1/1-17

1.8K 318 7
                                    

Renjun duduk termangu di Cor-coran semen yang terletak disisi kiri tempat parkir. Sudah satu jam lebih ia menunggu Jeno. Rencananya, ia dan Jeno akan menemui penjahit hari ini juga. Namun, hingga pukul satu siang ini, Jeno belum juga muncul diparkiran. Setiap sudut sekolah semakin sepi sekarang, mengingat jam pulang sudah lewat satu jam lalu. Jeno tak mungkin pulang terlebih dahulu dan melupakan Renjun begitu saja. Motornya juga masih terparkir rapi diparkiran. Lantas, kemana Jeno? Renjun juga sudah mengirimkan beberapa pesan pada guru itu mengenai kejelasan agenda mereka hari ini. Dan, Tentu tak ada balasan. Dilihat dari kendaraan para guru yang masih berjajar rapi ditempat parkir, Renjun jadi curiga kalau guru guru itu tengah melakukan rapat sekarang.

Lantas, Renjun harus bagaimana? Menunggu kedatangan Jeno yang tak tahu kapan hadirnya? Atau, pulang begitu saja? Demi apa, Renjun ingin menangis saja. Terlebih lagi, saat ia mengingat desas-desus mengenai parkiran sekolahnya yang konon katanya berhantu. Rumor itu sudah menyebar luas ke seantero sekolah. Beberapa siswa bersaksi bahwa mereka beberapa kali melihat sosok tak kasat mata berwujud kuntilbapack itu melintas diarea kamar mandi siswa yang letaknya persis disamping parkiran.

Oh iya, parkiran SMA X ini letaknya ada dibawah kelas 12 persis. Jadi, kelas 12 ada dilantai 2, dan ruang kosong dibawah kelas 12 itulah yang dijadikan tempat parkir sepeda motor. Sudah pasti suasana nya cukup mencekam, Karena hanya sedikit sinar matahari yang bisa menerangi tempat tersebut, ditambah suasana siang ini tidak begitu cerah. Dewi Fortuna sepertinya sedang tidak berpihak pada Renjun sekarang ini.

Renjun terpaku dalam duduknya. Mengingat cerita menyeramkan itu, juga suasana siang ini yang terasa mendramatisir keadaan, membuat tubuh Renjun seolah tak bisa digerakkan. Kepalanya menunduk dalam dalam, iris nya menolak untuk mengedarkan pandangan ke sekeliling parkiran.

"Bapak..." rintihnya pelan.

Jemari nya sibuk memencet icon 'call' diaplikasi watsyap miliknya. Ia menelepon Jeno berkali-kali, berharap agar Jeno segera hadir dihadapannya sekarang juga.
Namun, keinginannya agar Jeno segera hadir sepertinya hanyalah isapan jempol semata. Sudah pukul satu lewat tigapuluh tujuh menit, pria berhidung bangir itu belum juga menampakkan batang hidungnya bahkan ketika Renjun sudah menghubungi Jeno belasan kali.

Awas saja, Renjun akan mengadu kepada bapak mengenai ulah Jeno ini!

Sesekali Renjun juga menghubungi temannya agar ditemani lewat video call, tapi sepertinya teman-temannya itu tengah sibuk menghabiskan waktu bersama pacar mereka. Yah, tak heran. Sekolah pulang lebih cepat, hal ini tentu dimanfaatkan untuk berkencan atau bermain bersama teman. Renjun benar-benar sendirian diparkiran suram ini. Dewi Fortuna ini sedang memusuhi Renjun atau apa?!

━━━━━━━━━━━━━━━

Pukul 1 siang, Jeno masih sibuk bertukar pikiran dengan para guru SMA X mengenai kegiatan HUT sekolah. Acara istimewa seperti itu harus dipersiapkan secara matang, bukan?

Dan, sudah bukan rahasia umum lagi jika sedang rapat, anggotanya tidak boleh memegang ponsel untuk hal yang tidak perlu. Begitu pula Jeno. Ia membiarkan ponselnya didalam tas dengan keadaan silent. Jeno ini guru yang disiplin, juga profesional dalam urusan pekerjaan. Ia akan terfokus pada kegiatan rapat, bukan malah bermain HP apalagi tertidur saat rapat berlangsung.

Sejujurnya, Jeno tidak tahu bahwa hari ini ada agenda rapat. Saat hendak menemui Renjun diparkiran, salah satu guru senior disana segera menghentikan langkah kaki Jeno dan menyuruhnya untuk ikut berdiskusi. Jeno ini masih muda, pikirannya masih fresh, pasti banyak ide ide baru yang bisa disalurkan untuk SMA X, pikir guru senior itu. Itulah alasan mengapa Jeno diharuskan ikut rapat meskipun ia hanya guru pengganti di SMA X.

Jeno akhirnya mengikuti rapat dengan sungguh-sungguh, hingga akhirnya ia ingat bahwa ia sudah menyuruh Renjun untuk menunggu nya diparkiran.

Oh, astaga! Jeno benar-benar lupa!

Jeno bahkan sampai tersentak dalam duduk nya begitu ia ingat bahwa ia melupakan janjinya dengan Renjun.

Yunho, kepala sekolah SMA X yang duduk persis disamping Jeno tentu sadar akan perubahan raut wajah Jeno yang terlihat tidak tenang. Yunho pun mencuri kesempatan untuk bertanya pada Jeno, "ada apa?" secara berbisik.

Jeno mendekatkan wajahnya pada telinga Yunho seraya berbisik, "Saya udah buat janji ke anak 12 mau bahas soal kaos angkatan ke penjahitnya hari ini. Anaknya kayaknya masih nungguin diparkiran, dan saya lupa ngabarin kalo hari ini ada rapat, pak."

Yunho mengusap-usap kumis tipisnya, kemudian dengan izin dari seluruh guru yang ikut rapat, Jeno diperbolehkan untuk meninggalkan rapat lebih cepat. Kaos kelas juga tak kalah pentingnya dengan acara HUT sekolah nanti, terlebih lagi Jeno sudah membuat janji dengan anak kelas 12.

Dengan tergesa-gesa Jeno berlari menuju parkiran. Jantungnya semakin berdebar tidak karuan saat mendapati belasan panggilan tak terjawab dari Renjun. Jeno khawatir, Renjun sudah menunggunya hampir 2 jam.

Dan benar saja, anak itu masih menunggunya diparkiran. Sendirian.

"Renjun!"

Yang dipanggil segera menoleh, dengan kaki yang sedikit gemetar dan tangan yang berkeringat, Renjun berdiri menatap Jeno dengan pandangan tak terbaca.

"Renjun, maafin saya ya? Tadi ada rapat dulu dikantor. Kamu jangan marah ya? Saya bener-bener minta maaf" ucap Jeno penuh rasa bersalah.

Renjun hanya diam menatap Jeno, tanpa membalas satupun perkataan Jeno. Matanya menatap lurus mata bulan sabit milik Jeno.

Uhm... Renjun kenapa? Kesurupan? Ngawur!

Renjun sedang marah pada Jeno tahu tidak?!

"Renjun?" panggil nya sekali lagi.

Masih tak membalas, Renjun justru langsung berjalan dengan kaki yang sengaja di hentak-hentakkan ke tanah menuju motor Jeno dan langsung duduk di jok belakang. Tangannya ia lipat didepan dada, dengan wajah yang ia paling kan dari Jeno.

Dari situlah Jeno tahu bahwa Renjun sedang ngambek padanya.

Ngambek-nya kok... Menggemaskan sekali, sih??

━━━━━━━━━━━━━━━

Cukup lama keduanya berdiskusi dengan penjahit, hingga kegiatan itu akhirnya selesai pada pukul empat sore lebih lima menit. Hari yang melelahkan bagi keduanya. Tak mau bohong, perut Renjun juga Jeno sudah keroncongan sekarang. Jeno niatnya ingin mengajak Renjun mampir sebentar ke tempat makan untuk mengisi perut, namun pemuda itu asyik menolak tawaran Jeno dengan terus menggelengkan kepalanya.

Jeno akhirnya memarkirkan motornya didepan Roemah makan Sedaap Mantapp miliknya. Ia turun dari sepeda motor, meninggalkan Renjun yang masih setia duduk dijok belakang sembari buang muka padanya.

Tak perlu menunggu lama, Jeno kembali dengan sekantung makanan berisi olahan seafood tentu saja. Sejauh ini, Jeno baru tahu jika Renjun suka olahan seafood di kedai makan miliknya. Jadilah, ia memberi Renjun olahan seafood untuk dimakan nanti dirumah bersama bapaknya.

"Dirumah nanti dimakan. Jangan lupa mandi, terus istirahat" Jeno menyerahkan makanan itu pada Renjun. Dengan bibir yang masih mencebik kesal, Renjun menerima pemberian Jeno itu.

"Udahan ngambeknya" imbuhnya dengan nada suara lembut. Ah, Jeno juga mengusak pelan rambut Renjun tadi.

Menurut Jeno, ini merupakan kemajuan pesat antara hubungannya dengan Renjun. Renjun tak mempermasalahkan ketika Jeno mengusak rambutnya barusan. Jeno merasa bahwa ia dan Renjun sudah seperti orang yang berpacaran pada umumnya. Jeno bertindak seperti seorang kekasih yang tengah membujuk idaman hatinya agar tidak menyimpan amarah lagi padanya. Benar terlihat seperti itu bukan?

Uhm... Apakah ini artinya Jeno bisa melakukan itu lagi besok ataupun lusa? Atau, Jeno juga sudah bisa untuk mulai menggenggam tangan Renjun besok? Haha...

━━━━━━━━━━━━━━━

Sudahi dulu kegiatan berkhayal mu itu Jeno! Sekarang antarkan dulu Renjun-mu itu pulang ke rumah. Hari sudah semakin gelap.

TBC

1 of 1 ✧ NoRen !¡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang