49. Kangen

2.4K 684 714
                                    

Tiga hari sudah berlalu, dan selama itu pula Jeka berusaha sekuat tenaga untuk mengabaikan atensi Unaya. Juga selama itu pula Unaya terus berfikir positif dan tak henti datang kerumah sakit untuk menemui Jeka, meski pada akhirnya ia selalu mendapatkan penolakan. Gadis itu mulai lelah, usahanya diabaikan siapa yang tahan?

Sekuat tenaga ia mencoba menebalkan muka, mencoba abai saat terus-terusan dibentak dengan kata-kata kasar. Siapa yang tidak malu? Bahkan mungkin antek-antek Jeka yang menjadi saksi selama ini berfikir jika ia adalah gadis murahan yang tak tahu malu. Sudah ditolak masih saja punya muka untuk terus datang.

Dan malam ini, Unaya masih dirumah Ririn. Gadis itu memutuskan untuk tidak pulang kerumah sampai lebam di wajahnya sembuh. Untung saja Papa dan Mama-nya tidak curiga, berkat kelihaian Ririn dalam berbohong tentu saja. Unaya menelungkupkan kepalanya dilipatan tangan, malam ini haruskah ia kembali menemui Jeka? Ingin tapi juga takut. Huft!

"Mau sampai kapan galau kayak gitu? Please wake up! Cowok bukan cuma Jeka doang Na di dunia ini. Loe bukan kayak Unaya yang gue kenal. Sejak kapan urusan cowok bisa sampai bikin loe gak fokus sekolah kayak gini? Loe mengenaskan kalau gue boleh jujur". Perkataan Ririn cukup pedas bagi Unaya. Namun tak dipungkiri jika perkataan Ririn seratus persen benar. Tiga hari ini Unaya sudah seperti mayat hidup, tatapan matanya juga kosong, dan wajahnya pucat. Unaya yang biasanya aktif dikelas mendadak sering tidak fokus dan berujung berdampak pada nilai-nya.

Hell! Ririn benar! Sejak kapan Unaya Salsabila kehilangan fokus tentang urusan sekolah? Bukankah pendidikan lebih penting dari segala-galanya? Apalagi yang membuatnya hilang fokus adalah; cowok! Gadis itu menggebrak meja belajar Ririn kemudian matanya berapi-api.

"Loe benar Rin! Gue ini Unaya cewek teladan di sekolah! Masa cuma gara-gara cowok modal gombal kayak Jeka, gue jadi begini?! Hah! Cowok gak cuma dia kali, gue bisa dapat yang lebih!". Seru Unaya dengan menggebu namun sedikit ragu diakhir kalimatnya. Mendapatkan yang lebih dari Jeka? Emang ada? :(

"Nah! Gitu dong! Ini baru sahabat gue! Loe harus kelihatan seakan baik-baik aja di depan dia! Biar dia nyesel pernah perlakuin loe gak baik, tunjukin kalau loe bisa hidup tanpa dia!". Sahut Ririn tak kalah menggebu. Jika Unaya terus merengek pada Jeka, yang ada pemuda itu malah semakin menjadi. Biarlah Jeka memikirkan semuanya dengan matang, pemuda itu pasti butuh waktu. Dan untuk sementara Unaya memang harus berhenti berada disekitar Jeka, coba lihat apakah mereka akan baik-baik saja jika tak saling bersua?

"Tapi Rin, apa gue bisa? Apa gue sanggup bersikap baik-baik aja didepan Jeka sementara faktanya gue gak baik-baik aja?". Tanya Unaya dengan suara melemah. Ternyata semangatnya hanya bertahan sekejap, membohongi diri sendiri memang sulit.

"Kalau belum dicoba ya mana tahu. Kasih dia ruang buat sendiri dulu Na. Gue yakin kok ada waktunya dia bakal datengin loe lagi. Sedih boleh tapi jangan sampai ngerugiin diri loe sendiri". Nasehat Ririn sambil menepuk pundak Unaya lembut. Unaya tersenyum kecil kearah Ririn, untung ada Ririn yang bisa diajak berbagai. Setidaknya bebannya lebih terasa ringan, gadis itu memeluk Ririn erat.

"Makasih ya Rin, loe emang temen ter-the best! Gak tahu apa jadinya gue tanpa loe". Kata Unaya dengan tulus.

"Eummm... tanpa gue loe itu kayak ambulans tanpa uwiiiww. Uwiww... uwiiwww...". Canda Ririn sambil tertawa garing. Unaya reflek melepaskan pelukannya dan menatap Ririn dengan tatapan sendu.

"Ihhhhhhh... loe ngomongin ambulans gue jadi inget rumah sakit kan! Pingin kesana lihat Jeka huhu". Rengek Unaya membuat Ririn menepuk dahinya frustrasi.

"Yaelah Na, baru juga beberapa menit yang lalu loe sadar dan sekarang udah gitu lagi?! Emang udah bucin akut loe!". Sahut Ririn sambil geleng-geleng kepala. Gadis itu berusaha sekuat tenaga untuk mencegah Unaya datang ke rumah sakit.

Bangsat Boys (Book 1&2)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang