3 September, 2019
22:53:42Tatapan Aeri sepenuhnya terfokus pada layar laptop. Ada kerutan tipis di pangkal hidungnya—tanda ia sedang luar biasa fokus. "Seperti apa rasa sakitnya?" tanyanya. "Saat mengendalikan waktu."
"Seperti memegang sepanci ramyeon yang baru mendidih dengan tangan telanjang," jawab Chanyeol setelah berpikir beberapa saat. "Tapi pancinya ada di dalam perutmu, dan kau memegangnya dengan ginjalmu, dan rasa sakitnya dua ratus kali lipat lebih terasa."
Kerutan di dahi Aeri menegas. Ia mematung selama sejenak yang terasa begitu lama, Chanyeol bisa saja salah mengira ia secara tidak sadar sudah menghentikan waktu untuk mengabadikan gadis itu di sana. Kemudian, ia kembali mengetikkan beberapa kata. Barangkali ia sedang menggambarkan kepedihan itu dengan sesuatu yang lebih puitis daripada panci ramyeon.
"Tapi kenapa?" tanya Aeri lagi.
"Apanya kenapa?"
"Kenapa harus sesakit itu?"
"Aku tidak tahu. Sudah dari sananya."
Aeri akhirnya mengangkat kepala dari layar yang menyala untuk mendelik pada Chanyeol, seolah Chanyeol adalah anak murid idiot yang baru saja salah menjawab pertanyaan satu ditambah satu. "Mana bisa begitu," katanya. "Kau harus tahu kenapa. Di dalam cerita fiksi, segalanya harus ada alasannya, dan alasannya harus masuk akal."
Chanyeol mungkin sudah terbahak-bahak seandainya dadanya tidak terlalu nyeri. Fiksi. Tentu saja. Ia berharap ini semua fiksi. Ia berharap semua mimpi buruk ini tidak pernah terjadi. "Baiklah, coba pikirkan seperti ini: kau berdiri di depan sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan seratus dua puluh kilometer per jam, dan kau berusaha menghentikannya hanya dengan kedua tanganmu. Bukan hanya mustahil, itu juga bisa membunuhmu."
Dari tampangnya, Chanyeol tahu Aeri tidak memahaminya persis. Ia sendiri tidak tahu bagaimana menjelaskannya dengan lebih baik. Sulit menggambarkan sesuatu yang tidak akan dialami oleh orang lain.
"Di film atau video musik sepertinya tidak menyiksa seperti itu," gumam Aeri.
Sudut-sudut mulut Chanyeol terangkat enggan. "Kurasa kita lebih suka meromantisasi hal-hal yang membuat kita takut. Manusia itu rapuh, kau tahu. Mengendalikan waktu adalah tanggung jawab yang terlalu besar," tambahnya. "Si pengendali waktu praktis memegang seluruh dunia dan tujuh miliar orang di dalamnya. Dia bahkan mungkin bisa mengubah sejarah kalau dia mau. Tidak ada yang sanggup menanggung kuasa sehebat itu."
Aeri mengangguk-angguk dengan tatapan sok paham. "Bisa dipahami."
Chanyeol menunggu lagi sementara Aeri kembali mengetik. Suara ketukannya keras dan penuh tenaga.
"Apa yang terjadi pada gadis rumah sakit saat si pengendali waktu menghilang?" Aeri kembali bertanya.
Chanyeol tahu Aeri tidak akan menerima jawaban 'aku tidak tahu' sekali lagi, jadi ia berusaha menyusun jawabannya dengan benar. "Si pengendali waktu punya dugaan, entah benar atau tidak. Dia menduga selama empat hari itu dia benar-benar lenyap. Lenyap dalam arti tidak pernah ada. Dia menghilang dari dunia dan ingatan semua orang, kecuali si gadis rumah sakit.
"Saat gadis itu tidak melihatnya datang untuk jadwal kunjungan menyanyi yang biasa, dia merasa ada yang salah. Lalu, kurasa gadis itu mengintip masa depan tentang pernikahan itu lagi lewat mata temannya, dan dia juga tidak bisa menemukan si pengendali waktu di sana. Pengendali waktu itu tidak ada di masa ini, di masa depan, tidak ada di mana-mana. Mungkin itu merusak keseimbangannya."
Aeri menelengkan kepala, kedua tangannya yang kurus sekarang disilangkan di depan dada. Chanyeol tidak pernah melihatnya begitu serius—kecuali saat persiapan ujian masuk ke salah satu universitas SKY (Aeri gagal, sayangnya). "Tapi kenapa dia menghilang?"
"Aku tidak tahu," jawab Chanyeol polos. Sebelum Aeri sempat memaksa lagi, Chanyeol mendahuluinya dengan berkata, "Apa kau punya dugaan kenapa?"
Aeri tampak berpikir beberapa lama. Chanyeol ingin tahu apa yang dipikirkannya. Gadis itu mungkin akan membantunya menemukan jawaban yang selama ini ia cari.
"Mungkin pengendalian waktu itu menguras kehidupannya," kata Aeri ragu. "Dia sedang memaksakan diri untuk melakukan sesuatu yang mustahil. Semakin semakin sering dia mengendalikan waktu untuk bersama dengan gadis rumah sakit itu, semakin cepat dia kehilangan dirinya sendiri. Pengendalian waktu itu mengikis dan mencerai-berai eksistensinya. Kau mengerti maksudku?"
Chanyeol tidak menjawab. Ia membiarkan otaknya mengolah satu demi satu kata-katanya.
Aeri menghela napas dan mulai memijat-mijat pelipisnya dengan jari telunjuk. "Wow, cerita ini semakin sulit saja untuk ditulis. Berantakan sekali. Aku jadi pusing."
Sudut-sudut mulut Chanyeol terangkat dengan enggan. "Lanjutkan besok saja. Aku sudah mengantuk."
Aeri menggeleng dengan keras kepala. "Nanti dulu, sudah tanggung. Apa yang terjadi selanjutnya pada mereka? Pengendali waktu itu kembali, tapi si gadis rumah sakit tidak bisa mengingatnya."
"Yah... lalu si pengendali waktu berusaha membuat gadis rumah sakit mengingatnya lagi."
"Apa dia berhasil?"
"Tidak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Time Being
ФанфикKemampuan untuk mengendalikan waktu tidak bisa menyelamatkan Park Chanyeol dari perpisahan.