25. Masih Serangan Kedua

388 113 94
                                    

"Orang suruhan Guan itu kan ngincer gue, mumpung kita bertiga pake baju yang sama...". Jeka menepuk pundak Jimi dan Victor secara bergantian sebelum melanjutkan perkataanya.

"Kita bikin orang itu bingung. Kalian berdua pura-pura jadi gue dan alihin perhatian mereka sampai yang lain dateng". Lanjut Jeka. Kebetulan panitia ospek hari ini mengenakan seragam berupa hoodie. Jadi trik untuk mengecoh musuh sepertinya bisa berhasil.

"Oke Bos gue paham maksud lo. Kita bisa pake tudung hoodie-nya biar muka kita gak kelihatan". Sahut Victor.

"Dan lo Mario. Lo bisa pura-pura jadi musuh gue, arahin orang-orang itu biar makin bingung".

"Oke siap, tapi Jek gue mohon jangan libatin polisi. Kalo mereka ketangkep, otomatis gue juga kena". Pinta Mario. Jeka menatap Jimi dan Victor bergantian seakan meminta pendapat dua sahabatnya itu. Keduanya kompak mengangguk.

"Oke. Berarti hari ini mau gak mau kita harus bunuh mereka. Dan gue harap salah satu diantara kita gak ada yang tumbang". Ujar Jeka yang tidak yakin akan menang hari ini. Jujur sebenarnya ia tidak ingin melibatkan teman-temanya, tapi ia sangat membutuhkan bantuan mereka. Jimi dan Victor terdiam, mereka pun memikirkan nyawa masing-masing. Sekali timah panas itu mengenai bagian vital mereka, sudah dipastikan akan langsung mati ditempat.

"Gue gak maksa kok, Bro. Kalau kalian mau mundur, silahkan". Jeka yang menangkap gurat khawatir dari wajah dua sahabatnya itu melanjutkan perkataannya. Tidak apa-apa kalau Jimi dan Victor mundur sekarang, toh ini bukan soal solidaritas lagi. Masalah ini murni urusan pribadi Jeka, mereka sudah dewasa jadi banyak hal yang lebih diprioritaskan. Contohnya Victor, lelaki itu sudah punya anak dan istri. Sudah pasti bukan teman lagi yang ia utamakan, melainkan keluarga.

"Gue yakin kita bakal menang". Kata Victor yakin. Jimi dan Mario mengangguk setuju.

"Lo tenang aja Bos. Gue bakal pastiin kalian selamat. Ibaratnya nyawa kalian ada ditangan gue. Percaya sama gue". Ujar Mario meyakinkan sembari menepuk pundak Jeka beberapa kali.

"Thanks, Bro. Gue pasti bakal bales kebaikan kalian semua". Kata Jeka sungguh-sungguh. Jeka tidak pernah takut kehilangan harta sebanyak apapun itu, karena baginya harta yang tak pernah ternilai dan berharga adalah teman. Harta tidak akan membantu kita saat kesulitan, namun teman yang tulus akan selalu ada kapanpun saat kita membutuhkan.

"Santai, Bos".

"Gue telepon Unaya dulu ya, takut dia kepikiran". Pamit Jeka yang dibalas acungan jempol Jimi, Mario, dan Victor.

Jeka mencari tempat yang lebih privasi untuk menelepon Unaya. Ia hanya ingin memastikan jika Unaya dalam keadaan baik-baik saja. Jeka takut gadis itu diculik atau dicelakai orang suruhan Guan. Ia tidak boleh lengah, siapa tahu semua ini jebakan dari Guan agar bisa menculik Unaya saat ia tidak ada.

Tidak lama Jeka menunggu Unaya mengangkat panggilan darinya. Baru juga mau bicara pemuda itu sudah mendengar suara isakan dari seberang sana. Jeka memejamkan matanya, merasakan hatinya yang ngilu mendengar Unaya menangis. Bisakah Unaya tidak menangis karenanya lagi? Sudah berapa banyak air mata yang gadis itu teteskan hanya untuk menangisinya? Jeka takut Tuhan mengambil Unaya darinya karena ia hanya bisa membuat gadis itu menangis terus-menerus.

"Jeka, please balik! Kita bisa lapor polisi". Isak Unaya.

"Unaya tolong dengerin aku dulu. Aku enggak apa-apa, gak perlu lapor polisi. Aku pasti bisa lawan mereka. Aku telepon kamu bukan mau denger kamu nangis, aku mau minta kamu doain aku". Kata Jeka lembut. Mata pemuda itu sudah berkaca, entahlah mungkin ia sendiri pun tidak yakin akan menang. Jeka menatap pistol yang ia bawa, menggunakan benda itu saja ia belum pernah dan tidak mahir. Lagaknya mau membunuh kelompok bersenjata yang sudah terlatih.

Bangsat Boys (Book 1&2)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang