~25~

1.8K 190 18
                                    

Bian membasuh tubuh Arza sudah hampir seminggu dia keluar dari kurungan dan seminggu pula dia di hadapkan dengan Arza yang koma

"Arza bangun dong, nanti papa kasih satu permintaan deh."

"Arza gak kangen papa emang." Sambung Bian lirih

Semenjak penjelasan yang Abraham berikan di malam Bian mengamuk belum cukup menjawab semua pertanyaan Bian

Seperti banyak sekali hal yang di sembunyikan. Bagaimana tidak?

Malam itu Abraham hanya menjelaskan Zuckerberg yang dendam kepada mba Risa ibu si kembar sehingga ingin mencelakai Arza dan Arzi, karena membatalkan pertunangannya dengan pewaris Zuckerberg

Itu tak masuk akal dan cukup mengerikan tapi kan belum tahap kawin.

Oh iya kawin nya sama dia

Malam itu Bian marah besar ruangan kerja Abraham dia obrak Abrik plus Jackson dan Zico yang babak belur, Bian marah karena jika benar kenapa dia tak di beritau dari dulu kenapa merahasiakan hal besar ini padanya.

Tapi yang tak habis pikir kenapa si Zuckerberg malah dendam pada anak-anak nya, kenapa bukan padanya saja yang jelas-jelas dalang dari semuanya. Untungnya Bian bisa ditenangkan oleh Eni dan Riani malam itu.

"Zuckerberg yah. Tapi yang Mark bilang begitu berbeda." Lirih Bian bingung menukikan alis tanda berpikir

"Sialan ada yang gak bener." Pikir Bian menemukan adanya kejagalan

"Si gila Jeffrey bilang dia calon mba Risa tapi dia bermarga Maerata bukan Zuckerberg."

Apa ada pria lain selain Jeffrey~ batin Bian sambil melamun tak lama Bian tersentak akan pemikirannya itu

"Arza papa pusing, papa kangen Arza ayo bangun." Lirih Bian lalu membereskan peralatannya setelah di selesai membasuh Arza

"Apa mama mu di jodohkan kepada pewaris dari Zuckerberg dan Maerata yah Za?" Tebak Bian sambil memegang erat tangan Arza erat

"Bukan hal mustahil sih kalau bapaknya segila Abraham." Sambung Bian sambil terkekeh

"Arza jangan tiru papa yah." Bian terus mengajak bicara Arzi meski tak ada balasan

"Namun jika Jeffrey berani menunjukan diri, kemana pewaris Zuckerberg? Iya Za papa tau itu masih asumsi eleh otakku cenat cenut."

"Siall.. Arza maafkan papa. Papa mohon bangun sayang." Lirih Bian meletakan tangan Arza di keningnya lalu memejamkan mata

"Papa." Bian menoleh pada asal suara

"Arzi sudah pulang, gimana sekolahnya." Bian sadar lalu tersenyum bagaimana pun Bian tak boleh terlihat lemah lagi di hadapan Arzi dan Arza

"Baik pa dan sedikit sepi, ah papa lagi mikirin apa?" Tanya Arzi khawatir

"Gak ada zi, cuman papa kangen Arza aja." Jelas Bian wajahnya tampak sedih Arzi memeluk papanya menguatkan

"Kalau begitu doakan biar Arza cepet bangun." Arzi mengelus pipi ayahnya membuat Bian mengangguk

"Aamiin semoga anak papa ini cepet bangun dan sehat kembali." Ujar Bian menatap Arza sayang lalu tersenyum manis

"Dan Arzi jaga Kesehatan jangan bikin papa khawatir yah, makan yang banyak okay kalau ada apa-apa bilang langsung ke papa. Arzi gak sendiri." Ucap Bian lalu memeluk Arzi erat

"Iya papa. Arza pasti sadar pa." Lirih Arzi mengusap punggung bergetar Bian terdengar isakan Bian yang lolos membuat Arzi sedih

"Za finally Lo bikin papa nangis, bangun idiot dan kasih tau gue kebenaran yang buat Lo koma." Bisik Arzi lirih

Overprotektif Boy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang