PART 7

3.6K 220 0
                                    

🌸{ بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ }🌸
_______________________________________

"Zidane kaki kamu kenapa sayang?." Tanya Sella.

"Tadi waktu aku beli minuman, aku suruh Zidane tunggu di mobil, waktu aku kembali Zidane udah jatuh aja, katanya karna ngejar kucing." Jelas Arsen sambil menuangkan air ke dalam gelas.

"Zidane, besok-besok kalau ikut Papa dengarkan apa yang Papa bilang ya sayang." Nasehat Arief sang Daddy.

"Hehehe iya Dad maaf, tapi udah gak sakit kok, kan udah diobatin sama kakak cantik." Tutur Zidane.

"Kakak cantik?."

Sella dan Arief bingung.

"Iya kakak cantik, kakak itu baiiik banget, tadi aja Jidan dikasih cokelat sama kakak itu."

"Emang nama kakak itu siapa?." Tanya Sella.

"Siapa ya? Jidan tak tau, tapi Kakak itu udah cantik baik lagi, Jidan pengen jumpa kakak itu lagi." Tutur Zidane.

"Nama kakak itu aja kamu tidak tahu, gimana kamu mau menemuinya lagi sayang?." Tanya Arief.

"Tapikan Papa Arsen tau kakak itu, jadi Papa Arsen aja yang cari kakak itu untuk Jidan." Celotehnya.

Arsen yang sedang minum tiba-tiba tersedak karena mendengar celotehan Zidane.

"Iya kan Papa Arsen? Papa kan selalu kasih apa yang Jidan mau." Pinta Zidane.

Sella dan Arief tertawa.

Arsen tersenyum. "Iya nanti Papa cari kakak itu, tapi Papa gak janji ya?." Jawab Arsen.

"Holeee, saayaaang Papa Arsen." Kata Zidane memeluk sambil memeluk Arsen.

🌸🌸🌸

Mobil mercy itu pun keluar dari pekarangan rumah keluarga Pujiantoro, Kamila melihatnya hingga mobil itu menjauh dan tak lagi terlihat, ia bingung kenapa orang tuanya dan juga tamu itu tadi selalu membicarakan tentang dirinya.

"Ma terus tadi kenapa Mama suruh Mila pulang?."

"Ya karena tamu Papa itu."

"Ha??." Kamila bingung, emang apa sangkut paut dengan dirinya.

"Mila ayo masuk, Papa mau bicara sama kamu."

Mereka pun masuk dan menuju ruang tengah tadi, Kamila penasaran apa yang ingin Papanya katakan, sepertinya hal yang sangat serius, tak biasa Kamila melihat Papanya bersikap seserius ini padanya.

"Kamu ingat janji kamu untuk menuruti satu permintaan Papa?."

"I...ya Mila ingat, Papa mau apa?."

"Ehm begini, tadi itu adalah teman lama Papa, dan tujuan mereka kesini adalah untuk menjadikan kamu sebagai anaknya juga, maksudnya_."

"Papa mau buang Mila? Papa udah gak mau jadi Papa Mila lagi?." Potong Kamila yang kaget mendengar pernyataan Usman.

"Bukan sayang bukan seperti itu."

"Terus kenapa Papa mau Mila jadi anak mereka?."

"Sayang makanya kamu dengerin Papa dulu." Usman menarik nafas panjang. "Kami berencana untuk menjodohkan kamu dengan anak mereka." Jelas Usman.

"Ooo Mila kira Papa mau buang Mila." Tuturnya santai.

"Mila kamu setuju?." Tanya Usman.

"Setuju? Setuju apa ya Pa?." Tanya Kamila lemot.

"Kamu setuju dengan perjodohan ini?."

"Ya setu_, hah sebentar, perjodohan? Siapa yang mau di jodohin?."

"Ya kamu Mila." Jawab Winda.

"Mila yang di jodohin?." Tanyanya lagi.

