1/1-35

1.3K 258 34
                                    

Sudah lewat satu minggu sejak 'hilangnya' Pak Jeno. Renjun terus menanyakan alasan dibalik 'hilangnya' orang tersebut, entah pada siapa. Ditengah hubungan yang penuh dengan tanda tanya ini, Renjun mencoba untuk terus memikirkan hal yang baik baik saja. Sayangnya, usaha itu seperti sia-sia lantaran pikiran buruk mengenai perginya Pak Jeno kerap kali hinggap di kepala, sampai membuat Renjun terjaga sepanjang malam hingga konsentrasinya ikut buyar.

Seperti malam ini, tepat satu minggu setelah 'hilangnya' Pak Jeno, Renjun duduk termenung menatap secarik kertas dengan beberapa baris tulisan didalamnya.

Mata dengan tatapan yang kosong itu mencoba untuk memindai ulang hal yang sudah ia tulis di kertas. 1001 janji manis Mas Jeno, begitu kira-kira isi dari baris pertama tulisannya. Di lihat dari isinya, mungkin akan lebih tetap kalau diberi judul 1001 bualan maniez Mas Jeno. Namun apapun itu, semuanya terlihat menyedihkan.

1. Selalu ada waktu luang buat kamu, tertulis di baris selanjutnya.

Hah~ Mau dipikir seribu kalipun, itu hanyalah omong kosong belaka. Jangankan waktu luang untuknya, memberi Renjun sedikit kabar juga tidak.

2. Mas sayang banget sama kamu.

3. Kangen, pengin ketemu.

4. Renjun cantik banget, pacar siapa? Pacar Mas lah.

Bohong! Bohong! Bohong! Semua kata-kata manis itu hanya bualan semata, kan?

5. Boro-boro cari yang lain, pacar sendiri aja udah cantik banget gini.

Tidak mencari pacar lain, tapi menghilang. Ok.

Ungkapan bahwa 'tidak setiap janji bisa ditepati' mungkin memang benar adanya. Beberapa janji hanyalah omong kosong belaka yang di layangkan tanpa ada niatan untuk mewujudkannya. Sebagian lagi hanyalah janji bermodalkan kata-kata manis yang niatnya hanya sekedar untuk menenangkan seseorang. Akhirannya sama saja. Janji-janji itu hanyalah bualan semata.

Jika tahu akan begini akhirnya, Renjun harusnya tak usah berusaha membuka hati. Ketika ia sudah membiarkan Pak Jeno masuk, orang itu justru menghilang seenaknya begini. Jujur saja, Renjun merasa dikhianati. Rasa kecewa yang berkecamuk dalam hatinya terasa seperti menamparnya kuat kuat. Sekarang jika menangis pun tak ada gunanya. Menangis tak akan membuat Pak Jeno-nya kembali detik itu juga kan?

Kendati demikian, masih ada setitik kepercayaan dihatinya terhadap Pak Jeno yang mendorong Renjun untuk terus berpikir positif terhadap masalah yang tengah dihadapi. Bisa saja Pak Jeno tengah terjebak dalam posisi sulit hingga ia tak bisa memberi kabar pada Renjun. Dilihat dari tampangnya pun, Pak Jeno bukan tipe orang yang gemar mempermainkan perasaan orang. Tapi tetap saja, 'hilangnya' Pak Jeno membuat hati Renjun resah dan kecewa.

Tok tok tok!

Ketukan dipintu diiringi sebuah suara yang memanggil namanya seolah menarik Renjun kembali ke dunia nyata setelah berkhayal perihal kelangsungan hubungannya dengan sang guru sosiologi kelak. Tanpa pikir panjang Renjun segera membukakan pintu kamarnya untuk bapak.

"Ndak mau maem? Tante Key udah masakin cah kangkung sama ikan asin. Ayok," ajak bapak yang tentu diangguki oleh Renjun.

Jujur saja, nafsu makannya hilang sejak beberapa hari lalu. Penyebab utamanya tentu Pak Jeno yang hilang bak ditelan bumi. Tak disangka bahwa Pak Jeno bisa membawa pengaruh besar baginya. Padahal Renjun kira, Pak Jeno lah yang lebih menyukai dirinya namun pada faktanya, mungkin Renjun lah yang tanpa sadar sudah jatuh sepenuhnya pada pelukan Pak Jeno. Segala bentuk perhatian dan tanggung jawab yang Pak Jeno pertontonkan selama ini padanya, tanpa sadar membuat Renjun bersandar. Ada istilah seperti, 'siapa yang paling mencintai, dia yang akan lebih tersakiti'. Mungkin inilah alasan mengapa Renjun bisa sefrustasi ini ketika Pak Jeno menghilang; karena Renjun adalah pihak yang paling mencintai. Sekarang Renjun sadar secara penuh bahwa, antara ada dan tidaknya Pak Jeno disisi memiliki perbedaan yang sangat besar.


1 of 1 ✧ NoRen !¡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang