00:27

172 32 1
                                    

8 Agustus, 2012
16:12:02

"Siapa cinta pertamamu?"

Cuaca panas itu dibuyarkan oleh hujan yang datang tiba-tiba. Mereka berdua tidak punya pilihan lain selain menghabiskan sisa sore di dalam kamar Danbi yang sempit dan kosong. Ini pertama kalinya Chanyeol melihat bagian dalam kamar seorang pasien. Tidak ada apa-apa yang berarti di ruangan itu. Tidak ada barang pribadi maupun sesuatu yang personal. Apakah semua pasien tinggal dalam kesepian seperti ini, atau hanya Danbi?

Pertanyaan Danbi tadi menghentikan petikan jemari Chanyeol pada senar gitar akustiknya. Ia mengangkat kepala untuk mendapati gadis itu sudah lebih dulu menatapnya dengan penuh ingin tahu. "Apa maksudnya itu?" tanya Chanyeol.

"Maksudnya aku ingin tahu siapa cinta pertamamu," balas Danbi, satu sudut bibirnya terangkat meledek.

"Kenapa kau ingin tahu?"

"Entahlah." Danbi menarik kedua kakinya ke dada dan meletakkan dagu di atas lututnya. Tatapannya lengket pada wajah Chanyeol. "Aku hanya merasa aku tidak tahu apa-apa tentangmu. Setiap kali kau berkunjung kita hanya membicarakan tentang aku."

"Dan kau memilih untuk bertanya tentang cinta pertamaku?"

"Kenapa tidak? Aku penasaran seperti apa perempuan yang kau sukai."

Chanyeol menyengir miring. "Pada saat itulah Danbi akhirnya menyadari, bahwa ia mungkin tertarik pada Park Chanyeol lebih daripada yang ia sadari," katanya dengan nada bernarasi.

Danbi memutar bola matanya dan mendengus. "Mungkin aku harus mulai dari pertanyaan-pertanyaan acak dulu yang lebih mudah seperti hobi atau tempatmu belajar... oh tunggu, itu aku sudah tahu. Hmm, kalau begitu apa warna kesukaanmu?"

"Seniorku dari sekolah menengah," kata Chanyeol. "Cinta pertamaku, maksudku. Warna kesukaanku hitam."

Danbi tersenyum simpul. "Ooh, cinta monyet! Apa dia cantik?"

"Cantik... dia gadis paling cantik seangkatan kami saat itu." Chanyeol berlagak mengenang penuh damba. "Pintar olahraga, pintar matematika, pokoknya sempurna."

Danbi mencondongkan tubuhnya penuh rasa ingin tahu. "Lalu bagaimana? Apa kau pacaran dengannya? Apa sekarang kalian masih saling berhubungan?"

Chanyeol menggeleng untuk kedua pertanyaan itu. "Kurasa aku terlalu muda, dan dia tidak menganggap serius perasaanku. Jadi, kami berteman saja."

Danbi mengerjap-ngerjap. "Bisa?"

"Apanya bisa?"

"Kau bisa hanya berteman dengan orang yang kau sukai?"

Chanyeol mengangkat bahu. "Sejujurnya, aku tidak begitu ingat. Mungkin pada saat itu rasanya memang sulit, tapi kalau kupikirkan lagi sekarang... biasa saja."

Bahu Danbi merosot kecewa. "Ternyata kata-kata mutiara soal cinta pertama yang tidak terlupakan itu hanya bohong besar," katanya.

Lesung pipi Chanyeol melesak ketika ia tersenyum lebar, bahkan sebelum ia sendiri sadar. "Kau ingin mengenalku, kan? Kalau begitu, aku akan memberitahumu sebuah rahasia tentangku."

Satu alis Danbi terangkat. "Apa?"

Chanyeol memajukan wajahnya sedikit dengan sok misterius, membuat Danbi ikut mencondongkan tubuh karena mengira Chanyeol akan membisikan sesuatu yang penting. Tapi, nyatanya ia hanya berkata, "Waktuku lebih kuat daripada ingatanku," disusul genjrengan gitar. Jreng.

Ketertarikan Danbi yang baru terbit langsung pudar oleh kekecewaan lagi. "Apa?" tuntutnya. "Rahasia macam apa itu? Apa maksudnya?"

"Tidak ada artinya." Jreng. "Tapi, kedengarannya keren, kan?"

Danbi menyambitnya dengan bantal sekuat tenaga, dan Chanyeol sontak terbahak. Danbi mau tidak mau ikut tertawa.

Time BeingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang