Bagian || 32

50.4K 4.6K 115
                                    

Hai.

Jangan lupa ramaikan gais, vote dan komen yaw ⭐.

Okee.

Sungja.

================================

Happy Reading 📖

Neira tidak menyukai adegan yang menceritakan seorang ibu yang harus kehilangan anaknya dan kemudian sang ibu tersebut bermimpi bertemu dengan anaknya, bermain bersama, melihat apa jenis kelaminnya. Bagi Neira itu adalah palsu. Tidak masuk akal. Mana mungkin hal itu bisa terjadi?

Tapi sekarang, Neira ingin menarik pemikirannya itu. Karena saat ini ia ingin sekali bisa memimpikan hal itu, bertemu dengan anaknya seperti apa yang terjadi sinetron atau drama.

Sangat ingin sampai Neira enggan untuk membuka mata dan memilih memerintahkan dirinya untuk menutup mata kembali dan segeralah bermimpi.

Tapi tidak bisa.

Ia tetap harus membuka mata.

Menghadapi dunia yang penuh dengan tipu muslihat.

Dunia yang tidak aman bagi kaum tertindas.

Dunia di mana penyesalan itu di mulai.

Neira banyak berangan dengan kata andaikan.

Andaikan dia bercerai.

Andaikan dia tidak jatuh cinta dengan suaminya.

Andaikan dia tidak menikah dengan Revan.

Andaikan dia tidak bertemu Revan.

Andaikan dia terlahir dari keluarga kaya.

Andaikan dia memiliki orang tua.

Akankah semua menjadi lebih baik?

Neira penasaran bagaimana kisahnya jika ia bukanlah yatim piatu, apa jalan hidupnya jauh lebih baik?

Tapi tidak ada pilihan baginya. Tidak ada yang bisa merubah kenyataan itu. Mau dia berteriak marah pada siapa pun tidak akan ada yang bisa mengubah takdirnya yang seperti ini.

"Sayang?"

Itu suara suaminya, Neira hapal betul. Haruskah ia bangun menyapa? Siapkah dia menghadapi penyesalan yang tiada akhir?

"Aku tahu kamu udah bangun, Neira." Usapan lembut di rambutnya Neira rasakan.

"Buka mata kamu."

Neira menurut, dia tidak berani menatap wajah Revan, lebih tepatnya belum ingin.

Dia hanya menatap langit-langit kamar inapnya dengan tatapan hampa. Revan menyadari itu. Binarnya hilang tertimbun lara dan itu tidak luput dari kesalahannya, ia ikut andil di sana.

Neira merasakan Revan mengusap air matanya, ah, Neira bahkan tidak sadar ia menangis.

"Ada yang sakit?" Revan membodohi dirinya sendiri, tentu saja Neira sakit.

Pria yang mengenakan jas kantornya karena akan berangkat kerja itu menghela napas pelan untuk menguraikan sesak di dadanya.

"Sebentar aku panggilkan dokter untuk mengecek keadaanmu," ujar Revan. Sebelum pergi, ia mengecup kening istrinya lama sampai Neira memejamkan mata seiring dengan air matanya yang mengalir kembali.

Neira tidak tahu kenapa Revan memilih memanggil dokter sendiri dibanding menggunakan intercom atau memencet tombol yang ada di ruangannya. Entahlah, Neira sedang tidak ingin menebak.

PARENTS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang