Renjun melangkahkan kakinya dengan gontai menuju ruang UKS ditemani Shuhua, sang sahabat karibnya, dikarenakan pusing yang tak kunjung mereda sejak pagi tadi. Ia membaringkan badannya diatas ranjang UKS, sementara Shuhua berusaha memanggil salah satu petugas PMR yang sedang bertugas kala itu.
Renjun mengerjapkan matanya perlahan, berusaha melawan rasa nyeri yang hinggap di kepala. Entah apa alasannya, rasa pusing ini sudah ia rasakan saat membuka mata pagi tadi. Ia mengingat kembali apa saja yang sudah ia konsumsi dan hal apa saja yang sudah ia lakukan semalam yang mungkin bisa menjadi penyebab datangnya rasa pusing ini.
Ah, cokelat! Renjun ingat sekarang. Semalam sebelum ia bergegas tidur, ia memakan sebungkus cokelat sebagai camilan. Setau Renjun, cokelat memang bisa menyebabkan sakit kepala. Tapi, apa memang efeknya baru muncul saat keesokan paginya begini? Jika tahu akan begini, Renjun tidak akan memakan cokelat sebanyak itu.
Sementara itu, diluar UKS, ada Shuhua dan si petugas PMR yang tengah adu pendapat. Ah, lebih tepatnya, Shuhua tengah memarahi sang adik kelas yang lalai dalam menjalankan tugasnya sebagai anggota PMR sekaligus petugas UKS.
"Kak, paracetamol-nya ternyata abis. Saya udah cari stok obat di laci yang ke sisa cuma obat nyeri perut sama obat buat luka luar" jelas salah seorang petugas UKS, Jihan, adik kelas yang baru saja terjun ke dunia PMR.
"Kok bisa, sih? Apa kalian nggak ngecek ketersediaan obat setiap minggunya?" protes Shuhua. Jihan menggeleng. "Belakangan ini jarang ada anak yang masuk ke UKS, kak. Jadi kami nggak ngecek ketersediaan obat serutin itu."
"Wah nggak bisa gitu, dong~! Ngecek ketersediaan obat kan tugas kalian. Seenggaknya seminggu atau dua minggu sekali, kalian cek ketersediaan obat, cek seluruh fasilitas UKS yang jadi wewenang kalian. Semisal tiba-tiba ada siswa yang sakit dan butuh bantuan UKS tapi malah UKS-nya nggak proper begini, kalian juga yang bakal repot. Dicek tuh, siapa tau ada obat yang udah nggak layak konsumsi, atau seprei UKS kotor dan nggak layak ditempati."
Shuhua meradang. Bagaimana bisa mereka tidak mengecek ketersediaan obat secara berkala begini. Ceroboh dan tidak bertanggung jawab!
"Iya maaf, kak. Tapi kami petugas PMR kan juga sama-sama siswa yang tugas utamanya belajar. Kalo ada kelalaian sedikit kayak gini mohon pengertiannya" Jihan berusaha membela diri yang membuat Shuhua semakin kesal.
"Lah? Kan itu resiko lo jadi anggota PMR. Nyari pembenaran dengan alasan kayak gitu sama sekali nggak bisa diterima. Kalo lo nggak bisa membagi waktu antara menjalani kewajiban sebagai murid dan anggota PMR yang udah tentu bakal kebagian jatah buat jadi petugas jaga diUKS, mending nggak usah ikut-ikutan PMR. Gua dulu juga anggota PMR, dan Renjun tuh, yang lagi didalem, dia juga mantan anggota PMR. Tapi fine-fine aja tuh antara belajar sama menjalankan tugas ngurusin murid yang sakit. Itu karena ikut PMR dengan niat murni mau nambah pengalaman sekaligus pengetahuan di bidang ini, bukan cuma asal-asalan pilih ekskul dan cari jabatan aja"
Shuhua menyilangkan kedua tangannya didepan dada, sambil menatap wajah sang adik kelas yang terlihat pias.
"Saya ikut PMR juga karena mau nambah pengalaman, kak. Kakak sendiri mantan anggota PMR, tentu paham kan gimana ribetnya ngurus segala keperluan UKS begini"
"Jadi niat kita sama, ya? Iya juga, bedanya niat gua terealisasikan dengan baik dan nggak lalai dalam tugas. -" Shuhua terkekeh sejenak sebelum kembali melayangkan argumen. Jihan menundukkan kepalanya. Ia baru pernah dimarahi seperti ini oleh kakak kelasnya terlebih lagi karena urusan krusial seperti ini. Tanpa sadar air matanya perlahan menetes dikedua pipi tembamnya. Bukanlah hal baik jika masalah ini diketahui oleh guru pembimbing PMR-nya. Bisa tamat nilai ekskul dibuku rapot nya kelak.
"- Nggak ribet-ribet amat sih, kan kerjanya bareng temen se-tim bukan individual. Udahlah, nggak usah nangis begitu. Ini jadiin pelajaran buat regu PMR kalian supaya lebih baik lagi kedepannya. Gue nggak akan laporin kejadian ini ke guru pembimbing. Dan gue minta tolong, buatin teh manis anget plus bawain minyak angin buat Renjun. Gue tunggu didalem" tuturnya, kemudian menepuk pelan pundak adik kelasnya itu dan bergegas masuk kedalam. Hah~ Tak ia sangka bahwa aksi protesnya kali ini bisa membuat Jihan menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 of 1 ✧ NoRen !¡
FanfictionRenjun adalah satu-satunya dan segalanya bagi Jeno. ©glowinjun - 2020