1/1-36

1.5K 259 56
                                    

Masih pagi-pagi sekali, ketika matahari masih memancarkan cahaya hangatnya, Renjun sudah tampil manis dengan balutan cardigan —style favorit Renjun— berwarna abu-abu dan celana jeans yang membungkus apik kaki rampingnya. Sebuah tas punggung berukuran kecil pun sudah ia siapkan untuk menyempurnakan tampilannya kali ini. Sekarang hampir pukul delapan, setelah merasa pas dandanannya, Renjun segera keluar kamar untuk pamit pada bapak.

"Bapak" yang dipanggil menoleh namun tangannya masih saja sibuk menyirami tanaman didepan rumah. "Isih esuk wes ayu ngene, arep lungo ngendi tah? (Masih pagi udah cantik begini, mau pergi kemana?)"

Renjun tersenyum manis mendengar pujian dari bapak, sambil memegangi tali tas yang melingkari bahunya, Renjun membalas, "mau ke rumah Shuhua, boleh kan?"

"Ijin pas udah rapi begini ya masa ngga dibolehin? Sana, tapi inget... Jangan aneh-aneh mainnya, jangan kelamaan juga. Jam satu harus udah dirumah"

Renjun mengangguk cepat. Beruntung, kebohongannya kali ini tak terendus oleh bapak. Biarpun Renjun bukan pribadi yang gemar membohongi bapak begini, tapi melakukannya sesekali tak apa kan? Sebut saja ini 'berbohong demi kebaikan', tuhan pun pasti bisa memaklumi dosa yang seperti ini —pujinya dalam hati.

"Iki kembang apa tah, pak? (Ini bunga apa, pak?)" tanyanya sebelum benar-benar beranjak dari halaman minimalis didepan rumahnya. Bunga cantik berwarna kuning itu berhasil menyita perhatian-nya karena ini baru kali pertama bagi Renjun melihat bunga itu dihalaman.

"Kembang tembelekan (bunga tembelekan)*"

*Bunga Saliara.

Renjun menukikkan alisnya heran. Bunga secantik itu kok diberi nama *tembelekan? Hey! Namanya terlalu buruk untuk bunga secantik itu, kan?

*Tembelekan/tembelek artinya tahi ayam.

"Heran ya? kenapa bunga bagus kayak gini tapi namanya elek ngono? Nyoh, ambung (Heran ya kenapa bunga bagus kayak gini tapi namanya jelek begitu? Tuh, cium" Tanpa Renjun menjabarkan rasa herannya pun bapak sudah paham apa yang ada dibenak Renjun soal bunga baru-nya itu. Renjun lantas mendekatkan hidungnya pada bunga kuning itu setelah bapak menyuruhnya untuk mencium aroma bunga tersebut. Sedetik setelah aroma bunga itu tercium, Renjun refleks mengerutkan hidungnya dan menjauhkan wajahnya dari bunga beraroma tak sedap itu.

"Hiii mambu tai ayam! (Hiii bau tahi ayam!)" gerutunya sambil berlari keluar gerbang.

Bapak hanya bisa menertawai Renjun yang telah tertipu oleh wujud apik dari bunga beraroma tak sedap itu. Memang tidak semua hal yang terlihat cantik, belum tentu isinya baik.

Sedangkan Renjun dijalanan sana kembali heran, kenapa bapak mau memelihara bunga berbau busuk itu. Kenapa tidak sekalian menanam bunga bangkai didepan rumah. Mentang-mentang maniak ayam, menanam bunga pun yang namanya masih berkaitan dengan ayam!

***

Renjun duduk di salah satu halte sambil memeluk tas-nya. Sebentar lagi bus yang akan membawanya menuju daerah rumah Pak Jeno akan segera tiba. Sembari menunggu, Renjun kembali memikirkan beberapa hal random. Salah satunya tentang buah tangan yang akan ia bawa untuk menemui Pak Jeno. Ia bingung apakah harus membawa sesuatu kesana. Rasanya terlalu aneh jika datang tidak membawa apa-apa ditambah ini kunjungan pertamanya —biarpun tanpa sepengetahuan Pak Jeno. Namun, setelah berpikir beberapa saat, apa pentingnya membawa 'sesuatu'? Toh, tujuannya kesana adalah untuk hal krusial mengenai keseriusan Pak Jeno terhadap dirinya. Bukan kah akan lebih aneh jika ia datang membawa buah tangan padahal tujuan utamanya adalah untuk menginterogasi Pak Jeno.

"Kenapa harus mikir ribet-ribet, sih..." tuturnya, merasa heran pada diri sendiri.









Empat puluh lima menit berlalu sejak Renjun menaiki bus menuju daerah XX. Kini Renjun sudah turun dari bus. Ia membuka kembali secarik kertas berisi alamat tempat tinggal Pak Jeno. Ah, tunggu... Mencari alamat bermodalkan secarik kertas, bukankah cara itu sudah kuno? Sekarang sudah jaman digital, kenapa masih mempertahankan cara lawas seperti itu? Larrey Page dan Sergey Brin sudah bersusah payah menciptakan google maps, bahkan fitur 'street view' bisa menuntun Renjun menuju ke kediaman Pak Jeno langsung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

1 of 1 ✧ NoRen !¡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang