~29~

1.3K 170 29
                                    

Seorang pemuda menatap datar pada layar handphone nya mencebit tak suka Mark pemuda itu melempar asal handphone yang membuat emosinya naik

"Mark." Menoleh pada asal suara Mark tersenyum menatap kedatang dua orang penting di hidupnya

"Ambu. Sudah datang." Mark memeluk tubuh wanita kesayangan itu

"Kenapa tidak bilang Mark bisa jemput Ambu di bandara." Ucap Mark membuat wanita yang dia panggil Ambu itu tertawa anggun

"Lihat si kecil ini sudah menjadi pria dewasa, Ferry."

"Jangan panggil namaku seperti itu sayang." Protes Ferry yang gantian memeluk Mark

"Putraku, Sudah kamu temukan dia."

Mark menatap kedua orang tuanya itu tenang menuntun mereka untuk beristirahat di sopa sejenak

"Tenang Mark sudah temukan dia."

"Apa dia si kecil yang di ceritakan nenek mu itu mark."

"Iya si kecil yang ku temui di dalam bus Vira." Bukan Mark yang menjawab melainkan seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik meski terdapat beberapa helai putih di rambutnya- Mala Maerata.

"Ibu." Ambu atau Vira berdiri memeluk Mala erat

"Kau sembuh Vira." Ucap Mala membelai wajah Vira sayang

"Setelah ibu mengirim Poto dan video si kecil itu Vira mulai menjadi Viraku yang dulu bu."

"Benarkah itu."

"Iya ibu maka dari itu Aku pulang. Aku ingin melihat tidak aku ingin memiliki bayiku itu ibu."

"Kita akan dapatkan dia Vira." Ucap Mala menyeringai di angguki Ferry dan Mark bersamaan

"Bian Revana, siapkan dirimu."

.

"Hatchuhh."

"Adek kenapa sayang. Enggak demam suhu normal. Lihat lidahnya sayang hm normal. Apa kedinginan mau bunda peluk." Eni panik menenggelamkan Bian dalam pelukannya

"Bunda tenang Bian hanya bersin biasa."

"Mungkin papa gemoy benar kedinginan, Andrew ambilin selimut dulu."

"Andrew ini tengahhh harii." Teriak Bian namun sayang tak pernah di dengarkan

"Oma mau buat dessert dulu. Nah Adek jangan main keluar yah lagi panas tuh." Ingat Oma Eni seakan mengerti jalan pikiran Bian yang dari tadi melirik antara Arza dan taman, lalu pergi membuat sesuatu untuk keluarga tersayangnya

"Papa jangan bandel."

Bandel apaan lagi gusti~ batin Bian merana

"Sini dek duduk sama ayah." Titah Abraham menepuk sopa di sampingnya

"Idihh ah." Abraham menampilkan wajah tersakiti

Bian mengendukan bahu tak peduli, mengalihkan padangan pada objek yang dari tadi menyita pandangan nya selain taman tentunya, senyum Bian mengembang kembali

"Za lompat." Arza menatap papa nya datar tapi masih mengikuti perintah sang papa

Hup

Hup

"Hehe Za jalan di tempat coba." Arza menepuk keningnya keras sudah 30 kali papanya mengulang permintaan nya

"Zi Arza sembuh hehe."

"Iya papa." Ucap Arzi yang sedang duduk tumpang kaki menatap puas Arza yang sedang di nistakan papa nya

"yeyy sembuh. Jadi Papa boleh dong hangout."

Overprotektif Boy [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang