Hai.
Jangan lupa ramaikan. Vote dan komen gais ⭐.
Okee.
Sungja.
================================
Happy Reading 📖
Neira masih belum sadarkan diri.
Tadi, setelah Revan keluar kamar dia meminta Bi Asri untuk melihat keadaan Neira. Khawatir istrinya itu butuh air atau sesuatu yang lain. Sekecewa apapun, dia tidak akan membiarkan Neira begitu saja.
Belum sempat Revan masuk ke mobil, Bi Asri lari tergopoh-gopoh dengan paniknya. Tanpa perlu dijelaskan pun Revan sudah mengerti, pasti ada sesuatu yang terjadi pada Neira.
Bi Asri berusaha menyamai langkah Revan karena ingin menjelaskan kondisi Neira, namun sayang majikannya terlalu pandai berlari.
Saat membuka pintu kamar, jantung Revan yang masih berdebar keras langsung mencelos karena melihat Neira yang sudah tidak sadarkan diri dengan darah yang mengalir. Tidak deras memang, tapi tetap saja bisa jadi berbahaya.
Ditemani dengan Bi Asri, ia membawa Neira ke rumah sakit untuk mendapat penanganan. Bi Asri tadi menemukan Neira yang sudah terduduk si karpet sambil meringis memegang perutnya, tanpa basa basi ia berteriak memanggil Bi Sari dan pergi menyusul Revan secepat yang ia bisa.
Untungnya mereka belum terlambat, Neira berhasil ditangani oleh dokter. Bayi mereka juga selamat, meski kandungan Neira semakin lemah.
Revan menyesali emosinya yang tak terkontrol tadi, tapi ia tetap belum bisa melupakan rasa kecewanya. Mungkin nanti akan membaik dengan sendirinya, nanti, tidak untuk saat ini.
"Kamu tuh Vano. Kenapa bisa sih mantu mama ini masuk rumah sakit lagi. Di jaga dong, sayang," protes Mama Risa yang datang menjenguk Neira. Papa Vian sedang duduk di samping Revan, di sofa.
"Mah, sudah jangan dimarahi lagi anaknya. Kamu gak lihat itu anak kesayanganmu sudah seperti zombie," tegur Papa Vian. Revan yang dikatai seperti zombie, mendengus kasar, papanya ini ada-ada saja.
"Biarkan saja. Jadi zombie sana biar gak ada yang berani usik lagi."
"Mah, Vano lagi gak pengen bercanda."
"Loh, mama gak ngajak kamu bercanda ini. Mama lagi ngomelin kamu." Mama Risa mendekati anaknya, "Tahan emosi kamu ya, sayang. Neira memang sulit ditebak. Kalian harus sering komunikasi, dengan sendirinya dia akan terbuka kalau dia sudah yakin dengan lingkungannya, nyaman sama kamu. Memang tidak bisa langsung dipaksa kalau memang dia sudah terbiasa menyimpan semua sendiri. Apalagi Neira sering mendapat perlakuan tidak baik. Kamu harus jadi pihak yang memaklumi ya, paham?"
Revan mengangguk paham, mamanya benar. Jalan pikir Neira memang lebih rumit, Revan yang sudah tahu itu malah mengabaikannya dan malah menuruti egonya.
"Jaga itu cucu mama. Udah ketar-ketir mama tuh, jangan bikin mama jantungan atuh, Vano," geram Mama Risa, gemas sekali dengan anaknya. Tapi, Mama Risa juga maklum, beban yang ditanggung Revan bukan main.
Semua karena papa mertuanya--Reno--yang terlalu ikut campur urusan rumah tangga cucunya. Mama Risa juga tidak menyukai Opa Reno karena ia terlalu angkuh.
Papa Vian tentu mendukung pilihan Revan tapi sebagai anak Opa Reno, Papa Vian tidak bisa banyak membantu anaknya kecuali terus menjadi penyokong Revan jika papanya bertindak di luar batas.
Sejahat apapun Opa Reno, tapi beliau tetap merupakan ayah dari Papa Vian dan opa bagi Revan.
"Cucu mama itu jauh buatnya," kata Mama Risa masih melanjutkan pembahasan. "Di Jeju itu. Produk dari luar negeri."
KAMU SEDANG MEMBACA
PARENTS [END]
عاطفية[FOLLOW AKU GUYS BIAR RAME. MAACIW] Kata siapa menikah sama orang kaya hidupnya pasti enak terus, kata siapa banyak uang pasti selalu bahagia. Hidup Neira Asyira tidak melulu dihampiri kebahagian. Berat. Apalagi Revano Pramudya Aksara adalah incaran...