Omar dan Winda mengangguk, mereka heran melihat anaknya itu yang dari tadi tidak connect dengan pembicaraan ini.

"HAA??." Ucapnya shock.

Beberapa detik Kamila terdiam.

"Mila, Mil? Hey." Panggil Winda sambil melambaikan tangan ke hadapan wajah anaknya yang terdiam setelah menyadari hal itu.

"Papa sama Mama kok tega sih sama Mila, Mila gak mau di jodoh-jodohin." Tuturnya dengan mata berkaca-kaca.

"Gak ada penolakan ya Mila, Mama sama Papa cuma kasih tahu kamu bukan meminta persetujuan kamu, perjodohan ini akan tetap dilakukan, TITIK." Ucap Winda.

Kamila terdiam tak menjawab.

"Baguslah kalau kamu bersedia. Yasudah Papa ke ruang kerja dulu, masih ada yang mau di urusin." Kata Usman lalu meninggalkan Kamila.

Begitupun Winda setelah kata 'TITIK' itu ia langsung menuju dapur untuk menyiapkan makan siang.

"Gak! Gak bisa begini, pokonya gue nggak mau dijodohin, kalau bicara sama Mama, Mama pasti gak akan mengubah keputusannya, coba gue bicara sama Papa, siapa tahu Papa mau terima keputusan gue, Papa kan sayang gue." Benaknya lalu segera menyusul Usman ke ruang kerjanya.

Kamila tidak terima dengan rencana kedua orang tuanya ini. Ia ingin bicara serius dengan Papanya untuk menolak perjodohan ini.

"Papa." Panggil Kamila dengan suara agak lantang sebelum Papanya masuk ke ruang kerja.

"Mila? Iya ada apa sayang?." Ujar Usman dan mengurungkan niat untuk membuka pintu ruang kerjanya itu.

Tak ada senyum di wajah Kamila seperti biasanya ketika ia berbicara pada Usman.

"Mila tidak setuju dengan perjodohan ini."

Usman menarik nafas panjang dan berusaha tersenyum walau terpaksa. "Sayang kemarin kamu bilang akan mengabulkan satu permintaan Papa, inilah permintaan Papa sekarang, Papa mau kamu terima perjodohan ini."

"Iya Mila akan mengabulkan permintaan Papa, tapi bukan yang seperti ini Pa, kok Papa jadi seenaknya gitu sih?."

Perkataan Kamila membuat Usman terdiam, dadanya serasa tertusuk dengan perkataan anaknya sendiri. Tak pernah sebelumnya Kamila mengeluarkan perkataan yang membuat Papanya kecewa.

"Kamila sayang, cuma ini yang Papa minta, setelah ini Papa gak akan meminta apa-apa lagi ke kamu."

"Gak! Mila gak mau! Mila benci Papa!!." Bentaknya.

'Jleb' Usman merasa dadanya semakin sesak.

Usman menarik nafas panjang sambil memegang dadanya yang terasa sakit. "Seumur hidup Papa, Papa tidak pernah sekalipun membentak anak-anak Papa, semua yang anak papa minta pasti papa turuti, dan sekarang ternyata anak Papa sendiri yang membentak Papa." Ucapnya perlahan.

Kamila terdiam.

"Kalau kamu bersikeras tidak setuju, yasudah Papa akan bilang ke teman Papa untuk membatalkan perjodohan ini. Papa kecewa sama kamu." Kata Usman lalu masuk ke ruang kerjanya.

Setelah pintu ruang kerja Papanya itu tertutup Kamila pun menyadari apa yang ia katakan, kini ia merasa sangat bersalah, kok bisa-bisanya ia sampai membentak Papanya begitu, baru kali ini ia membuat Papanya kecewa.

Ia pun memutuskan untuk ke kamarnya, sepanjang kakinya melangkah ia kepikiran perkataan yang keluar dari mulutnya tadi.

LILLAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang