Dengan kondisi yang sudah terlihat mabuk mereka berdua tetap menikmati party nya di sebuah diskotik yang ada di night club tengah kota. Mengikuti alunan musik keras yang dimainkan oleh disc jockey mereka pun menari dengan sangat leluasa. Kurang lebih satu jam mereka bertahan untuk terus menari dan menambah minumannya.
"Hahahaha, ini sangat menyenangkan." Rico menjatuhkan tubuhnya ke sebuah sofa.
"Dasar gila." Sambil meminum minuman yang masih tersisa di meja.
Rico menatap Maya yang sedang minum dengan intens dan perlahan mendekatinya. Dengan kondisinya yang tak lagi sadar Rico mengelus lembut pipi Maya. Merasa tak tahan lagi Rico pun langsung mencium pipi wanita itu dan kemudian perlahan-lahan berpindah ke bibirnya.
Dengan kondisinya yang juga mabuk Maya pun membalas ciuman itu dan terjadilah french kiss. Karena gairah yang semakin menggebu-gebu Rico pun mengangkat Maya ke sebuah ruangan yang mungkin sudah di booking nya dari awal.
Keesokan harinya Maya terbangun dengan kepala yang terasa sangat pusing. Namun seketika ia terkejut dengan kondisi tubuhnya yang sudah tidak lagi berbusana. Melihat Rico yang disampingnya masih tertidur pulas membuat dirinya geram dan langsung membangunkan pria itu dengan kasar.
"HEY!! BAANGUN! BANGUN GAK LO!." Sambil memukul-mukul Rico.
"AKHH APAAN SIH LO!." Teriak Rico karena tidurnya diganggu.
Karena geram Maya pun menjambak rambut Rico dengan keras hingga membuat pria itu berteriak.
"lama-lama lo kurang hajar ya." Geram Rico seraya beranjak dari tidurnya.
"Lo apain gue tadi malam ha?!." Tanya Maya emosi.
Rico menatap Maya yang menutupi tubuhnya dengan selimut. "Santai aja kali, kayak kali pertama lo aja sama gue."
"Bukan itu yang gue permasalahkan bodoh!."
"Terus apa?."
Maya menarik nafas panjang. "Lo pakai pengaman nggak?." Tanya nya geram.
Mata Rico langsung melebar. Ia pun langsung memeriksanya dan ternyata memang benar, dirinya tidak menggunakannya.
"Pakai nggak?." Tanya Maya sekali lagi.
Rico pun menggeleng pelan.
"Bangsat!."
------>>>
Dua Minggu kemudian...
Ternyata benar apa yang ia perkirakan, dirinya merasakan tanda-tanda yang tidak diinginkan muncul pada dirinya.
"Gak usah sok tahu, itu hanya perasaan lo aja. Kita baru melakukannya sekali tanpa pengaman." Tutur Rico tak peduli.
"Heh brengsek. Gue pernah hamil dan melahirkan sebelumnya, ya gue tahu lah tanda-tandanya seperti apa."
"Terus lo mau gimana? Mau gue nikahin?."
"Najis banget gue nikah sama lo."
"Yaudah kalau gitu aborsi aja."
"Gila ya lo! Lo kira aborsi itu gak sakit ha!, gue yang merasakan. Lo mah enak-enak aja."
"Terus mau lo apa sih! Heran gue."
Maya terdiam dan menatap kesal Rico. "Tau ah, gue cabut dulu." Karena merasa mood nya jelek Maya pun pergi dari apartemen Rico.
"Heh mau kemana lo?."
"Mau ketemu Mas Arsen lah, mumpung dekat ke kantor. Bicara dengan lo bikin mood gue rusak tahu gak."
"Dia gak masuk kerja."
Maya yang baru saja membuka pintu langsung berbalik badan. "Kenapa?."
"Demam katanya."
"Jadi dia sendiri dong di rumah? Kan tuh perempuan lagi diluar kota." Benak Maya. Seketika dia mempunyai ide cemerlang. "Woi brengsek." Panggil Maya.
"Apa lagi? Berubah pikiran? Mau nikah sama gue?."
"Najis." Maya pun kembali mendekati Rico dan berbisik sesuatu.
"Ah malas gue."
"Please, kerja lo gak banyak kok. Cuma tinggal bantu angkat dia ke kamarnya aja, bikin seolah-olah dia tidur sama gue." Mohon Maya.
Melihat Maya memohon-mohon seperti itu membuatnya merasa risih dan akhirnya menyetujui rencana itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LILLAH
Teen FictionKamila Putri Pujiantoro baru saja menyelesaikan pendidikan SMA nya. Ia merupakan wanita cantik dan pintar. Bukan seperti orang lain yang memanfaatkan kepintaran dan segudang prestasinya untuk masuk Universitas favorit, ia malah tidak ingin melanjutk...