah-patah, "You make me. Happy. When skies. Are grey."

"Benar, kami membawakan lagu itu waktu pertama kali ke sini," kata Chanyeol. "You Are My Sunshine. Kau suka lagu itu?"

Danbi berdiri dan berbalik lagi, meninggalkan Chanyeol untuk kembali ke sudut ruangannya yang awal. Ketika Chanyeol mengikutinya, ia bergegas pindah menghindar lagi. Lirikannya berkata Chanyeol hanya pengganggu.

Danbi tidak mengenalinya.

Chanyeol mengira ia sudah akrab dengan rasa sakit—tapi yang ini berbeda. Ini luar biasa menyakitkan.

Time BeingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang