Seperti yang sudah Jeno perintahkan untuk menemui nya di kantor sepulang sekolah, disinilah Renjun sekarang. Didepan ruang kantor menunggu kedatangan Pak Jeno. Renjun sudah mengecek kedalam guna mencari eksistensi Jeno, namun nihil. Kata guru yang sedang ada dikantor, Jeno masih mengajar di kelas 12 IPS 3. Pulang terlambat karena guru yang keasyikan menjelaskan diruang kelas sudah menjadi hal biasa di taraf pendidikan SMA, bukan?
Sembari menunggu, Renjun mendudukkan dirinya di anak tangga paling akhir yang letak nya persis didepan ruang guru. Persetan dengan siswa siswi maupun guru yang hendak menuruni tangga, toh, badannya yang tidak seberapa besarnya itu tidak akan menutupi tangga secara keseluruhan.
"Huftt lamaaa," ucapnya lirih.
15 menit berlalu Jeno belum kunjung nampak di penglihatan nya.
Barulah ketika Renjun hendak berpindah tempat duduk, Pak Jeno muncul didepannya.
"Sudah nunggu lama, ya? Sebentar, saya ambil tas dulu"
Tanpa menunggu Renjun menjawab pertanyaan yang dilayangkan, Jeno sudah buru buru masuk ke dalam ruang guru. Tak membutuhkan waktu lama bagi Jeno untuk mengambil tas dan memakai jaket nya. Setelahnya, ia kembali menemui Renjun dan berjalan bersama menuju parkiran.
Ditengah jalan itu, Jeno mengatakan tujuannya meminta Renjun menemuinya sepulang sekolah seperti ini.
"Kita ke penjahit ya. Baju angkatan kayaknya udah jadi dan bisa diambil hari ini"
Renjun sedikit terbelalak. Ini mendadak sekali. Kenapa Pak Jeno tidak memberitahu nya sekalian kemarin? Renjun kan tidak membawa uang iuran untuk melunasi sisa jahitan! Uangnya itu ia simpan didalam rumah untuk mengurangi kemungkinan uang itu hilang atau dicuri, mengingat jumlahnya yang tidak sedikit. Renjun juga tidak membawa helm.
"Bapak kok nggak bilang kalau kita mau ke penjahit hari ini? Uang nya nggak Renjun bawa. Renjun juga nggak bawa helm. Renjun juga belum izin sama bapak dan hp Renjun sekarang lagi habis baterai," komplain nya pada Jeno bertubi - tubi.
"Saya sudah kasih tau kamu lewat watsyap, tapi chat saya itu nggak kamu balas 'kan" boro - boro dibalas, dibaca aja nggak, lanjutnya dalam hati.
Akhir - akhir ini Renjun memang sangat jarang membalas pesan Jeno. Renjun pikir isinya tidak begitu penting. Paling hanya pesan yang berisi agar Renjun makan tepat waktu, pikirnya.
Ah, Renjun jadi merasa bersalah sekarang.
"A-anu itu... Renjun nggak tau kalau ada chat masuk. Hp nya Renjun silent soalnya. Renjun minta maaf..."
Renjun berbohong, dan Jeno tahu itu. Kendati demikian, Jeno memilih untuk tidak memperpanjang masalah. Tidak ada gunanya memperdebatkan alasan Renjun sering mengabaikan pesannya. Setidaknya Jeno jadi paham kalau ia belum berhasil menaklukkan hati pemuda incarannya tersebut.
Tak apa, kesempatan untuk mendapatkan hati Renjun masih terbuka lebar.
"Kita balik ke rumah kamu dulu, ambil uangnya sekalian ijin sama bapak"
Renjun mengangguk setuju. Mereka kemudian beranjak dari parkiran, dengan Renjun yang dibonceng Jeno tentu saja. Renjun juga tidak khawatir jika ada yang melihat ia dan Jeno berboncengan. Tujuannya kan kali ini untuk mengambil kaos angkatan, bukan sekedar berboncengan tanpa alasan yang jelas.
━━━━━━━━━━━━━━━
"Bapaaakkk!" teriak Renjun begitu sampai dirumah. Ia langsung menyalimi tangan bapak nya itu yang sebenarnya tengah sibuk menyirami beberapa tanaman hias dihalaman rumah.
"Lho, ada Jeno juga. Sini Jen, masuk sini" dengan penuh keramahan, Jinki mengajak Jeno masuk. Jeno pun tak lupa menyalimi tangan calon mertua nya itu, kemudian ikut masuk kedalam dan mendudukkan dirinya di sofa. Sembari menunggu Renjun bersiap, Jeno dan Jinki mengobrol dengan santai barang sejenak; sekaligus meminta izin untuk membawa Renjun pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 of 1 ✧ NoRen !¡
Fiksi PenggemarRenjun adalah satu-satunya dan segalanya bagi Jeno. ©glowinjun - 2020