Masih dihari yang sama, yaitu hari senin. Hari dimana Renjun dan Shuhua mendapat hukuman untuk membersihkan area sekolah karena terciduk makan didalam perpustakaan.
Jeno yang notabenenya waktu itu berkunjung hanya untuk mencocokkan jadwal mengajar serta berkeliling area sekolah, terpaku didepan ruang guru sembari melihat dua orang pelajar yang tengah menjalankan hukuman. Di SMA satu pun Jeno sedang tidak ada jadwal mengajar. Jadi tak apa lah jika ia menghabiskan senin ini di SMA X.
Sedari awal menginjakkan kakinya di SMA X, Jeno selalu saja menjatuhkan pandangannya pada seorang pemuda manis itu. Iya, Renjun. Seperti kisah percintaan klise lainnya, dimana si tokoh utama langsung jatuh hati pada pandangan pertama dengan seseorang.
Pemuda itu, yang jika dilihat dari name tag nya yang bertuliskan Renjun Nimitya H. berhasil membuat Jeno terpana. Tapi, Jeno belum yakin apakah perasaannya ini cinta atau sekedar rasa kagum pada sosok Renjun yang cantik, mungil, serta terlihat adem saat dipandang. Jeno tak mau menyimpulkan perasaannya ini secara tergesa gesa.
Lagi pula, masa sih si Jeno ini mencintai murid SMA? Kejadian langka bukan jika itu benar benar terjadi?
"Hoi!"
Jeno terlonjak kaget kala pundaknya ditepuk dengan keras oleh paman nya sendiri, pak Yunho.
"Ngapain??" selidik Yunho sembari menaikkan sebelah alisnya.
Jeno menggeleng cepat, "cuma lagi nyari angin."
Yunho tentu tak langsung percaya, wong sedari tadi ia sudah memperhatikan gerak gerik Jeno yang tengah mencuri pandang ke sosok Renjun dilapangan sana.
"Nyari angin, apa nyari gebetan?" godanya, yang membuat Jeno jadi salah tingkah.
"Nyari angin lah, om. Aku kalau mau nyari jodoh ya yang seumuran, aku nggak tertarik sama anak kecil kayak gitu" sanggah Jeno.
Yunho terkekeh mendengarnya.
"Jodoh itu nggak pandang umur lho, Jen. —"
Yunho menghela napas sejenak sebelum lanjut berbicara. Inisiatif, Yunho akan menjelaskan profil singkat seorang Renjun tanpa diminta.
"Dia namanya Renjun. Rumahnya didaerah kembang setaman, siapa tau kamu mau mampir. Bapaknya juragan ayam, punya peternakan didaerah solo. Renjun ini asal solo juga. Anaknya sopan banget kalo sama orang tua. Anaknya nggak pernah aneh aneh disekolah, palingan ya kayak itu tadi, makan di perpus," jelas Yunho.
Jeno yang semulanya berkata tidak tertarik dengan Renjun, justru menyimak setiap perkataan Yunho dengan baik. Ah, Jeno ini sebenarnya tertarik tapi belum mau mengaku.
"Masih sendiri nggak, om?" Jeno mulai berani bertanya. Yunho kembali terkekeh.
"Kalau soal itu, kamu tanya sendiri ke anaknya. Ajakin kenalan lah... Renjun ini anaknya enakan kok, welcome ke semua orang. Tapi, kalau kamu mau bener bener ngedeketin Renjun, usahain jangan buat main-main. Yang ngantri buat ngelamar Renjun itu banyak. Om sendiri saksinya, waktu acara pensi pasti banyak anak yang nembak Renjun, nyanyi diatas panggung sambil bawa bunga."
Jeno mengulum bibirnya. Jika boleh mengaku, Jeno memang tertarik dengan wajah Renjun yang paripurna. Tapi, Jeno berpikir kembali bahwa perasaan tertariknya ini lebih condong ke arah kagum, bukan cinta. Jika dilihat, profil Renjun yang dijelaskan Yunho ini terdengar begitu menarik ditelinga Jeno. Tapi, Jeno merasa masih belum seyakin itu untuk mendekati Renjun. Selain karena rentang umur yang ada, juga karena status mereka yang merupakan guru-murid. Melakukan hubungan romantis dengan embel embel status seperti itu pasti akan canggung sekali.
"Gimana? Kalau bener kamu klop sama Renjun, om usahain bantu. Om ini lumayan kenal sama orang tua nya Renjun. Bisa lah om rekomendasi in kamu buat Renjun ke bapaknya Renjun langsung."
Penawaran yang bagus, tapi Jeno tolak. Beri waktu pada Jeno untuk meyakinkan diri sendiri bahwa Renjun adalah jodoh yang pas untuknya.
***
Sementara itu, Shuhua dan Renjun yang tengah melakukan hukumannya, merasa risih karena seorang guru yang terus-terusan melihat ke arah mereka. Ah, bukan keduanya yang risih, melainkan hanya Renjun yang merasa risih di perhatikan seperti itu. Sedangkan Shuhua? Hatinya ya sudah salto kesana kemari. Shuhua kan pecinta orang tampan, mana mungkin merasa risih seperti Renjun.
"Ngapain geol geol? Kayak biduan aja," ejek Renjun saat melihat Shuhua tengah berjoget ria dengan gagang sapu nya.
"Mau caper ke pak ganteng! Liat deh, dia ngeliatin kesini mulu" jawabnya sembari cengengesan tidak jelas.
Renjun hanya menghela napas pasrah, tak mau menanggapi tuyul betina seperti Shuhua.
Kadang, ia heran, kok bisa betah berteman dengan orang setengah sedeng seperti Shuhua?
Kok bisa Renjun akrab dengan ratu gosip seperti Daehwi?
Kok bisa Renjun berteman dengan orang yang sedikit pendiam dan agak gila seperti Seungmin, Ayen dan Felix?
Ada pepatah mengatakan bahwa manusia berteman dengan mereka yang sejenis. Jika Renjun menganggap sahabat sahabatnya ini gila, berarti Renjun juga sama gila nya dong?
Ah, sudahlah...
Renjun yang merasa tak nyaman diperhatikan terus menerus, memutuskan untuk mempercepat kerjanya dan segera menuju halaman belakang.
***
Pukul empat sore, waktu untuk pulang sekolah sudah tiba. Jeno keluar dari ruang guru menuju parkiran.
Ia menyalakan mesin motornya, kemudian bergegas pulang. Namun, ketika sampai di gerbang depan, ia melihat Renjun disana.
Pikirannya berkata untuk berhenti melihat ke arah Renjun, namun hatinya terus berucap bahwa Jeno harus berani mendekati Renjun. Menawarkan tumpangan mungkin salah satu cara untuk memulai pendekatan? Uhuk.
Namun, ketika Jeno hendak memberi tumpangan pada Renjun, seorang pemuda bule sudah menghampiri Renjun terlebih dahulu. Di detik itu pula, Jeno merasakan kekalahan sebelum berperang. Maka, Jeno putuskan untuk langsung pulang saja. Berusaha mendekati anak kecil seperti Renjun merupakan hal bodoh yang seharusnya tidak ia lakukan.
Jeno mau menyerah saja...
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
1 of 1 ✧ NoRen !¡
FanfictionRenjun adalah satu-satunya dan segalanya bagi Jeno. ©glowinjun - 2020